Share

Bab 4 : Candra seorang artis?

“Jessi, kenapa mata elo sembab banget? Habis nangis?” tanya Dewi yang main selonong masuk ke ruang keluarga menemui Jessica.

“Ini kebanyakan tidur Wi! Kagak ada di kamus hidup gue nangis. Haram hukumnya. Hehehehe,” sahut Jessica menggeser bokongnya dan meminta Dewi duduk di sebelahnya.

“Udahlah, jangan pakai bohong segala. Gue yakin elo lagi ada masalah. Apa ingat lagi sama mantan elo yang udah married itu? Move-on dong Jessi. Cari lah, seorang pangeran tampan yang punya perusahaan juga kayak elo. Masa sih ... cewek cantik, intelektualnya tinggi, punya perusahaan kagak laku. Mau gue pasarin? Atau gue jodohin sama anak tant....”

“Stop bawel! Gue memang lagi kagak mau cari cowok. Kalau gue udah buka lowongan cari pacar..., antre dari pintu pagar gue sampe ke jalan raya. Begini aja, dari pada lo nasihati gue, mending kita ke Mal aja gimana? Gue lagi mau buang duit receh sembari cuci mata. Gue traktir dah lo ... Mumpung otak gue lagi mumet,” potong Jessica menutup ucapan Dewi sang sahabat karib.

“Ok! Siap! Demen banget nih gue dengernya. Pantas aja tangan kanan gue gatel banget tadi pagi. Eh, ternyata elo yang mau dapat traktir gue... Ayo cepet ganti baju lo,” perintah Dewi sembari beranjak dari tempat duduk dan menarik tangan Jessica untuk segera ke kamarnya.

Jessica pun beranjak dari sofa, kala sahabat sejak SMA hingga kuliah menarik tangannya untuk menuju ke kamar. Dengan bermalas-malasan Jessica mengikuti langkah Dewi. Saat sang sahabat masuk ke kamar Jessica, Dewi pun berteriak saat melihat meja rias yang tanpa kaca.

“Jessi?!” pekik sahabatnya memandang lekat wajah cantik Jessica yang hanya menyengir kala Dewi menunjuk ke arah meja rias yang tanpa kaca.

“Iya, pecah ... Heboh amat sih lo!” sahut Jessica seraya berjalan menuju lemari pakaiannya.

“Kenapa kaca meja rias lo? Pasti elo habis ngamuk kan? Jessi ... Please, ada apa?” desak Dewi pada Jessica yang langsung berdiri tepat di hadapan sahabatnya, saat Jessica tengah mengambil kemeja dan celana jeans.

Dengan sikap cuek, Jessica mengganti pakaian tepat di muka Dewi. Namun ketika Jessica hanya menyisakan Bra dan pakaian dalamnya saja, bola mata sahabatnya seakan loncat keluar kala melihat tanda merah yang tak disadari Jessica pada bagian dadanya. Hingga Dewi pun, kian histeris.

“Jessi...! Gila....! Bibir lelaki mana nih, yang mendarat mulus di dada elo? Ayolah, cerita sama gue...,” rengek Dewi sembari tersenyum lebar memandang wajah Jessica yang tak menanggapi permintaan Dewi dan tetap memakai pakaian dengan menutup bibirnya rapat-rapat.

“Ayo, kita jalan. Udah jangan banyak tanya,” ajak Jessica sembari meraih tas selempang berwarna putih dengan menggunakan kemeja berwarna putih dan celana jeans berwarna biru tua dengan memasang wajah jutek.

“Jessi..., elo masih utang jawaban sama gue...,” rajuk Dewi kembali sembari mengikuti langkah Jessica yang keluar dari dalam kamarnya.

“Bik Wati..., suruh Pak Sam siapkan mobil. Kasih tau dia, aku mau ke Plaza Senayan...,” perintah Jessica saat melihat Wati berjalan menuju teras dari ruang keluarga.

“Jessi, tumben elo kok kagak kenalin cowok baru elo ke gue? Ayo cerita dong tentang romantisnya tuh cowok!” pinta Dewi yang berjalan di sisi Jessica menuju teras rumah. Namun Jessica tetap melangkah dan tak menanggapi celoteh Dewi.

“Non ... Pak Sam udah siap. Dan ini Non..., ada kiriman dari orang yang tadi pagi kirim Anggrek,” ucap Wati memberikan bingkisan berwarna biru muda dengan nama pengirim Candra Wiguna.

“Buang aja Bik. Nggak usah dibuka. Sekarang aku mau keluar dulu. Kalau mami telepon bilang aku jalan sama Dewi,” pinta Jessica tanpa mau menerima bingkisan berwarna biru.

Mereka berjalan mendekati mobil yang telah disiapkan oleh Samsuri. Setelah itu kedua wanita cantik yang masih saling berdebat pun, masuk ke dalam mobil. Dewi yang sangat yakin kalau bingkisan berwarna biru adalah hadiah dari lelaki yang saat ini sedang mendekati sahabatnya pun, terus mendesak dengan bertanya seputar lelaki tersebut.

