Home / Young Adult / Not Allone / 6 || I'm Okay

Share

6 || I'm Okay

Author: Kim-Yn
last update Last Updated: 2021-09-10 10:10:00

Tok ... tok ... tok

Laura membuka matanya setelah mendengar suara ketukan pintu. Ia beranjak duduk dan melihat jam yang ada di nakas dekat tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5.30 WIB.

Hampir aja aku telat, batinnya dalam hati.

Tok ... tok ... tok

"Laura, ini Bibi bawakan susu."

"Iya Bik, bentar." Laura beranjak dari tempat tidur dan segera menuju pintu.

"Makasih ya Bik."

"Laura, kamu baik-baik aja kan?" Bik Mia memperhatikan wajah Laura yang tampak kurang baik.

"Aku baik-baik aja, nggak perlu khawatir Bik."

Laura berusaha tersenyum selebar mungkin untuk menutupi segalanya. Tanpa sengaja, Bik Mia menyentuh pergelangan tangan Laura yang masih terbalut kain kasa itu. Sentuhan Bik Mia mengundang sakit dari luka itu yang membuat Laura sedikit meringis kesakitan. Laura lupa menggunakan deker pelindung pergelangan tangan.

"Ini kenapa?"

"Ehh, bukan apa-apa. Hanya luka kecil saja Bik, nggak perlu khawatir."

"Kenapa bisa terluka nak? Pasti sakit ya, Bibi akan ambil obat dulu."

Laura menghentikan Bik Mia, "nggak perlu Bik, aku baik-baik aja."

Laurel datang menemui adiknya untuk hal yang sama juga, ia ingin memastikan adiknya baik-baik saja. Namun, ia melihat Bik Mia bersama Laura.

"Ini kenapa dek? Kok Lo bisa luka?" tanya Laurel yang juga melihat bercak darah di kain kasa itu.

"Bukan apa-apa, ini karena gue nggak hati-hati saat praktek biologi kemarin," ucap Laura berbohong pada Laurel dan Bik Mia. Ia tidak mau mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Lain kali Lo harus lebih hati-hati. Yaudah kita ke dokter hari ini, jangan dulu ke sekolah."

"Nggak, gue udah obatin kok. Lagian udah nggak sakit lagi."

"Kamu harus ke dokter dulu," kata Bik Mia membenarkan perkataan Laurel.

"Bik, Laura baik-baik aja kok. Bibik sama kakak nggak perlu khawatir," Laura berusaha meyakinkan mereka berdua, dan ia berhasil melakukannya.

"Yaudah, sana kamu mandi biar nggak telat sekolahnya."

"Bibik juga akan siapin sarapan dulu ya untuk kalian," Bik Mia melangkahkan kakinya menuju dapur. Sebelumnya, Laura telah menghabiskan susu yang di bawakan Bik Mia. Dan yang harus ia lakukan sekarang adalah bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

Laura menghela nafas berat, setelah semua yang kembali terjadi semalam. Aku harus bisa menghadapi semuanya, bertahanlah sedikit lagi. Maka semuanya akan kembali baik-baik saja, batinnya menyemangati dirinya sendiri.

Laura turun ke bawah untuk sarapan. Setelah apa yang terjadi semalam, Laura bahkan berpikir dua kali untuk sarapan pagi bersama mereka. Tapi ia memberanikan diri, selagi Laura masih di rumah itu, ia tidak akan pernah menyerah untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang anak. Suasana meja makan tetap seperti biasanya, ia iri dengan sikap orang tuanya pada Laurel. Tapi, memang seperti ini.

Meja makan di selingi canda tawa bahagia, tapi tidak bagi Laura. Hanya luka yang ia dapat, Laura juga kebanyakan diam dan fokus pada makanannya.

Laurel tidak bisa berbuat apa-apa, membuatnya seakan merasa bersalah atas apa yang terjadi pada adiknya. Laurel tidak bisa melindungi Laura dari orang tuanya, entah apa yang akan terjadi. Tapi harapan adik kakak itu tidak pernah putus.

•••

Seperti biasa, Laurel mengantar Laura ke sekolah sebelum ia ke kampusnya sendiri. Laurel terus memperhatikan adiknya yang sedari tadi diam, tidak seperti biasanya. Laurel tidak tahu apa yang ada di pikiran adiknya, ia berharap Laura tidak memikirkan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya.

"Kenapa sih lo suka banget pakai deker pergelangan tangan?" Laurel berusaha mencari topik yang bagus di pagi hari ini.

"Suka aja, nyaman pakainya."

