Nova langsung menaiki taksi ke rumah sakit di mana ibunya berada.Setelah tiba rumah sakit, kebetulan bertemu dengan Gary yang keluar dari dalam."Lho, bukannya ini putriku?"Nova menggertakkan gigi. "Apa sebenarnya yang kamu inginkan?"Gary tetap seperti itu."Apa kamu masih belum jelas dengan apa yang aku inginkan?""Gary, apa kamu nggak takut karma buruk?""Karma terburuk yang pernah aku alami adalah ketemu kamu dan ibumu!"Usai berbicara, Gary mengesampingkan Nova dan berbalik pergi.Sementara itu, Nova berdiri diam di tempat dan tangannya bergetar karena marah. Perutnya juga terasa sakit.Dia segera menelepon Nabila."Mungkin karena terlalu emosi. Kamu cepat cari tempat duduk untuk menenangkan suasana hati. Kalau masih saja sakit, cepat datang ke rumah sakit."Nova mengakhiri panggilan, lalu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan emosinya.Setelah duduk sebentar di samping, barulah rasa sakitnya perlahan menghilang.Akhirnya perutnya sudah tidak sakit lagi, barulah dia menghe
Brian berkata dengan tatapan muram, "Kalau begitu, mohon segera lakukan, jangan menunda jabatan manajer baru."Nova terdiam beberapa saat. "Aku bakal segera mengurusnya."Usai berbicara, dia meletakkan proposal di depan Brian. "Ini adalah proposal produk baru, coba Pak Brian lihat apa masih ada yang perlu direvisi."Brian juga langsung membaca dengan serius tanpa banyak bicara.Terhadap pekerjaan, sikapnya selalu sangat serius, bahkan bisa dibilang sangat tegas.Dia tidak membiarkan Nova pergi, sehingga Nova hanya bisa berdiri sambil menunggu dia selesai baca.Sebenarnya isi proposal ini tidak banyak, hanya belasan halaman.Namun, Brian malah membacanya selama lebih dari satu jam.Dia menanyakan setiap baris, setiap halaman dengan jelas.Setelah memastikan tidak bermasalah, barulah dia membubuhkan tanda tangan dirinya, lalu menyerahkan kepada Nova.Nova menyambutnya, lalu ragu-ragu di tempat."Apa Bu Nova masih ada urusan?" Brian menatapnya dengan ekspresi datar.Nova terdiam dua detik
Brian duduk di sofa dengan malas dan santai.Bisa dilihat, suasana hatinya saat ini lumayan bagus.Sementara wanita yang duduk di sampingnya justru wanita di kafe tadi malam.Saking pendeknya rok wanita itu sudah sampai pangkal paha.Nova melirik kaki wanita itu yang menempel pada Brian, lalu mengalihkan pandangan.Sepertinya dia datang tidak tepat pada saatnya.Ekspresi wajah wanita itu sontak menjadi muram ketika melihat Nova masuk.Namun, dia tidak mengatakannya di depan Brian.Brian agak mengangkat alis mata sambil menatap Nova."Bu Nova, ada masalah?"Nova menatap wanita di sisi Brian."Memang ada sedikit masalah."Brian bersandar di sofa. "Kalau masalah resign, Bu Nova bisa langsung berurusan dengan Departemen HR saja."Nova terdiam sejenak, lalu berkata, "Bukan masalah resign."Brian tersenyum simpul. "Kalau begitu, masalah apa? Aku pikir Bu Nova cari aku hanya karena urusan resign."Nova mengabaikan sindirannya. Dia menatap wanita yang duduk di samping Brian."Aku mau berbicara
"Nova!"Brian tiba-tiba mencubit dagunya dengan kejam.Nova terdiam.Sebenarnya Brian jarang marah.Kebanyakan waktu, dia tidak menunjukkan kemarahannya.Dia menyembunyikan emosinya di dalam hati dan tidak membenarkan orang lain untuk mengetahuinya.Namun, sekarang tatapannya yang penuh amarah malah membuat Nova agak takut."Aku bercanda." Usai berbicara, dia saling bertatapan dengan Brian dan bertanya, "Menurut Pak Brian, aku sebanding nggak?"Tatapan Brian semakin dingin. "Kalau kamu menawarkan harga ini, lebih baik kamu menunjukkan nilai dari harga ini."Usai berbicara, Brian berdiri. "Setelah selesai kerja, segera pulang."Nova menyunggingkan senyuman. "Baik."Setelah pulang kerja, Nova langsung pulang ke rumah.Rumah itu sebenarnya adalah sebuah apartemen yang dihadiahkan oleh Brian kepadanya saat mereka bersama.Setiap sudut diatur menurut kebahagiaan yang dia rasakan kala itu.Selama ini dia menyebut tempat ini sebagai rumahnya.Rumah mereka berdua.Begitu Nova masuk rumah, dia
