Share

6 || I'm Okay

Tok ... tok ... tok

Laura membuka matanya setelah mendengar suara ketukan pintu. Ia beranjak duduk dan melihat jam yang ada di nakas dekat tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5.30 WIB.

Hampir aja aku telat, batinnya dalam hati.

Tok ... tok ... tok

"Laura, ini Bibi bawakan susu."

"Iya Bik, bentar." Laura beranjak dari tempat tidur dan segera menuju pintu.

"Makasih ya Bik."

"Laura, kamu baik-baik aja kan?" Bik Mia memperhatikan wajah Laura yang tampak kurang baik.

"Aku baik-baik aja, nggak perlu khawatir Bik."

Laura berusaha tersenyum selebar mungkin untuk menutupi segalanya. Tanpa sengaja, Bik Mia menyentuh pergelangan tangan Laura yang masih terbalut kain kasa itu. Sentuhan Bik Mia mengundang sakit dari luka itu yang membuat Laura sedikit meringis kesakitan. Laura lupa menggunakan deker pelindung pergelangan tangan.

"Ini kenapa?"

"Ehh, bukan apa-apa. Hanya luka kecil saja Bik, nggak perlu khawatir."

"Kenapa bisa terluka nak? Pasti sakit ya, Bibi akan ambil obat dulu."

Laura menghentikan Bik Mia, "nggak perlu Bik, aku baik-baik aja."

Laurel datang menemui adiknya untuk hal yang sama juga, ia ingin memastikan adiknya baik-baik saja. Namun, ia melihat Bik Mia bersama Laura.

"Ini kenapa dek? Kok Lo bisa luka?" tanya Laurel yang juga melihat bercak darah di kain kasa itu.

"Bukan apa-apa, ini karena gue nggak hati-hati saat praktek biologi kemarin," ucap Laura berbohong pada Laurel dan Bik Mia. Ia tidak mau mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Lain kali Lo harus lebih hati-hati. Yaudah kita ke dokter hari ini, jangan dulu ke sekolah."

"Nggak, gue udah obatin kok. Lagian udah nggak sakit lagi."

"Kamu harus ke dokter dulu," kata Bik Mia membenarkan perkataan Laurel.

"Bik, Laura baik-baik aja kok. Bibik sama kakak nggak perlu khawatir," Laura berusaha meyakinkan mereka berdua, dan ia berhasil melakukannya.

"Yaudah, sana kamu mandi biar nggak telat sekolahnya."

"Bibik juga akan siapin sarapan dulu ya untuk kalian," Bik Mia melangkahkan kakinya menuju dapur. Sebelumnya, Laura telah menghabiskan susu yang di bawakan Bik Mia. Dan yang harus ia lakukan sekarang adalah bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

Laura menghela nafas berat, setelah semua yang kembali terjadi semalam. Aku harus bisa menghadapi semuanya, bertahanlah sedikit lagi. Maka semuanya akan kembali baik-baik saja, batinnya menyemangati dirinya sendiri.

Laura turun ke bawah untuk sarapan. Setelah apa yang terjadi semalam, Laura bahkan berpikir dua kali untuk sarapan pagi bersama mereka. Tapi ia memberanikan diri, selagi Laura masih di rumah itu, ia tidak akan pernah menyerah untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang anak. Suasana meja makan tetap seperti biasanya, ia iri dengan sikap orang tuanya pada Laurel. Tapi, memang seperti ini.

Meja makan di selingi canda tawa bahagia, tapi tidak bagi Laura. Hanya luka yang ia dapat, Laura juga kebanyakan diam dan fokus pada makanannya.

Laurel tidak bisa berbuat apa-apa, membuatnya seakan merasa bersalah atas apa yang terjadi pada adiknya. Laurel tidak bisa melindungi Laura dari orang tuanya, entah apa yang akan terjadi. Tapi harapan adik kakak itu tidak pernah putus.

•••

Seperti biasa, Laurel mengantar Laura ke sekolah sebelum ia ke kampusnya sendiri. Laurel terus memperhatikan adiknya yang sedari tadi diam, tidak seperti biasanya. Laurel tidak tahu apa yang ada di pikiran adiknya, ia berharap Laura tidak memikirkan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya.

"Kenapa sih lo suka banget pakai deker pergelangan tangan?" Laurel berusaha mencari topik yang bagus di pagi hari ini.

"Suka aja, nyaman pakainya."

Mereka menghabiskan perjalanan dengan bercakap-cakap ringan. Setidaknya, suasana cepat berubah. Dan seperti biasanya, hari-hari Laura begitu sibuk. Ia harus menyiapkan pertandingan persahabatan antarsekolah, mereka harus menang. Untuk itu, Laura melupakan sejenak masalahnya. Begitulah, Laura memang pandai dalam menyembunyikan sesuatu.

Laura tiba di sekolah, dan hal itu bertepatan dengan Rafael juga. Rafael memandang sosok yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Sejujurnya, ia penasaran dengan cowok yang selalu mengantar-jemput Laura sejak ia pindah kesekolah barunya. Rafael terus menatap Laura yang masih sedikit berbincang dengan kakaknya. Ia pun menunggunya untuk berjalan bersama menuju kelas.

"Itu, pacar lo?"

"Ini kali keduanya lo nanya tentang hal itu. Ingat jawaban gue hari itu?" Laura bertanya balik kepada Rafael, ia bahkan tidak menghentikan langkahnya.

"Iya ingat kok, gue kan nggak pikun."

"Dan itu juga jawaban gue hari ini. Dari pada lo mikirin itu, mending pikirin deh gimana caranya kita menang dalam pertandingan beberapa hari lagi."

Rafael terlihat kesal dengan jawaban Laura, entah mengapa ia sangat mengharapkan Laura menjawab pertanyaan konyolnya itu. Mereka berdua berjalan di selasar ruang-ruang kelas. Dan seperti rutinitas tim basket, mereka terus mengasah kemampuan mereka agar bisa menang dalam pertandingan ini.

✿✿✿

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status