Bab 1 Retakan dibawah permukaan
Amira berdiri di depan rumah tua itu, yang kini hanya menyisakan kenangan samar. Suasana pagi yang lembab, dengan kabut tipis menyelimuti pemukiman yang sepi, seolah menambah kesan suram di hati Amira. Rumah yang telah lama ditinggalkan, kini hanya menjadi tempat bagi angin untuk berkelana dan daun-daun yang jatuh memenuhi pekarangan. Sungguh, tempat ini terasa lebih asing baginya dibandingkan dengan masa kecil yang pernah ia lewati di sana.
Dia menatap ke arah pintu depan yang tertutup rapat, seolah ada tembok tak terlihat yang memisahkannya dari kenyataan yang selama ini ia coba hindari. Amira merasakan berat di dadanya. Hari ini adalah hari pertama ia kembali setelah lebih dari tiga belas tahun pergi. Kembali untuk mengingatkan dirinya sendiri akan luka lama yang selama ini ia sembunyikan, kembali untuk menghadapi bayang-bayang masa lalu yang masih menghantuinya.
"Apakah Kamu yakin ingin melakukannya?" suara seorang pria memecah kesunyian, dan Amira berbalik. Itu adalah Anzar sahabat lamanya, yang sejak awal menawarkan diri untuk menemaninya kembali ke kampung halaman.
Amira mengangguk pelan. "Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Ini sudah terlalu lama... Aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian dan penuh tanda tanya."
Anzar memandang Amira dengan penuh perhatian, kemudian ia menghela napas panjang. "Aku tahu, Amira. Tapi... kamu tahu kan, ada alasan kenapa semua orang di sini memilih untuk melupakan masa lalu? Kadang-kadang, lebih baik tidak menggali sesuatu yang sudah lama terkubur."
"Tapi ini bukan tentang melupakan," jawab Amira dengan suara tegas, meskipun hatinya sendiri merasa ragu. "Ini tentang menemukan kebenaran. Kebenaran yang sudah terlalu lama tersembunyi."
Mereka berdua terdiam sejenak. Amira menyadari bahwa apa yang dikatakan Anzar ada benarnya. Tidak ada yang ingin mengingatkan kembali masa kelam yang pernah terjadi di kampung ini. Sebagian besar orang di sini memilih untuk menjalani hidup mereka tanpa bertanya-tanya tentang kejadian yang telah mengubah semuanya—kejadian yang tidak pernah ia ketahui sepenuhnya.
Namun, bagi Amira, ini bukan lagi sekadar mencari kebenaran tentang kematian kedua orang tuanya. Ini adalah perjalanan untuk memahami dirinya sendiri, dan mungkin, untuk menyembuhkan luka yang telah lama terpendam dan tersimpan selama belasan tahun.
Amira melangkah maju, perlahan mendekati pintu rumah yang sudah berkarat itu. Anzar mengikuti dari belakang, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Begitu mereka memasuki rumah, suasana sepi dan gelap menyambut mereka. Tak ada lagi suara tawa anak-anak yang dulu pernah berlarian di dalam rumah ini, tak ada lagi aroma masakan ibunya yang dulu selalu tercium dari dapur. Yang ada hanyalah debu dan bayangan masa lalu yang seolah menunggu untuk diungkap.
Amira perlahan melangkah menuju ruang tamu, di mana ia masih ingat dengan jelas tempat ia dan orang tuanya menghabiskan waktu bersama. Setiap sudut rumah ini menyimpan kenangan—kenangan tentang tawa, cinta, dan juga air mata. Namun, ada satu hal yang paling sulit dilupakan: nisan retak yang berada di pemakaman keluarga, yang selalu mengingatkannya pada kecelakaan itu. Nisan yang tak pernah diperbaiki, dan bagi Amira, itu menjadi simbol dari luka yang belum pernah sembuh.
“Amira...” suara Anzar memecah lamunannya. "Kamu benar-benar ingin ke pemakaman itu sekarang? Banyak orang di sini yang masih takut membicarakan itu."
Amira menatap sahabatnya itu dengan serius. "Aku harus pergi. Aku harus tahu siapa yang ada di balik nisan itu."
