"Jadi kapan kau akan menikahiku, Mas?" tanya Susan, manja. Hendra menyentuh lembut pipi Sekretaris pribadinya tersebut, sesaat dia membisikkan kata-kata meminta kepastian.
"Sabar yah, Sayang ... setelah nanti urusan perceraianku dengan Arini selesai."
"Benar ya Mas? Jangan bohong loh?" Hendra mengangguk sembari tersenyum, jemarinya mengusap-usap lembut pipi Susan.
Setelah Susan keluar dari ruangan. Hendra membuka handphone, dan langsung mencari-cari nomor seseorang yang ingin dia hubungi.
Setelah terhubung.
"Haloo Sayang, jadi tidak kita bertemu malam ini"
"Jadi dong, Sayang ... mau jemput aku di mana?"
Di kantormu, boleh ngga?"
"Jangan dong, Sayang ... nanti ada yang lapor sama suamiku, malah nanti jadi repot"
"Kita bertemu di tempat biasa saja yah, Cafe Abnormal. Kamu tunggu di situ, nanti aku jemput."
"Ok, Sayang."
Sepulang kantor, Hendra bergegas menuju cafe tempat dimana dia janjian bertemu.
Anita, seorang rekanan bisnisnya. Cantik dan berkuasa. Mungkin karena intensitas pertemuan yang sering terjadi di antara mereka berdua, membuat Hendra dan Anita menjadi semakin dekat. Bahkan secara personal.
Statusnya yang sudah bersuami dengan dua putri-putri kembar identik, tidak menghalangi kedekatan mereka. Hendra memang selalu pandai memanfaatkan peluang yang ada, dalam bisnis maupun soal percintaan. Ditopang oleh parasnya yang tampan dan tubuh yang tinggi atletis.
Tantangan adalah sesuatu yang membuat adrenalinnya berpacu, dan menaklukkan tantangan adalah passionnya.
Hendra menggunakan cara apa saja tuk menaklukkan tantangan tersebut, baik dalam hal bisnis, maupun jika gelora hasratnya bergejolak terhadap seorang wanita. Selicik dan sesulit apapun caranya, pasti akan dia lakukan.
Soal hati, mungkin Hendra adalah pengembara yang tidak suka menetap. Selalu ada kepuasan tersendiri jika dia mampu menaklukkan apa yang diinginkan. Hanya Arini yang sedikit banyak mampu meredam pengembaraan dan petualangannya.
Arini sebenarnya wanita yang baik menurut Hendra. Istri yang patuh, menomor satukan Hendra sebagai suaminya. Lima tahun kebersamaan mereka, tidak sekalipun Arini mengeluh tentang rumah tangganya bersama Hendra. Dan Hendra tidak punya alasan untuk menceraikannya secara baik-baik. Maka, konspirasinya bersama Kunto adalah jalan keluarnya.
Anak? Bukan, bukan soal anak. Hendra tidak mempermasalahkan soal tidak adanya anak di dalam pernikahan mereka. Mungkin lebih tepatnya adalah bosan, dan Arini membuatnya bosan karena telah menjadi istri yang sempurna. Hendra butuh petualangan baru, butuh tantangan baru. Jiwa ke'akuannya merasa tertantang jika melihat wanita cantik yang berkelas. Ingin segera menaklukan dan mencicipinya.
Hendra melihat Anita yang sedang menunggu di pojok kafe. Kafe khusus anak-anak muda menghabiskan waktu luangnya dengan nongkrong-nongkrong bersama menghabiskan malam. Dengan stelan blazer berwarna hitam, sepertinya Anita sama dengan Hendra, sepulang kantor langsung menemuinya.
"Hai, Sayang, sudah lama nunggu," sapa Hendra pada Anita. Anita tersenyum, dan segera berdiri menyambut, mencium pipi kiri dan kanan Hendra.
"Hendra ... aku rindu padamu," bisiknya pelan di telinga Hendra. Casanova itu hanya tersenyum, sembari mengedipkan sebelah matanya, dan Anita pun tertawa.
Hendra menatap wajah cantik Anita yang terjaga sempurna, dengan bibir yang mekar merekah memacu hasrat. Gejolak nafsunya bergelora.
"Satu lagi, korban petualangan hasratku." Hendra berucap pelan, tertawa tergelak di dalam hatinya.
"Kamu mau pesan apa, Hen?" tanya Anita kepada Hendra, sembari senyum tak pernah lepas dari wajahnya.
Hendra menatap dalam mata Anita, menggenggam lembut tangan partner bisnisnya tersebut.
"Aku hanya ingin minum gelora gairahmu, Sayang. Hingga dahaga hasratku terpuaskan."