Di dalam mobil, Dewi yang sangat yakin ada suatu hal yang disembunyikan oleh sahabatnya pun terus mengorek keterangan dari bibir Jessica saat mereka telah berada di dalam mobil.

“Jessi ... Siapa cowok itu? Anggota pengusaha muda yang biasa elo ikuti rapatnya? Atau temen kampus kita dulu?” tanya Dewi menoleh ke arah sahabat cantiknya yang duduk di sebelah.

“Bukan siapa-siapa. Dia cuman orang gila yang ketemu sama gue dalam waktu dan tempat yang salah,” diplomatis Jessica menjawab pertanyaan Dewi.

“Tapi kok sampai ada tanda di....”

Jessica memotong ucapan Dewi dengan berbicara serius, “Ya itu tadi, gue bilang ke lo. Kalau gue ketemu cowok itu di tempat yang salah dan dia sama gue dalam keadaan mabuk. Jadi, begitulah..., elo ngerti kan, apa yang terjadi selanjutnya?” tegas Jessica menjawab keingintahuan sahabat karibnya.

Selama ini, antara Jessica dan Dewi selalu berbagi cerita apa pun yang telah mereka lakukan dan yang terjadi di antara mereka. Tidak ada satu pun rahasia yang mereka sembunyikan satu dan lainnya. Karena itu, Dewi terus memberondong Jessica dengan pertanyaan-pertanyaannya kala melihat signal kebohongan dari bibir Jessica.

“Oh My God...! Jessicaaa..., apa terjadi hal yang lebih dari tanda itu? Seperti..., melepas keperawanan elo?” bisik Dewi bertanya persis ditelinga Jessica.

Dengan menelan ludahnya, Jessica kembali berbohong pada Dewi dan berucap, “Nothing! All be fine”

“WOW..., hebat lo ... Tapi, syukurlah tuh cowok masih baik. Coba kalau elo ketemu cowok brengsek ... Habislah, lo. Makanya lain kali kalau mau ke Night Club jangan jalan sendiri. Elo kan, bisa telepon gue. Ingat, harus hati-hati. Elo sendiri kan tau ... Night Club itu tempat cowok brengsek bercokol yang maunya cuman Happy Fun aja. Untung aja cowok itu kagak miring otaknya, jadi elo kagak kenapa-napa. Coba kalau sampai dia...”

“Wi! Cerewet amat sih lo! Udah dong jangan bahas itu terus..., bikin gue bete aja..,” keluh Jessica memotong ucapan Dewi yang terus saja membahas masalah lelaki yang telah memberi warna merah pada bagian gunung kembar sahabatnya dengan wajah merengut, kesal.

“Ok! Gue enggak akan tanya lagi. Cuma sekarang elo harus jawab gue dengan jujur,” pinta Dewi kembali.

Tanya apa lagi sih?" Jessica mendelik pada sahabatnya yang belum memberikan pertanyaan lagi padanya.

“Ganteng apa kagak tuh cowok? Hehehehe...,” tanya Dewi tertawa kecil.

“Kagak tau gue. Kagak ingat. Ok! Enough!” pinta Jessica dengan jemari telunjuk di letakkan pada bibirnya.

Setelah itu, Dewi pun tidak membahas kembali lelaki yang sebenarnya telah membuat Jessica merasa jadi seorang wanita bodoh pada dini hari itu. Namun, untuk menceritakan pada sahabat karibnya, Jessica tidak punya keberanian dan malu jika dianggap sebagai wanita bodoh dengan melakukan hubungan one night tanpa menyadari adanya lelaki di tempat tidurnya.

Sampai akhirnya, mobil yang membawa mereka pun sampai pada sebuah Mal besar. Di Mal ini, sering sekali dijumpai artis senior atau artis jadi-jadian dan yang belum tenar berkeliaran untuk sekedar Shopping atau untuk melepas kejenuhan saja. Bahkan sengaja jalan-jalan tanpa tujuan, demi dilihat oleh beberapa orang yang datang ke Mal tersebut.

Kedua wanita cantik itu pun melangkah masuk ke dalam Mal. Mereka berjalan dari satu outlet ke outlet lainnya membeli beberapa pakaian yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk mereka yang telah punya lusinan pakaian. Bahkan, sering kali mereka lupa pakaian yang digunakan baru atau yang lama. Yang terpenting saat ini, mereka bisa melepaskan rasa lapar mata dan mengisi kekosongan di hari libur serta menutup tingkat kesetresan dengan berbelanja.

Sampai akhirnya, mereka melihat sebuah panggung besar di tengah Mal yang telah dipenuhi beberapa anak-anak remaja, pemuda dan pemudi dalam acara jumpa fans. Terdapat banner Film yang mereka bintangi ada di beberapa sisi. Biasanya hal ini dilakukan sebelum pemutaran film perdana yang akan tayang seminggu lagi dengan melakukan meet up pada beberapa penggemar dari masing-masing artis.

