Gareta sedang membantu Ivy membersihkan badannya, Ivy sudah mulai membaik walaupun ahli kesehatan belum menemukan penyihir penyembuh untuk mengobati Ivy. Gareta sedang menggosok pelan punggung Ivy yang penuh dengan bekas luka. Gareta berhenti menggosok dan kemudian menyentuh pelan bekas luka yang ada beberapa terlihat timbul seperti keloid. Ivy bisa merasakan itu, Ivy justru tersenyum dan kemudian menjauhkan dirinya dari Gareta dan berbalik melihat pelayannya itu."Kenapa? Kau, tidak nyaman menggosok punggungku? Kau, pasti merasa geli dan itu menjijikkan ya? Sudah berhentilah, Gareta. Kau, bisa kembali ke dapur. Aku, akan mandi sendiri," ucap Ivy sembari tersenyum.Gareta melebarkan matanya terkejut dengan ucapan Ivy, kepala Gareta lalu menggeleng dengan cepat."Tidak begitu, Nyonya muda Iv. Aku, sama sekali tidak merasa jijik. Anda salah paham," ujar Gareta yang cenderung merasa kasihan pada Ivy bukannya yang lain.Ivy tersenyum lagi lalu merebut penggosok yang Gareta pegang."Sudahl
"Bagaimana bisa kau masih sehat seperti sekarang? Aku, dengar dari para pengawal di paviliun suamimu, kau terluka saat membantu Race dan putra mahkota?" tanya Tuan Marionet tanpa sedikit basa-basi menanyakan keadaan Ivy.Gareta yang berdiri di samping Ivy yang tengah meminum tehnya, melebarkan matanya terkejut. Gareta lalu melihat ke arah Ivy tanpa bisa menyembunyikan ekspresi herannya. Ivy sendiri dengan tenang justru tersenyum dan kembali meletakkan gelas yang dia pegang ke meja."Race mencarikanku ahli kesehatan terbaik disini, Ayah," ujar Ivy menjawab.Nyonya Liana meremas tangannya sendiri lalu menatap Ivy tajam."Kenapa dia tidak mati seperti ramalan untuk Cheris? Lalu, bagaimana dengan putriku?" batin Nyonya Liana bermonolog."Jadi, Ayah dan Ibu kesini untuk apa?" tanya Ivy kemudian."Untuk mengunjungimu tentu saja, sejak kau menikah tidak sekalipun kau menemui kami di barat. Kau, sudah melupakan kami, Ivy?" ucap Nyonya Liana dengan ramahnya sangat berbeda dengan isi hatinya sa
Ivy sedang melihat keluar jendela saat Gareta masuk dengan membawakan nampan berisi makan siang Ivy."Nyonya muda Iv, makan siang anda sudah siap.""Aku, belum ingin makan, Gareta.""Tapi, Nyonya muda harus makan. Sebentar lagi ahli kesehatan datang dengan penyihir penyembuh yang sudah ditemukan."Ivy menautkan alisnya bingung mendengar ucapan Gareta, Ivy berbalik dan melihat ke arah Gareta."Untuk apa? Aku, sudah sembuh.""Itu menurut anda, Nyonya muda Iv. Menurut Tuan muda Race tidak seperti itu," ujar Gareta yang kemudian meletakan nampan yang dia pegang di atas meja."Race? Dia, disini?" tanya Ivy lagi."Tidak, Nyonya muda. Aku, dengar dia pergi ke barat," jawab Gareta yang mulai sibuk menata makanan di atas meja."Untuk apa?"Ivy berjalan mendekat pada Gareta dan membuat Gareta melihat ke arah Ivy sekarang."Sepertinya untuk membahas pengiriman batu ruby. Aku, dengar dari Miranda. Kedua orang tua Nyonya muda membantu bisnis orang tua Tuan muda Race untuk penjualan batu ruby di ti
"Tumben sekali kau mendatangi paviliun ini, Miranda? Bukankah Tuan muda Race sedang ada di barat sekarang?" tanya Selina yang sedang menyiapkan makan malam untuk Ivy."Aku, sengaja kesini. Aku, memiliki banyak waktu luang setelah pindah ke paviliun bungalo. Tuan muda Race hanya memberiku pekerjaan untuk mengurus semua kebutuhannya saja, tidak ada yang lain," terang Miranda lalu mengambil potongan buah yang seharusnya untuk Ivy."Hei! Itu untuk Nyonya muda Ivy," teriak Gareta yang terkejut dengan tingkah Miranda yang tidak sopan.Miranda melihat sekilas ke arah piring yang berisi potongan buah itu."Biarkan saja, bukankah nanti kau bisa memotongkan lagi.""Ck,,,tetap saja itu tidak sopan!"Gareta terlihat kesal dengan kelakuan Miranda, baginya rekan kerjanya itu sangat keterlaluan karena bersikap seperti. Bagaimanapun dekatnya dia dengan Race, seharusnya Miranda juga tetap harus menghormati Ivy sebagai istri dari Race. Gareta lalu membawa piring buah itu pergi dari hadapan Miranda. Ked
Ivy berlari lebih cepat lagi ketika mendengar suara kereta kuda dari kejauhan. Ivy juga terus memfokuskan dirinya untuk melihat apa yang membuat kereta kuda Race terguling. Ivy akhirnya bisa melihat kalau dari arah hutan sepanjang jalan menuju paviliunnya ada sesosok iblis yang mengincar kereta kuda Race."Apa itu? Kenapa mereka mengincar Race?" ujar Ivy yang menambah kecepatannya berlari.Ketika sudah bisa melihat kereta kuda Race, Ivy juga bisa melihat kalau di atas kereta kuda Race ada sesosok makhluk aneh itu. Ivy merapalkan mantra lalu kemudian sekarang dia sudah berpindah di atas kereta kuda Race. Di dalam kereta kuda Race bisa mendengar dan merasakan kalau di atas keretanya ada seseorang."Berhenti!" ucap Race pada kusir.Mendengar itu kusir kereta kuda Race mencoba menghentikan kereta kuda itu, tapi karena Ivy mengeluarkan sihirnya supaya Race tidak melihatnya sekarang. Kereta kuda itu tidak mau berhenti."Berhenti kataku, kusir!" ujar Race lagi sedikit meninggikan suaranya."