Bara nafsu sudah membakar tubuhnya, rayuan maut sudah dia sampaikan lewat ucapan dan tindakannya yang romantis.
Memerah wajah Anita, tersipu-sipu ia terlihat malu-malu dan serba salah. cinta sudah mulai merasuk ke dalam dirinya. Senyum di wajahnya semakin terlihat merekah, kilau matanya terlihat berbinar, didekatkan wajahnya ke arah wajah Hendra sambil berbisik pelan.
"Bakarlah hasratmu Sayang, sampai semakin membara. Melakukan apapun yang kau inginkan pada tubuh ini. Akulah pelepas dahagamu, akan kulayani hasratmu sampai kau terpuaskan." mata tajam mengungkapkan, dan Hendra menemukan jika gelora nafsu pun sudah menguasai diri Anita. Memang, jarang ada wanita yang mampu menolak pesonanya.
Mereka pun segera pergi dari kafe tersebut. Mencari tempat di mana mereka bisa tanpa hasrat dan gelora nafsu yang sudah dibuat di dalam angan. Anita terus saja menggandeng tangan Hendra, didekapkan erat ke tubuhnya.
Di saat mereka menuju tempat parkir kendaraan, berbincang-bincang tentang genit menjaga hasrat agar tetap bergelora.
sebuah suara dari arah belakang memanggil namanya."Mas Hendra...!" Hendra dan Anita menoleh berbarengan ke arah datangnya suara itu. Suara wanita yang berjalan pelan menghampiri mereka berdua.
"Susan." Berucap pelan Hendra. Susan diam melihat, matanya terus saja menatap Hendra dan Anita.
"Siapa, Sayang?" Anita bertanya kepada Hendra, sambil menatap lembut, tangan nya tak lepas mendekap lengan pria sukses tersebut. Sedikit agak tergagap Hendra berucap, "Di-dia...."
Sama seperti halnya Kunto, dibayar berapa Mas Adrian untuk mengikuti apa maunya Mas Hendra. Aku harus mencari tahu, tentang hal ini.Seperti biasa, Mas Adrian sudah pulang sebelum jam sembilan malam. Sengaja aku tidak menyambutnya, hanya berdiam diri saja di kamar. Selepas membersihkan diri di kamar mandi, Mas Adrian masuk kamar dan berganti pakaian, aku berpura-pura sudah tertidur. Adrian lalu keluar, setelah meletakkan beberapa lembar uang belanja di meja rias. Aku menunggu Mas Adrian melepas lelah, setelah itu, ingin bicara dengannya."Aku ingin bicara mas," kataku, duduk di bangku sebelahnya di ruang tamu. Saat Mas Adrian sedang asik membaca kitab."Mau, bicara apa, Dek?" tanyanya, sembari menutup kitab bacaannya, dan meletakkan di atas meja."Mas Adrian, jijik sama aku?" terdiam sesaat Adrian, mendengar pertanyaanku."Maksudnya apa yah,dek? Mas, kurang paham.""Jujur saja, Mas ... Apa yang membuat Mas Adrian jijik padaku? Bahkan tidak pernah mau menyentuhku! Aku lelah dengan pern
3 bulan sudah pernikahan sandiwara ini berjalan. Zahra sudah semakin dekat dan manja denganku. Ditambah dengan adanya Atika di rumah ini, semakin membuat Zahra terlihat bahagia, dan tubuhnya pun lebih gemuk sekarang.Sedangkan Mas Adrian, tidak ada yang berubah pada dirinya. Dia selalu memperlakukan aku dengan baik dan bertanggung jawab pada keluarga.Tetapi ... tidak pernah menyentuhku.Aku ingin dia memperlakukan aku layaknya seorang suami terhadap istrinya. Memberikan keteduhan dan kedamaian ke dalam sebuah pelukan kehangatan dan perlindungan. Mas Adrian seperti menjaga jarak, tidak ingin menyentuh dan tidak ingin disentuh. Berkutat hanya dengan membaca buku dan kitab. Menunggu sampai aku terlelap, baru kemudian memasuki kamar dan tertidur di kasur lantai.Pernikahan sandiwara ini telah menjerat dan mengikatku pada sebuah kenyataan. Bahwa aku merasakan kenyamanan pada pria lain selain Mas Hendra. Bahkan terkadang, jika Mas Hendra menelpon, aku mulai merasakan ketidaknyamanan. Teru
