Tanpa banyak bertanya. Tuan Gio langsung bergerak masuk ke dalam mobil. Sementara Sissy begitu saja ditinggal.
Sissy yang bingung, langsung inisiatif menyetop taksi lalu memerintahkan sang supir untuk mengikuti mobil sedan yang menjemput Tuan Gio tadi. "Ikuti mobil itu, Pak!" perintahnya Sissy terpaksa harus mengikuti Tuan Gio karena dirinya tidak tahu arah jalan pulang ke rumah Tuan Gio. Ditinggal begitu saja setelah menikah tentu bukan pertanda baik bagi Sissy. "Bisa-bisanya dia meninggalkanku begitu saja! Sebenarnya siapa itu Ayra? Sepertinya dia begitu penting untuk Tuan Gio. Apakah itu istrinya? Astaga–" decak Sissy menduga-duga. Beruntung tadi saat di kantor catatan sipil Tuan Gio menitipkan jam tangannya kepada Sissy saat hendak pergi ke toilet. Sekarang jam tangan itu menjadi alat untuk Sissy membayar ongkos taksi yang ia tumpangi. "Pak, saya nggak bawa uang! Bolehkah ongkosnya dibayar pakai jam tangan ini?" Supir itu melihat jam mewah berkilau itu. "Harga jam ini pasti mahal, Nona. Nona yakin ini bukan barang curian?" Sissy menggeleng. "Itu jam tangan suami saya. Salah dia yang tidak memberikan saya uang tunai, tapi malah meninggalkan saya begitu saja. Saya yang akan menjadi penjamin kalau tidak akan ada masalah di kemudian hari," ujarnya meyakinkan. Supir itu mengambil dengan ragu-ragu. Sissy lega saat sang supir mau menerimanya. Sissy tidak tahu saja jam tangan itu bernilai empat miliyar. **** Tuan Gio yang baru tiba di rumah sakit, langsung berlari ke ruang rawat VIP setelah mendapat informasi jika gadis kecil yang dilarikan ke IGD sudah dipindahkan. "Gio!" Suara seorang wanita melihat kehadiran Tuan Gio. Dia adalah ibu tiri Tuan Gio. "Permisi, biarkan saya masuk untuk menemuinya." Tuan Gio tak ingin menggubris wanita tua itu. Dia ingin segera menemui gadis kecil bernama Ayra. Namun, lagi-lagi ia dicegat. "Ayra tidak kenapa-kenapa. Jangan terlalu panik," ucap Tuan Abraham. Pria berusia 65 tahun ini adalah ayah dari Tuan Gio. Tuan Gio menatap nanar ke arah ayahnya. "Kalau nggak kenapa-kenapa, Ayra tidak mungkin sampai harus dilarikan ke rumah sakit. Kalian semua nggak becus mengurusnya!" "Jaga ucapanmu. Selama ini kamu tidak ikut mengurusnya," sahut Tuan Abraham tak senang hati dinilai buruk oleh anaknya. "Ayah yang melarangku mengambil Ayra. Ayah juga yang merasa paling berhak atas Ayra. Sekarang, ayah nggak mau disalahkan? Ck." Manik mata Tuan Gio bergerak menatap sengit lawan bicaranya "Kamu–" Tuan Abraham naik pitam. Beruntung istrinya mencoba menengahi. "Kalian berdua berhentilah bertengkar di rumah sakit. Gio, jika kamu mau melihat Ayra, masuklah!" Tanpa mau peduli lagi, Tuan Gio langsung masuk. "Kenapa kamu membiarkan dia masuk? Aku belum selesai memberikannya–" "Sssst! Sayang, ini rumah sakit. Tidak baik ribut. Jika Ayra mendengar, dia akan sedih melihat kakek dan pamannya bertengkar. Lagi pula, Gio sedang khawatir. Wajar jika dia merasa marah. Salahku yang tidak memperhatikan Ayra. Dia pasti kelelahan setelah liburan kemarin," tutur Nyonya Dessy. "Aku hanya tidak suka sikapnya yang menghakimi tanpa mau mendengar. Sangat tidak menggambarkan pewaris dari keluarga Dirgantara!" tandas Tuan Abraham. Nyonya Dessy menggandeng lengan suaminya lalu merebahkan kepalanya di lengan sang suami. "Berikan mereka waktu berdua. Mereka sudah lama tidak bertemu. Mari kita pergi cari minum. Sepertinya kau butuh kopi," bujuk Nyonya Dessy. Tuan Abraham pun tak bisa menolak permintaan istrinya. Ia pun mengangguk setuju. Sissy mencoba bersembunyi di balik tembok agar tidak terlihat Tuan dan Nyonya yang baru saja dilihatnya berseteru dengan Tuan Gio. "Pria itu sama sekali tidak sopan dengan orang tua! Sebenarnya ada hubungan apa mereka sampai Tuan Gio begitu marah?" desis Sissy bertanya dalam hati. Melihat kondisi aman. Sissy memberanikan diri mendekati ruang rawat VIP itu. Ia mencoba membuka sedikit dan mengintip. Sissy tahu sebenarnya perbuatannya salah. Hanya saja, rasa