Tuan Gio menarik napas dalam.
"Ya." Sissy menelan salivanya. Tebakannya adalah dirinya merupakan istri simpanan. Tapi untuk apa Tuan Gio menikahinya jika memiliki seorang istri dan anak? "Nona Sissy, mari ikut saya!" ajak Daren memecah keheningan sesaat. Sissy tak banyak bicara. Ia mengangguk lalu berjalan mengikuti Daren pergi. Sementara Tuan Gio menatap kepergian keduanya hingga menghilang dari pandangannya. "Aku harus fokus kepada kesehatan Ayra dulu setelah itu baru aku akan menjelaskannya kepada gadis itu," lirihnya lalu berbalik menuju ruangan tempat keponakan kecilnya dirawat. **** Sepanjang perjalanan pulang, Sissy diam saja. Perasaannya sangat dilema. Dirinya tidak menyangka jika menikahi seorang pria yang sudah memiliki anak istri. "Bagaimana bisa aku justru setuju menikah kontrak dengan pria itu. Sekarang aku menjadi orang ketiga? Pantas saja dia hanya meminta menikah secara kontrak saja," batin Sissy. Mata Sissy berkaca-kaca. Ia menahan rasa sakit di dadanya. Terusir dari keluarganya, justru sekarang terjebak dalam hubungan dari pria asing yang ternyata sudah berkeluarga. Sepulang dari rumah sakit, Sissy langsung masuk ke kamar. Ia berjalan lesu menuju tempat tidur hendak melepas penat. Langkahnya berhenti saat matanya tertuju ke arah meja rias. Di atasnya terdapat surat salinan kontrak yang tadi pagi ia tanda tangani. Sissy melangkah ke arah meja rias dan meraih surat itu. Napasnya berat sambil membuka perlahan surat perjanjian itu. "Menarik. Kontrak satu tahun tanpa memiliki anak dan tidak menuntut adanya hubungan suami istri." Sissy menertawakan dirinya juga nasibnya. "Sebenarnya apa yang pria itu mau dari pernikahan ini bersamaku?" Sissy menaruh salinan kontrak itu di laci meja riasnya. Ia berjalan lesu ke tempat tidurnya lalu merebahkan dirinya. "Sudahlah, bukankah ini menjadi pilihanku? Sekarang aku hanya tinggal menikmati semua fasilitas yang diberikan Tuan Gio sekalipun kenyataannya aku hanya simpanan," lirihnya sambil memejamkan matanya. Air keluar dari sudut matanya. Gambaran kejadian malam itu saat ia kabur dari Tuan Bejo kini terekam di memorinya. Pria yang menolongnya memiliki postur tubuh seperti Tuan Gio. Aroma parfum Tuan Gio dengan pria itu sangat mirip. Sekalipun kesadaran Sissy malam itu diragukan, tapi Sissy merasa pria malam itu mirip sekali dengan pria yang pagi ini menikahinya. Tok ... tok ... tok ... Suara ketukan membangunkan Sissy. Sissy buru-buru bangkit dan membuka pintu kamarnya. "Nona Sissy, makan siang sudah siap di meja makan." "Bibi siapa?" tanya Sissy. Wanita paruh baya itu tersenyum. "Saya pelayan di rumah ini, Nona. Nama saya Rosida," sahut sang pelayan dengan ramah memperkenalkan dirinya. "Maaf, Bi. Saya sedang tidak ingin makan. Mungkin masih kenyang," ucap Sissy berbohong karena tidak lama suara di perutnya berbunyi cukup keras. "Upssss!" Sissy menyengir. Bibi Rosida tersenyum simpul. "Nona mau saya bawakan saja makan siangnya ke kamar? Tuan Gio akan marah jika Nona tidak makan," ucap Bibi Rosida. "Enggg, baiklah. Aku ikut turun ke bawah saja. Tidak usah repot-repot membawanya kemari." Sissy kemudian keluar dan menutup pintu kamarnya perlahan. Kakinya mengikuti langkah Bibi Rosida menyusuri lantai dua menuju anak tangga. "Rumah sebesar ini terasa sepi sekali, Bi." Kembali Sissy bersuara. Bibi Rosida tersenyum lagi. "Tuan Gio datang petang. Rumah ini memang tidak berpenghuni selain saya, supir, sekuriti." Mendengar penuturan Bibi Rosida, Sissy sedikit tersentak kaget. "Loh, bukannya ada penghuni lain?" Bibi Rosida mengerutkan keningnya lalu menggeleng pelan. "Istri Tuan Gio dan putrinya. apa mereka tidak tinggal di sini?" tanya Sissy menyelidik. Mendengar pertanyaan itu, Bibi Rosida sedikit bingung. "Istri? Sepertinya Nona Sissy salah paham. Tuan Gio tidak memiliki istri selain Nona Sissy." "Bibi jangan bohong! Tadi aku habis dari rumah sakit. Di sana Tuan Gio mengunjungi putrinya yang bernama .... Ehmmmm ...." Sissy sedikit lupa dengan nama gadis kecil yang ia lihat di rumah sakit. "Siapa? Tuan Gio tidak memiliki putri. Oh, apakah maksud Nona Sissy gadis itu bernama Nona Ayra?" tebak Bibi Rosida. "Ya. Benar, Bi. Namanya Ayra." Bibi Rosida menelungkupkan tangannya menutupi mulutnya. "Astaga, Nona Ayra masuk rumah sakit lagi? Ya, Tuhan! Semoga malaikat kecil itu segera sembuh. Tuan Gio pasti sangat sedih." Wajah Bibi Rosida terlihat sedih dan khawatir. "Bibi mengenal Nona Ayra. Kenapa tadi berbohong mengatakan Tuan Gio tidak memiliki anak istri?" Bibi Rosida menatap Sissy kembali. "Nona Ayra memang bukan anak dari Tuan Gio." Sissy menjadi bingung. "Nona Sissy, sebaiknya Anda makan siang dulu. Mungkin nanti Tuan Gio akan menjelaskannya kepada Nona mengenai Nona Ayra." "Hm, baiklah." Sissy akhirnya menyerah untuk mengulik lebih jauh. Sissy tidak mau Bibi Rosida menjadi terkena masalah karenanya. Sissy yang semula tidak berselera untuk makan kini berubah mood saat melihat beragam makanan enak di hadapannya. "Wow, ini semua bibi yang masak?" decaknya kagum. Selama ia tinggal di keluarga Lesmana, Sissy selalu diasingkan. Ibu tiri dan kakaknya selalu memberikannya makanan sisa. Dirinya menjadi babu di rumahnya sendiri. "Iya. Mohon maaf jika ada yang membuat Nona tidak berselera." Sissy menggeleng. Dia duduk lalu mengambil beberapa lauk pauk dan nasi hangat lalu melahapnya. "Ini semua lezat," pujinya. Bibi Rosida tersenyum melihat majikan barunya itu dengan semangat memakan masakan buatannya. Selama ini dia jarang masak karena Tuan Gio lebih sering makan di luar. "Saya akan memasakkan makanan lezat setiap hari untuk Nona Sissy," ucapnya lagi lalu permisi untuk pamit pergi ke dapur. Sissy kini kekeyangan setelah melahap hampir semua makanan yang ada di meja makan. Ia meminum segelas air putih lalu berniat beranjak dari kursi makan. Hingga akhirnya suara seseorang mengejutkannya.Tuan Gio menatap Sissy, begitu juga sebaliknya. Terlihat wajah Tuan Gio memerah seperti udang rebus. Tuan Gio mendadak rebah di atas tubuh Sissy. "Tuan? Tuan baik-baik saja? Tuan?" Sissy mencoba mendorong tubuh Tuan Gio yang besar itu perlahan dari tubuhnya sehingga pria itu menjauh dan merebahkan dirinya di sisi sebelah Sissy. Sissy bangkit lalu memegang kening Tuan Gio. Wajahnya sedikit terkejut. "Astaga, Anda demam?" Sissy buru-buru bangkit. Ia melupakan kejadian yang membuat dirinya sedikit terguncang dan takut akan sosok pria yang tengah mabuk itu.Sissy memperbaiki baju tidurnya lalu keluar kamar perlahan menuju dapur. Ia berniat untuk mengompres Tuan Gio."Dia pasti kelelahan sampai demam begitu. Malam ini pun harus lembur," batin Sissy.Dengan cepat ia kembali ke kamarnya. Sissy melepaskan alas kaki Tuan Gio. Sissy menyelimutinya dan mulai mengompres suami kontraknya yang sudah tertidur."Ternyata kalau dilihat baik-baik, dia sangat tampan juga kalau posisi tidur begini." S
Jeni tersenyum puas setelah mendengar pembicaraan Tuan Gio melalui alat penyadapnya. Dia merasa mendapatkan bahan yang sempurna untuk menjatuhkan Sissy sekali lagi."Ini sungguh menarik," decak Jeni kepada dirinya sendiri. "Jika Gio berpikir bahwa Sissy memiliki hubungan dengan salah seorang pewaris di keluarga Admaja, bukankah itu bisa menjadi awal dari akhir Sissy di rumah ini."Jeni mulai memikirkan cara untuk memanfaatkan informasi ini. Gadis itu yakin bahwa ini akan menjadi kesempatan besar untuknya untuk menjatuhkan Sissy dan mendapatkan kembali posisinya di hati Gio. Dengan senyum licik di wajahnya, Jeni mulai merencanakan langkah selanjutnya.****Selain model yang cantik dan seksi, Jeni sebenarnya adalah gadis yang cerdas. Terbukti sekarang dia dengan cepat menemui seorang detektif bayaran yang terpercaya di kota ini untuk membantu menemukan identitas orang dari keluarga Admaja yang berusaha mendekati Sissy. Detektif itu, yang memiliki reputasi baik dalam menangani kasus-kasu