Dengan langkah pasti, Amira keluar dari rumah itu, dan Anzar mengikutinya tanpa berkata apa-apa. Mereka berdua berjalan melalui jalanan yang telah banyak berubah. Kampung ini tidak lagi seperti yang ia ingat. Rumah-rumah yang dulu sederhana kini telah digantikan dengan bangunan yang lebih modern. Tetapi satu hal tetap sama: pemakaman keluarga yang terletak di ujung jalan, di balik bukit kecil yang kini tampak lebih sepi dan mulai terlupakan.
Saat mereka sampai di sana, Amira langsung mencari nisan yang telah lama ia ingat. Sebuah batu nisan sederhana, retak di bagian tengah, dengan ukiran nama orang tuanya yang sudah pudar. Di bawah nisan itu, dia ingat dengan jelas, ada dua nama lain yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Nama yang terlupakan oleh waktu, nama yang bahkan tidak pernah disebutkan oleh siapa pun.
Dengan hati yang berdebar, Amira meraba batu nisan itu. "Ini dia... ini yang harus aku tahu."
Anzar berdiri tepat beberapa langkah di belakangnya, tampaknya masih merasa ragu untuk ikut terlibat dalam pencarian ini. "Amira, apa kamu yakin ingin melanjutkan ini? Mungkin ada alasan kenapa orang-orang tidak membicarakan ini."
"Aku tahu," jawab Amira pelan. "Tapi aku harus tahu, Anzar. Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka... dan pada diriku."
Anzar hanya bisa terdiam, tidak bisa lagi mencegah Amira untuk melangkah lebih jauh. Amira mengusap air matanya yang mulai mengalir, merasakan beban yang begitu berat di dadanya. Pemakaman ini bukan hanya sekadar tempat orang tua dan keluarga terkubur, tetapi juga tempat di mana masa lalunya terpendam. Sebuah masa lalu yang, bagaimanapun, akan selalu menghantui langkahnya, sampai ia berhasil mengungkap kebenaran yang selama ini telah lama terpendam.
Di tengah malam yang semakin dingin, Via dan Indra akhirnya tiba di tempat persembunyian baru mereka, sebuah bunker yang disiapkan oleh sekutu internasional. Dengan tembok tebal dan teknologi keamanan canggih, tempat itu menjadi benteng terakhir mereka dalam perang yang semakin sengit melawan Mekarjaya Group."Kita tidak punya waktu untuk beristirahat," kata Indra sambil membuka laptop. "Kuncoro pasti sedang merancang serangan balik. Kita harus menyerang duluan."Via mengangguk. Ia tahu permainan ini belum selesai, dan musuh mereka tidak akan berhenti sebelum menghancurkan mereka sepenuhnya.Strategi BaruMereka memutuskan untuk menggunakan bukti yang baru saja mereka peroleh sebagai senjata. Rekaman percakapan Kuncoro Atmaja yang menunjukkan rencana untuk menyuap pejabat tinggi di berbagai negara adalah pukulan telak yang harus segera diluncurkan."Kita sebarkan bukti percakapan ini ke media global, tetapi dengan pendekatan berbeda," kata Via. "Bukan hanya menyerang Mekarjaya, tetapi
Pagi itu, dunia terguncang. Berita tentang kebocoran data Mekarjaya Group menjadi topik utama di semua media internasional. Jutaan dokumen, rekaman suara, dan video tersebar di berbagai platform, mengungkap skandal besar yang melibatkan tokoh-tokoh penting di dunia politik, bisnis, dan hukum.Organisasi HAM dan jurnalis investigatif langsung bergerak, menganalisis data yang tak terbantahkan itu. Tuntutan hukum mulai dilayangkan di berbagai negara. Di Indonesia, rakyat turun ke jalan, memprotes dan menuntut perubahan.Namun di balik semua itu, ada cerita yang belum diketahui publik: pengorbanan Amira dan Anzar.Menyusun Ulang PerlawananVia dan Indra kini bekerja dari tempat persembunyian baru. Mereka merasa kehilangan besar atas sahabat-sahabat mereka, tetapi juga sadar bahwa perjuangan ini belum selesai. Data yang tersebar hanyalah langkah awal. Mekarjaya Group, meskipun terpukul keras, masih memiliki jaringan yang kuat dan sumber daya yang besar untuk melawan."Kita harus memanfaatk