penasarannya begitu besar. Dia merasa kehidupan suami barunya sangat penuh teka-teki yang harus ia pecahkan sendiri. Lewat celah kecil, Sissy bisa melihat punggung belakang Tuan Gio yang tengah memegang sebuah tangan yang dipasangi selang infus. Pupil mata Sissy membesar. "Jadi dia yang bernama Ayra," lirih Sissy. "Nona Sissy!" tegur seseorang mengejutkan Sissy. "Eh–" Sissy membalikkan tubuhnya dan dengan cepat menutup kembali pintu ruangan VIP. "Kamu itu ...." "Saya adalah asistennya Tuan Gio. Nama saya Daren. Apa yang sedang Nona lakukan di sini?" "Tadi kalian meninggalkanku begitu saja. Jadi aku mengikuti kalian." Daren menghela napas. "Mari ikut saya! Nona tidak boleh berada di sini. Jika Tuan Gio tahu, dia pasti akan marah." Sissy mengikuti jejak langkah Daren menuju lorong rumah sakit. Tak lama suara ponselnya berbunyi. Daren menerima panggilan itu. Sissy bisa mendengar bagaimana asisten Tuan Gio sedang mengadu. "Mengapa kamu mengadukanku?" protes Sissy dengan wajah cemberut. Daren tak menjawab. Dia menunggu sampai Tuan Gio datang menghampiri mereka. Sissy terus mendumel. "Ck! Kalian yang salah. Kalian pergi begitu saja. Apakah kalian lupa, jika aku ada di sana? Wajar aku menyusul. Aku mana tahu alamat rumah bosmu!" "Ehem!" Tuan Gio berdehem. Sissy menutup rapat mulutnya. Mendadak nyalinya ciut dengan tatapan Tuan Gio yang sangat tajam. "Tuan, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud memata-matai Anda atau ikut campur urusan Anda. Sumpah!" cerocos Sissy sambil menunduk. Ia memainkan jari jemarinya untuk menenangkan dirinya sendiri. Jantung Sissy rasanya mau copot. "Daren, antarkan gadis ini pulang! Jangan sampai ada orang dari Dirgantara melihatnya," perintah Tuan Gio kepada Daren. "Siap, Tuan." Dito mengangguk. "Nona mari ikut saya," ajak Dito. Sissy melirik ke arah Tuan Gio. "Ada apa lagi, hah?" Tuan Gio mendengkus kesal menerima tatapan Sissy. "Apakah anak kecil itu adalah putri Anda, Tuan?"Tuan Gio menatap Sissy, begitu juga sebaliknya. Terlihat wajah Tuan Gio memerah seperti udang rebus. Tuan Gio mendadak rebah di atas tubuh Sissy. "Tuan? Tuan baik-baik saja? Tuan?" Sissy mencoba mendorong tubuh Tuan Gio yang besar itu perlahan dari tubuhnya sehingga pria itu menjauh dan merebahkan dirinya di sisi sebelah Sissy. Sissy bangkit lalu memegang kening Tuan Gio. Wajahnya sedikit terkejut. "Astaga, Anda demam?" Sissy buru-buru bangkit. Ia melupakan kejadian yang membuat dirinya sedikit terguncang dan takut akan sosok pria yang tengah mabuk itu.Sissy memperbaiki baju tidurnya lalu keluar kamar perlahan menuju dapur. Ia berniat untuk mengompres Tuan Gio."Dia pasti kelelahan sampai demam begitu. Malam ini pun harus lembur," batin Sissy.Dengan cepat ia kembali ke kamarnya. Sissy melepaskan alas kaki Tuan Gio. Sissy menyelimutinya dan mulai mengompres suami kontraknya yang sudah tertidur."Ternyata kalau dilihat baik-baik, dia sangat tampan juga kalau posisi tidur begini." S
Jeni tersenyum puas setelah mendengar pembicaraan Tuan Gio melalui alat penyadapnya. Dia merasa mendapatkan bahan yang sempurna untuk menjatuhkan Sissy sekali lagi."Ini sungguh menarik," decak Jeni kepada dirinya sendiri. "Jika Gio berpikir bahwa Sissy memiliki hubungan dengan salah seorang pewaris di keluarga Admaja, bukankah itu bisa menjadi awal dari akhir Sissy di rumah ini."Jeni mulai memikirkan cara untuk memanfaatkan informasi ini. Gadis itu yakin bahwa ini akan menjadi kesempatan besar untuknya untuk menjatuhkan Sissy dan mendapatkan kembali posisinya di hati Gio. Dengan senyum licik di wajahnya, Jeni mulai merencanakan langkah selanjutnya.****Selain model yang cantik dan seksi, Jeni sebenarnya adalah gadis yang cerdas. Terbukti sekarang dia dengan cepat menemui seorang detektif bayaran yang terpercaya di kota ini untuk membantu menemukan identitas orang dari keluarga Admaja yang berusaha mendekati Sissy. Detektif itu, yang memiliki reputasi baik dalam menangani kasus-kasu