"Tuan Giovani Dirgantara. Apa benar itu nama Anda?" kata suara bariton di telepon. "Saya rasa kamu sudah tahu siapa saya."Tuan Gio tidak menjawab, dia hanya menunggu lawan bicaranya untuk melanjutkan."Saya lihat kamu sudah menangkap orang yang saya tugaskan untuk memata-matai Nona Sissy," kata pria itu. "Saya harus mengakui bahwa kamu sangat cepat juga."Tuan Gio merasa marah dan kesal. "Apa yang kamu inginkan?" dia bertanya dengan nada yang tajam.Pria itu tertawa. "Saya ingin bertemu denganmu, Tuan Gio. Saya rasa kita memiliki hubungan yang sama-sama menarik."Tuan Gio merasa penasaran. "Apa hubunganmu dengan Sissy?""Saya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sissy. Saya rasa kamu perlu mengetahuinya."Tuan Gio merasa kesal. "Apa yang kamu maksud?" dia bertanya dengan nada yang keras.Pria itu tertawa lagi. "Saya ingin bertemu denganmu secara langsung, Tuan Gio. Saya rasa kita perlu berbicara tentang Sissy."Tuan Gio mengeraskan rahangnya. Ia semakin penasaran dan kesal. "Ba
Daren menangkap pria yang mengikuti Sissy, memutar tubuhnya dan menempelkannya ke dinding. Sissy sangat terkejut melihat adegan itu, dia tidak percaya bahwa pria yang mengikuti dia sejak kemarin akhirnya tertangkap basah."Siapa kamu? Apa tujuanmu mengikuti Sissy?" Daren bertanya dengan nada suara setengah berteriak.Pria itu tidak mau menjawab, dia hanya diam dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Daren kehilangan kesabaran dan memukul perut sang pria yang sempat ia tahan itu."Aku tanya lagi, siapa kamu? Apa tujuanmu?" Daren bertanya dengan nada yang lebih keras.Pria itu masih tidak mau menjawab, dia hanya menggigit bibirnya dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Sissy merasa sedikit takut melihat adegan itu, tapi dia juga merasa lega bahwa pria yang mengikuti dia telah tertangkap."Tuan Daren, sebaiknya kita membawanya ke kantor polisi saja," ucap Sissy mencoba untuk menenangkan situasi.Daren memandang Sissy dan mengangguk. "Ya, kita akan membawanya
Sepulang dari kantor Tuan Gio, Sissy yang diantar jemput supir meminta sang supir untuk mampir ke sebuah toko kue yang terletak di dekat rumah Tuan Gio. Ia ingin membelikan Ayra—keponakanan Tuan Gio— sebuah cake lemon keju yang lezat."Paman apakah kita bisa mampir ke toko kue itu?" tanya Sissy, menunjuk ke arah toko kue.Sang supir mengangguk dan mengarahkan mobil ke arah toko kue. Saat mereka tiba di toko kue, Sissy langsung masuk ke dalam toko dan memilih cake lemon keju. "Ayra pasti menyukai ini!" gumamnya dengan perasaan senang.Saat Sissy sedang mengantri untuk membayar cake yang ia beli di kasir, dia merasa diamati oleh seseorang dari jarak jauh. Ya, perasaan itu ia rasakan saat memasuki toko kue, memilih kue, hingga detik ini. Sissy mencoba menoleh ke belakang, tapi tidak melihat siapa-siapa. Sissy merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Setelah proses pembayaran selesai, Sissy buru-buru kembali ke mobil."Orang itu sepertinya memperhatikanku dari t
Beberapa saat sebelum kedatangan Sissy. Jeni mendatangi kantor milik Tuan Gio. Karyawan di sana tidak asing lagi dengan Nona Jeni yang dulunya adalah tunangan dari bos mereka. Sehingga saat Jeni datang, mereka terlihat patuh dan hormat kepadanya, meski banyak mata yang melirik dan berbisik pelan saat Jeni melewati mereka. "Bukankah itu Nona Jeni?" "Ya, dia terlihat makin cantik sekali." "Ku dengar dia sekarang menjadi model yang terkenal." "Lama sekali tidak muncul, akhirnya dia kembali." "Bukankah Tuan Gio sudah menikah? Apakah dia istrinya?" "Kurasa bukan. Tapi, melihatnya ada di sini aku menjadi yakin." "Kupikir mereka sudah putus. Nyatanya mereka masih memiliki hubungan." "Ya, lihat saja dia membawakan makan siang. Bukankah itu artinya mereka masih spesial?" Jeni bisa mendengar suara-suara berbisik itu. Dia tersenyum lirih. Dia memang ingin diakui sebagai Nyonya Dirgantara. Kemunculannya memunculkan berbagai spekulasi dan bahan gosip. "Ternyata Gio belum memp