Udara pagi yang dingin menyelimuti kota saat Amira dan timnya kembali ke markas sementara. Malam yang penuh ketegangan telah berlalu, tapi mereka tahu ini hanyalah awal dari pertempuran yang lebih besar. Flash drive yang mereka bawa sekarang menjadi aset paling berharga, namun juga ancaman terbesar.Di dalam ruangan sempit itu, Amira memasukkan flash drive ke laptop. File-file yang terbuka membuat semua orang terdiam. Ada nama-nama yang selama ini hanya mereka dengar dalam bisik-bisik, tokoh-tokoh yang selama ini tak tersentuh hukum. Data itu mencakup transaksi besar-besaran, penggelapan dana, hingga pembelian pengaruh di tingkat internasional."Ini lebih besar dari yang kita bayangkan," gumam Via, matanya terpaku pada layar."Dan lebih berbahaya," tambah Anzar. "Orang-orang ini tidak akan ragu menghancurkan siapa saja yang menghalangi mereka. Kita harus bertindak sekarang."Rencana yang BerbahayaAmira bangkit dari kursinya, menatap rekan-rekannya dengan mata penuh tekad. "Kita harus
Amira, Anzar, Via, dan Indra duduk di ruang gelap sebuah apartemen tersembunyi di pinggiran kota yang asing bagi mereka. Wajah mereka penuh ketegangan. Telepon genggam Amira terus bergetar—pesan-pesan dari rekan jurnalis dan kontak internasional membanjiri layar. Rekaman konferensi pers mereka sudah tersebar luas, tapi serangan yang terjadi membuat isu lain mencuat: ada kekuatan besar yang bersiap menghentikan mereka dengan cara apa pun.Indra memandang layar laptopnya. "Mereka lebih cepat dari dugaan kita. Jejak digital kita sudah mulai mereka cari. Server yang kita gunakan tadi malam hampir diretas."Via berdiri dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruangan kecil itu. "Kalau mereka bisa melacak kita, ini artinya kita hanya punya sedikit waktu sebelum mereka menemukan tempat ini."Anzar tetap tenang, tetapi matanya penuh kewaspadaan. "Kita harus terus bergerak. Mereka akan mengerahkan segala sumber daya untuk memastikan kita tidak bisa berbicara lebih jauh. Apa langkah berikutnya?
Setelah berbulan-bulan bersembunyi dan merencanakan langkah berikutnya, Amira dan Anzar akhirnya merasa saat yang tepat untuk mengungkapkan seluruh kebenaran. Mereka tahu bahwa dunia internasional kini menunggu bukti lebih lanjut yang dapat menghancurkan struktur kekuasaan yang telah lama dibangun oleh orang-orang yang berusaha menutupi skandal Mekarjaya Group.Persiapan Terakhir: Mengungkap SegalanyaHari itu, mereka berkumpul di ruang kecil yang menjadi markas sementara mereka. Indra, Via, dan beberapa kontak internasional yang telah mereka ajak bekerja sama semua berada di sana. Mereka mulai menyusun rencana besar untuk konferensi pers internasional yang akan mengungkapkan semua bukti yang mereka kumpulkan. Bukti-bukti ini bukan hanya berupa dokumen dan email yang telah mereka temukan, tetapi juga rekaman suara dan video yang menunjukkan bagaimana para elit ini merencanakan dan menjalankan konspirasi besar mereka."Ini lebih dari sekadar membongkar satu perusahaan atau individu," ka