"Apa yang terjadi?"Suaranya dingin dan tatapannya terjatuh pada perut Nova.Selama ini Brian paranoid dan sensitif.Nova sangat jelas bahwa mungkin Brian sudah mencurigai dirinya.Nova menundukkan kepala. "Satu hari nggak makan, sehingga perut kurang nyaman."Ekspresi Brian tidak jelas dan mencengkeram belakang lehernya untuk memaksa dia mendongak. "Benar hanya karena perut kurang sehat?"Nova tidak berani mengelak pandangannya. "Benar. Gary mencari masalah padaku seharian, sehingga nggak ada selera makan. Perutku memang kurang sehat, ditambah dengan tadi tiba-tiba makan bubur dengan tergesa-gesa, sehingga mau muntah."Brian menatapnya beberapa lama, lalu mengangguk dengan ragu-ragu. "Besok pergi periksa."Nova mengepalkan jari tangan. "Baik."Dia mengatupkan bibir dan akhirnya tidak sabar mengetesnya."Apa Pak Brian mencurigai aku hamil?"Brian berjalan ke tepi jendela dan menyalakan sebatang rokok.Setelah mengisapnya, dia baru berkata."Selalu lebih baik untuk berhati-hati. Bu Nova
"Nabila, kamu mesti membantuku.""Bantu apa?""Dia mencurigai aku sudah hamil dan besok bakal suruh sekretarisnya bawa aku pergi periksa. Kamu bantu aku cetak selembar pemeriksaan kehamilan yang palsu."Nabila tiba-tiba terbungkam."Nabila?" Nova mengerutkan kening sambil memanggilnya."Ini anak Brian?" Nabila tiba-tiba bertanya.Nova tertegun, karena tidak sangka Nabila bisa menebaknya.Namun, dia tidak perlu menyembunyikannya dari Nabila dan berkata terus terang, "Benar, anak Brian.""Waduh, ternyata benar-benar anaknya! Apa dia telah memaksamu? Dasar pria bajingan, kelihatannya tampan, ternyata nggak bermoral, bahkan memaksamu!"Nova bingung dengan serangkaian kata-kata kasar dari Nabila.Beberapa lama kemudian, dia baru tiba-tiba tersenyum pahit. "Bukan, dia nggak memaksaku."Nabila tiba-tiba berpikiran lain. "Kalau begitu, kamu telah menggodanya?"Nova menarik napas. "Aku telah menjadi simpanannya sejak 3 tahun yang lalu."Nabila tiba-tiba bungkam."Apa perbuatanku ini mengejutkan
Keesokan paginya, sekretaris umum Brian langsung mengetuk pintu rumah Nova.Dia berdiri di depan pintu dengan wajah tersenyum simpul. "Bu Nova, Pak Brian suruh saya bawa Anda pergi periksa.""Baik, maaf telah merepotkan Anda."Tiba di rumah sakit, Nova menghela napas lega setelah melihat Nabila yang berdiri di area pengambilan sampel.Setelah mengambil darah, sekretaris umum itu membawa Nova makan sesuatu."Kata Pak Brian, hari ini Anda boleh istirahat satu hari.""Baik." Nova tidak menolak, karena kebetulan dia ada urusan lain.Setelah berpisah dengan sekretaris umum itu, Nova langsung menuju lokasi sesuai perjanjian untuk menemui Alex."Mau minum apa?"Nova baru saja duduk, Alex langsung bertanya padanya."Air mineral saja."Alex bantu memesan air mineral untuknya.Nova menyesapnya, lalu mulai omong blak-blakan."Sebelumnya kamu bilang butuh bantuanku, apa itu?"Usai berbicara, Nova tersenyum. "Saat itu aku juga nggak menanyakan detail-nya, setelah dipikirkan, apa mungkin kamu mau be
Bisa dikatakan bahwa dia adalah wanita kesukaan baru Brian.Bagaimanapun, Brian tidak akan memberi kesempatan kepada wanita yang tidak diminati untuk mendekati dirinya.Sementara itu, Yenni ini sudah ketiga kalinya.Nova berdiri diam di depan pintu, sedangkan Alex mengangkat alis matanya."Kenapa?"Nova segera tersentak."Bagaimana kalau kita ganti tempat lain saja?"Alex masih belum buka suara langsung ada yang memanggilnya."Bu Nova, kamu juga mau makan di sini ya?"Yenni itu memanggil Nova seperti sedang memamerkan diri.Bibir Nova agak pucat.Dia menoleh ke arahnya dan kebetulan bertatapan dengan Brian.Tatapan Brian sangat mendalam dan tampa emosi sedikit pun.Nova menyapanya dengan keras kepala, "Pak Brian."Brian mengangguk dengan santai.Kemudian, dia mengalihkan pandangan ke Alex.Alex juga sedang menatap Brian.Tuan dari Keluarga Frank ini adalah anak kebanggaan.Hampir setiap bidang di Kota Medin terdapat cerita legendaris dari orang tersebut.Katanya saat Brian berusia 19 t