"Nyonya muda Ivy tidak apa-apa, Tuan muda Race. Dia hanya kelelahan dan butuh istirahat," terang ahli kesehatan paviliun."Benar kataku, 'kan? Aku, tidak apa-apa," timpal Ivy yang kemudian mengambil posisi duduk dan melihat ke arah Race yang terus memandangnya dengan wajah khawatir."Lalu, kenapa badannya begitu dingin?" tanya Race tanpa sedikit pun melihat ke arah ahli kesehatan itu dan hanya menatap Ivy saja."Sepertinya kondisinya dari terakhir kali belum benar-benar membaik. Sepertinya Nyonya muda perlu terapi lagi dengan penyihir penyembuh," ujar ahli kesehatan itu memberikan saran.Ivy menggeleng cepat lalu melihat ke arah ahli kesehatan itu."Aku, tidak apa-apa, Doha. Berikan saja aku obat yang bisa menghilangkan sakit kepala dan lemas saja," pinta Ivy."Panggil penyihir itu lagi, Doha! Jangan menunggu lama lagi, hari ini juga panggil dia!" potong Race yang tidak berpikir dua kali untuk memberikan yang terbaik untuk istrinya.Ivy menoleh ke arah Race dengan wajah tidak percaya,
Ivy membungkukkan badannya pelan saat melihat Winter datang mengunjunginya."Selamat datang di paviliunku, Putra mahkota Winter," ucap Ivy sopan.Sejak hari itu mereka berdua memang tidak saling bertemu satu sama lain. Ivy sedikit merasa canggung dan juga takut bertemu Winter. Hingga Ivy sekarang merutuki kelakuannya yang sedikit aneh menurut dirinya sendiri."Apa yang aku lakukan," ujar Ivy dalam hati.Winter sendiri menautkan alisnya merasa heran melihat tingkah Ivy."Hei! Apa yang kau lakukan, Iv?" tanyanya tidak berlama-lama menyimpan rasa anehnya."Entahlah, akupun bingung," tukas Ivy lalu memukul-mukul keningnya sendiri.Winter terkekeh pelan melihat tingkah laku Ivy, dia lalu meraih tangan Ivy dan menahan gadis itu supaya tidak memukul-mukul keningnya sendiri."Hei! Itu akan menyakitimu," ucap Winter.Ivy sedikit terkejut dengan apa yang Winter lakukan, Ivy bisa merasakan betapa hangatnya tangan Winter yang memegang tangannya sekarang. Ivy melihat ke arah tangannya lalu sejurus
Ivy baru saja bangun, semalaman penuh dia tertidur. Ivy meringis saat merasa luka di dada kirinya berdenyut sakit. Ivy memegangi dadanya dan ternyata sudah di perban."Sakit," lirihnya.Ivy lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh area kamar. Tidak ada siapapun di kamarnya selain dirinya, entah kenapa Ivy justru merasa sedikit kecewa."Biasanya Race selalu menemaniku kalau aku sedang terluka atau sakit. Apa dia tidak tahu?" gumam Ivy lalu membuka selimutnya pelan.Ivy turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju jendela kamarnya, entah kenapa jendela adalah tempat favorit Ivy. Gadis itu lalu melihat keluar jendela dan melihat para pelayan sedang membersihkan taman. Ivy tersenyum senang karena mereka merawat bunga-bunga kesukaannya tanpa ada perintah sedikitpun darinya.Sejurus kemudian Ivy kembali memegangi dadanya yang sakit."Kenapa sakit sekali, aku harus menggunakan sihir ku untuk menyembuhkan luka ini," ujarnya bermonolog.Ivy lalu memilih duduk di kursi dan kemudian mulai merapa