Setelah berhasil lolos dari serangan yang hampir fatal di rumah mereka, Amira dan Anzar tahu bahwa tak ada lagi waktu untuk berpikir panjang. Bahaya kini bukan hanya datang dari pihak Mekarjaya Group, tetapi juga dari seluruh sistem yang mereka coba ubah. Mereka merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Namun, semangat mereka tetap teguh, dan mereka tahu bahwa mereka berada di jalur yang benar meskipun risiko yang dihadapi semakin besar.Langkah Baru dalam PerjuanganMalam itu, setelah mereka berhasil melarikan diri dari kejaran orang-orang yang bekerja untuk Mekarjaya Group, mereka duduk di ruang bawah tanah yang gelap dan terlindung dari dunia luar. Rencana mereka yang sebelumnya tampak matang kini harus direvisi. Mereka tidak bisa lagi bekerja sembunyi-sembunyi atau secara terbuka di Jakarta. Perjuangan mereka kini harus lebih terorganisir dan terencana dengan sangat hati-hati.Via, yang sejak awal menjadi tulang punggung teknologi mereka, memberikan informasi terbaru mengenai pe
Meskipun mereka telah berhasil meruntuhkan salah satu jaringan korupsi terbesar di negara itu, Amira dan Anzar tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai. Tangan-tangan yang kuat yang dikendalikan oleh Subagio dan kroninya tidak akan hanya duduk diam setelah kalah dalam satu pertempuran besar. Mereka tahu bahwa banyak yang tersisa untuk diperbaiki, dan dunia mereka akan terus dipenuhi dengan bahaya yang mengintai.Beberapa minggu setelah konferensi pers yang mengungkap skandal besar itu, Amira dan Anzar duduk di ruang tamu dirumah kecil mereka, disebuah desa yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk Jakarta. Meskipun perasaan lega karena kemenangan mereka terasa, mereka juga merasa seolah-olah ada bayangan yang selalu mengikuti mereka.Menghadapi Bayang-Bayang Masa LaluAmira memandang jauh ke luar jendela, matanya terpaku pada hijaunya ladang yang membentang luas di depan rumah mereka. "Apa kita benar-benar aman?" tanyanya pelan, seolah berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada
Amira dan Anzar kembali dari pertemuan dengan Ibu Susi dengan penuh tekad. Kini mereka memahami bahwa perjuangan mereka belum selesai. Berita tentang skandal Mekarjaya Group telah menyebar luas, memicu protes besar-besaran, tetapi Subagio Dormanjoyo dan kroninya masih bebas, melancarkan upaya untuk membungkam kebenaran. "Kita harus membuat langkah terakhir yang akan benar-benar menjatuhkan mereka," kata Amira saat mereka duduk di ruang kecil perlindungan polisi. "Semua bukti yang kita kumpulkan harus digunakan untuk menyerang inti jaringan mereka." Anzar mengangguk, matanya penuh keseriusan. "Tapi kita harus hati-hati. Mereka pasti akan meningkatkan pengawasan dan mencoba menjebak kita. Kita butuh rencana yang sangat matang." Strategi Baru Malam itu, Amira, Anzar, Indra, dan Via berkumpul di sebuah lokasi rahasia yang disediakan oleh jaringan jurnalis independen. Mereka mulai memetakan langkah-langkah berikutnya. Via, dengan keahliannya sebagai hacker, menemukan jejak transaksi mencur
Amira, Anzar, dan Indra duduk di dalam pondok kecil milik Pak Alex. Malam semakin larut, namun suasana hening di luar hutan tidak membawa ketenangan. Mereka baru saja melarikan diri dari pengejaran sengit, dan kini mereka harus menyusun rencana matang untuk menghadapi ancaman Mekarjaya Group yang semakin nyata."Kita tidak bisa terus berlari," kata Amira, mencoba menenangkan napasnya. "Kita harus menyerang balik. Tapi dengan cara yang benar."Anzar menatap Amira dengan ragu. "Kita ini siapa? Mekarjaya punya koneksi, uang, dan orang-orang yang bersenjata. Kita cuma punya rekaman dan keberanian nekat."Indra, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Aku setuju dengan Amira. Kita memang kecil, tapi bukan berarti tidak bisa melawan. Kita harus mencari dukungan. Orang-orang yang juga dirugikan oleh Mekarjaya pasti ada. Kalau kita bisa mengumpulkan bukti lebih banyak, kita pasti punya peluang."Amira mengangguk, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat. "Kita butuh jaringan. Orang-orang y