“Jessi, kayaknya ada beberapa artis nih. Yuk, kita lihat ... Film yang mau tayang itu ada idola gue. Cowok ganteng pendatang baru yang sekarang lagi ngetop!” seru Dewi mendekati panggung tempat jumpa artis pemain film.

“Aduh ogah gue, berdesak-desakan seperti itu...,” keluh Jessica yang tangannya ditarik mendekati panggung dimana pada bagian depannya sudah penuh oleh para penggemar dengan cara duduk pada karpet yang telah disediakan sedangkan sebagian penggemar lainnya hanya berdiri.

“Bentar aja, Jessi...., Tumben nih, gue liat idola gue tepat di depan mata gue,” tawar Dewi.

“Ok! Tapi nggak pake lama yaa..., abis ini gue mau makan,” ucap Jessica mengikuti keinginan sahabat karibnya.

Selama ini, Jessica sama sekali tidak terlalu mengikuti bintang film atau sinetron yang baru muncul. Kesibukan dirinya dalam pekerjaan membuatnya sama sekali tidak ada waktu untuk bisa sejenak mengenali artis di Indonesia. Jadi boleh dikata, Jessica hanya tahu beberapa artis senior. Untuk artis junior atau artis pendatang apalagi yang baru terdengar, nyaris tidak dikenalinya. Karena diwaktu senggangnya di habiskan dengan membaca buku dan bermain game serta mengunjungi kedua orang tuanya yang tinggal di Ciwidey.

Sekitar sepuluh menit kemudian, beberapa artis yang akan launcing pemutaran perdana film mereka muncul dan duduk pada kursi yang telah di siapkan. Hiruk pikuk penggemar yang hadir membuat Jessica mau tak mau ikut melihat ke arah panggung. Tanpa sengaja, pandangannya menangkap sesosok lelaki yang dikenalinya di Night Club. Namun, karena saat ini lelaki itu tampak bersih dan rapi membuat Jessica meragukan penglihatannya. Hingga rasa penasarannya pun, membuat ia bertanya pada Dewi, sahabatnya.

Deg!

‘Sialan..., kayaknya itu cowok yang dini hari gue tolong. Tapi, apa bener dia yaa? Semalem gue liat kagak seganteng sekarang?’ tanya Jessica dalam hatinya.

Dewi yang tersenyum dan antusias memandang ke arah panggung ikut bertepuk tangan berulang kali kala beberapa artis berbicara bergantian. Hingga akhirnya, Jessica pun bertanya pada Dewi atas artis lelaki muda yang duduk di atas panggung untuk meyakinkan hatinya, kalau lelaki yang dilihatnya berbeda dengan lelaki yang ditemui di Night Club dini hari.

“Dewi..., itu bintang baru yang langsung melejit? Siapa nama artis lelaki muda itu?” tanya Jessica berbisik ke telinga sahabatnya, karena begitu riuhnya penggemar yang hadir.

Dewi menoleh dan tersenyum ke arah Jessica. Lalu berkata, “Oh, lelaki ganteng itu pemeran pertamanya. Namanya Bintang.”

“Nama aslinya?” tanya Jessica mengeryitkan dahinya kala mendengar nama seseorang yang sama dengan salah satu planet di bumi ini.

“Bukan..., itu nama panggungnya. Kalau nama aslinya..., hmm..., kalau nggak salah, Candra,” tuturnya masih menatap ke arah para artis.

“Serius...? Candra Wiguna?!” pekik Jessica memegang tangan Dewi.

“Kok elo tau nama panjangnya? Wah, ternyata diam-diam elo penggemarnya juga yaa...,” seloroh Dewi tersenyum lebar.

Deg!

Hati Jessica berdebar cukup keras ketika pandangannya kembali menyapu ke atas panggung dan memandang ke arah lelaki muda yang telah memperdayainya saat mabuk. Lalu, dengan jantung berdebar cukup kencang Jessica pun, meninggalkan panggung yang semakin dipenuhi oleh penggemar dari beberapa artis tersebut.

“Jessi! Tunggu...!” teriak Dewi kala melihat Jessica meninggalkan tempat itu dengan menyusulnya.

Jessica mempercepat langkahnya dengan hati penuh rasa sakit ketika diketahui lelaki yang memperdayanya adalah salah seorang artis yang tengah melejit namanya. Ada rasa benci menyusup dalam hatinya bercampur dengan rasa amarah. Dan tanpa menghiraukan panggilan sahabatnya, Jessica terus melangkah keluar dari Mal sembari menghubungi sang sopir untuk menjemputnya di lobby Mal terkenal itu dalam hati penuh penyesalan, karena harus bertemu dengan lelaki yang telah merusak kehormatannya untuk kedua kalinya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Untuk semua pembaca setia Good Novel yang baik hati. Yukk lanjut ke babak selanjutnya di jamin seru. Mohon untuk kasih ulasan di bagian depan dengan bintang 5. Love You Sekebon. Terima kasih banyak(⁠✿⁠ ⁠♡⁠‿⁠♡⁠)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status