"Tuan Giovani Dirgantara. Apa benar itu nama Anda?" kata suara bariton di telepon. "Saya rasa kamu sudah tahu siapa saya."Tuan Gio tidak menjawab, dia hanya menunggu lawan bicaranya untuk melanjutkan."Saya lihat kamu sudah menangkap orang yang saya tugaskan untuk memata-matai Nona Sissy," kata pria itu. "Saya harus mengakui bahwa kamu sangat cepat juga."Tuan Gio merasa marah dan kesal. "Apa yang kamu inginkan?" dia bertanya dengan nada yang tajam.Pria itu tertawa. "Saya ingin bertemu denganmu, Tuan Gio. Saya rasa kita memiliki hubungan yang sama-sama menarik."Tuan Gio merasa penasaran. "Apa hubunganmu dengan Sissy?""Saya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sissy. Saya rasa kamu perlu mengetahuinya."Tuan Gio merasa kesal. "Apa yang kamu maksud?" dia bertanya dengan nada yang keras.Pria itu tertawa lagi. "Saya ingin bertemu denganmu secara langsung, Tuan Gio. Saya rasa kita perlu berbicara tentang Sissy."Tuan Gio mengeraskan rahangnya. Ia semakin penasaran dan kesal. "Ba
Daren menangkap pria yang mengikuti Sissy, memutar tubuhnya dan menempelkannya ke dinding. Sissy sangat terkejut melihat adegan itu, dia tidak percaya bahwa pria yang mengikuti dia sejak kemarin akhirnya tertangkap basah."Siapa kamu? Apa tujuanmu mengikuti Sissy?" Daren bertanya dengan nada suara setengah berteriak.Pria itu tidak mau menjawab, dia hanya diam dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Daren kehilangan kesabaran dan memukul perut sang pria yang sempat ia tahan itu."Aku tanya lagi, siapa kamu? Apa tujuanmu?" Daren bertanya dengan nada yang lebih keras.Pria itu masih tidak mau menjawab, dia hanya menggigit bibirnya dan memandang Daren dengan mata yang penuh kebencian. Sissy merasa sedikit takut melihat adegan itu, tapi dia juga merasa lega bahwa pria yang mengikuti dia telah tertangkap."Tuan Daren, sebaiknya kita membawanya ke kantor polisi saja," ucap Sissy mencoba untuk menenangkan situasi.Daren memandang Sissy dan mengangguk. "Ya, kita akan membawanya
Sepulang dari kantor Tuan Gio, Sissy yang diantar jemput supir meminta sang supir untuk mampir ke sebuah toko kue yang terletak di dekat rumah Tuan Gio. Ia ingin membelikan Ayra—keponakanan Tuan Gio— sebuah cake lemon keju yang lezat."Paman apakah kita bisa mampir ke toko kue itu?" tanya Sissy, menunjuk ke arah toko kue.Sang supir mengangguk dan mengarahkan mobil ke arah toko kue. Saat mereka tiba di toko kue, Sissy langsung masuk ke dalam toko dan memilih cake lemon keju. "Ayra pasti menyukai ini!" gumamnya dengan perasaan senang.Saat Sissy sedang mengantri untuk membayar cake yang ia beli di kasir, dia merasa diamati oleh seseorang dari jarak jauh. Ya, perasaan itu ia rasakan saat memasuki toko kue, memilih kue, hingga detik ini. Sissy mencoba menoleh ke belakang, tapi tidak melihat siapa-siapa. Sissy merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Setelah proses pembayaran selesai, Sissy buru-buru kembali ke mobil."Orang itu sepertinya memperhatikanku dari t
Beberapa saat sebelum kedatangan Sissy. Jeni mendatangi kantor milik Tuan Gio. Karyawan di sana tidak asing lagi dengan Nona Jeni yang dulunya adalah tunangan dari bos mereka. Sehingga saat Jeni datang, mereka terlihat patuh dan hormat kepadanya, meski banyak mata yang melirik dan berbisik pelan saat Jeni melewati mereka. "Bukankah itu Nona Jeni?" "Ya, dia terlihat makin cantik sekali." "Ku dengar dia sekarang menjadi model yang terkenal." "Lama sekali tidak muncul, akhirnya dia kembali." "Bukankah Tuan Gio sudah menikah? Apakah dia istrinya?" "Kurasa bukan. Tapi, melihatnya ada di sini aku menjadi yakin." "Kupikir mereka sudah putus. Nyatanya mereka masih memiliki hubungan." "Ya, lihat saja dia membawakan makan siang. Bukankah itu artinya mereka masih spesial?" Jeni bisa mendengar suara-suara berbisik itu. Dia tersenyum lirih. Dia memang ingin diakui sebagai Nyonya Dirgantara. Kemunculannya memunculkan berbagai spekulasi dan bahan gosip. "Ternyata Gio belum memp