"Terserah Dek Arini saja, jika dia bersedia, aku persilahkan saja," ujar Adrian. Kembali melemparkan bola panas terhadapku.'Menjengkelkan pria ini' bathinku menggerutu."Kamu tidak perlu ijin Adrian, Arini ... pernikahan kalian kan hanya sandiwara, kamu harus ingat itu," ketus Hendra kepadaku, sepertinya itu juga cara Hendra untuk menyindir dan mengingatkan Adrian. Hendra memang benar, itu memang rencananya, aku dan Adrian pun menyetujuinya."Aku dan Mas Adrian memang menikah sandiwara, tetapi pernikahan kami sudah memenuhi syarat hukum agama," jelasku kepada Hendra."Selama aku menjadi istrinya, terlepas itu sandiwara ataupun bukan, aku harus tetap meminta persetujuannya, sebagai pemilik sah atas diriku," jawabku tegas. Hendra terdiam, begitupun Adrian."Kamu juga, Mas Adrian. Jangan berlepas tanggung jawab atas diriku, menurut hukum agama aku sah milikmu, tidak pantas jika Mas menyerahkan keputusan ini kepadaku, karena aku masih di bawah tanggung jawabmu." Aku langsung berdiri meni
"Istirahat saja ya, Dek. Jangan dibawa aktivitas dulu, Mas ambil libur saja hari ini, biar bisa bantu-bantu Adik di rumah dulu." Saatku duduk di pinggir ranjang. "Iya, Mas tidak usah kerja dulu," pintaku. Sesungguhnya bukan karena cengeng, tetapi panggang juga, melihat Mas Adrian tidak pernah sepi mencari penumpang selama kami menikah. Mas Adrian lalu menuju ke lemari pakaian, membuka bajunya untuk berganti pakaian. Ada desiran halus yang mengalir di dadaku, melihat tubuh telanjangnya, walaupun hanya di bagian pinggang. Kucoba tetapi mungkin menahan debar, tidak dengan langkahku yang malah memilih untuk mendekatinya. "Mau kemana, Dek. Jangan banyak bergerak dulu jika masih sakit," sarannya, lalu mendekatiku, dengan masih bertelanjang, sambil memegang baju ganti di tangan. Aku langsung memeluknya, memeluk tubuh tegapnya. Ada kehangatan dan mengalir di dalam ragaku. Entahlah, aku mungkin seperti perempuan yang tidak tahu malu, tetapi ... Mengapa juga kuharus malu, jika tubuh yang kup
"Ingin meminta tolong Mbak Lasmi, tapi aku tidak tega membangunkannya." Lanjutku Penjelasan."Iya,i-ya.dek," ucapnya tergagap. "Di sini keriknya, dek?""Di dalam kamar saja, yah Mas." Aku melangkah ke dapur, untuk mengambil sedikit minyak sayur. Tertahan langkahku, Mas Adrian memegang tangan."Adek mau kemana?" "Ke dapur Mas, ingin mengambil sedikit minyak sayur untuk kerikan," jawabku."Biar Mas yang ambil, adek tunggu di kamar saja." Bergegas berdiri Adrian melangkah menuju dapur.Aku segera masuk ke dalam kamar, menyiapkan uang logaman lama yang memang sengaja kusimpan untuk kerikan. Membuka pakaian atas dan penutup payudara.Terlihat Mas Adrian sangat grogi saat masuk kamar dan mulai mendekat. Hanya menunduk dan terlihat serba salah. Duduk di belakang tubuhku, di atas tempat tidur."Di-di, ke-ke'riknya, sekarang Dek?" terdengar gemetaran suaranya. Aku tertawa geli dalam hati."Iya, sekarang Mas," jawabku, sembari bersiap menahan sakit karena kerikan."Halus sekali kerokannya, se
POV AriniPerjalanan hidupku yang berhubungan dengan pernikahan, selalu heboh dan menjadi perbincangan buat warga sekitar tempat kutinggal.Baru saja dua minggu kemarin batal melaksanakan akad nikah. Di hari minggu pagi ini, akan digelar kembali acara akad pernikahanku dengan pria yang berbeda. Pernikahan yang akan dilakukan secara siri.Macam-macam pendapat mereka tentang pernikahanku kali ini, itu kabar yang kudengar dari Mbak Lasmi dan Ceu Yoyoh, tetapi aku mencoba untuk tidak lagi ambil peduli.Tidak banyak yang menghadiri pelaksanaan akad nikah kali ini. Selain karena keadaan Adrian yang sama seperti aku, anak tunggal tanpa saudara dengan kedua orangtua yang sudah tiada. Hanya beberapa warga sekitar dan pengurus RT saja, yang ikut menghadiri acara akad pernikahanku kali ini.Ustaz setempat yang menjadi penghulu pernikahan kami. Ustaz yang sering di panggil untuk menikahkan pasangan pengantin secara siri. Mas Hendra yang mengurus dan mengatur semuanya, aku dan Adrian hanya mengiku