Mereka menghabiskan perjalanan dengan bercakap-cakap ringan. Setidaknya, suasana cepat berubah. Dan seperti biasanya, hari-hari Laura begitu sibuk. Ia harus menyiapkan pertandingan persahabatan antarsekolah, mereka harus menang. Untuk itu, Laura melupakan sejenak masalahnya. Begitulah, Laura memang pandai dalam menyembunyikan sesuatu.

Laura tiba di sekolah, dan hal itu bertepatan dengan Rafael juga. Rafael memandang sosok yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Sejujurnya, ia penasaran dengan cowok yang selalu mengantar-jemput Laura sejak ia pindah kesekolah barunya. Rafael terus menatap Laura yang masih sedikit berbincang dengan kakaknya. Ia pun menunggunya untuk berjalan bersama menuju kelas.

"Itu, pacar lo?"

"Ini kali keduanya lo nanya tentang hal itu. Ingat jawaban gue hari itu?" Laura bertanya balik kepada Rafael, ia bahkan tidak menghentikan langkahnya.

"Iya ingat kok, gue kan nggak pikun."

"Dan itu juga jawaban gue hari ini. Dari pada lo mikirin itu, mending pikirin deh gimana caranya kita menang dalam pertandingan beberapa hari lagi."

Rafael terlihat kesal dengan jawaban Laura, entah mengapa ia sangat mengharapkan Laura menjawab pertanyaan konyolnya itu. Mereka berdua berjalan di selasar ruang-ruang kelas. Dan seperti rutinitas tim basket, mereka terus mengasah kemampuan mereka agar bisa menang dalam pertandingan ini.

✿✿✿

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Not Allone   44 || Bagaimana jika aku salah?

    "Gimana kabar lo di sana?" Tanya seorang cowok dengan perawakan tinggi itu, ia meletakkan benda pipih berteknologi di telinganya, "Semuanya lancar, kan?" Tanyanya kemudian."He'em, gue baik." Jawabnya sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Vc ya, gue pen tau lo lagi ngapain sekarang."Akbar mangut-mangut, mengiyakan permintaan sang pujaan hati. Ia menekan ikon video call di layar ponselnya. Tidak berselang lama, monitor ponsel menampilkan sosok seorang gadis dengan rambut di kuncir kuda, berjalan santai di selasar gedung."Di mana, beb?" Cowok yang kerap di sapa Akbar memulai obrolan video tersebut, "sama Laura?"Kinan hanya mengangguk, lantas menggeser ponselnya hingga kamera menangkap sosok gadis yang sedang asik mengotak atik benda pipih berteknologi tinggi tersebut. "Habis kuliah nih, mau balik asrama.""Rafael mana, Bar?" Laura mendekatkan diri pada Kinan, ikut bergabung dalam obrolan kedua pasangan jarak jauh itu. "Dia sibuk, kah?""Rafael?" Kal

  • Not Allone   43 || Kapan Bunda akan berubah?

    Nyonya besar keluarga Alibasyah itu memasuki ruangan seorang dokter yang tidak lain adalah putranya sendiri, Laurel. Wanita paruh baya tersebut melihat perubahan raut wajah penghuni ruangan, seperti nampak tidak ingin di kunjungi olehnya.Wanita paruh baya yang tidak lain adalah Indah, berjalan perlahan ke arah Laurel, lantas mendudukkan dirinya di kursi yang biasa di duduki oleh tamu yang berkunjung ke ruang kerja sang dokter. "Apa ... kamu tidak senang melihat Bunda berkunjung, Nak?"Laurel menatap sekilas, lantas mengalihkan pandangannya, berharap bahwa perasaan gundahnya pun ikut teralihkan, "Bunda ngapain di sini?" Ujarnya datar tanpa menunjukkan raut wajah apapun."Ah, Bunda hanya ingin melihat kamu saja," Indah menatap lekat manik mata Laurel, berusaha membaca isi pikiran yang lawan bicaranya. "Rasanya sudah lama Bunda tidak melihat kamu, rasanya ada yang hilang. Kamu sudah sangat jarang pulang ke rumah, Rel.""Belakangan ini aku cukup sibuk, Bun. Maaf," Laure

  • Not Allone   42 || Terror untuk si dokter tampan

    Dengan perasaan hancur, Aletta mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hatinya panas, seakan ada baja panas yang tengah di redam di dalamnya. Gadis itu tidak bisa mengendalikan emosi yang kian membesar, menciptakan luka yang kelak menggangu pikiran.Matanya terasa panas hingga beberapa bulir bening berhasil meloloskan diri dari pelupuk mata yang indah itu. Pandangan Aletta mulai memburam akibat hambatan dari bulir bening tersebut, ia memutuskan untuk membawa mobilnya ke tempat yang sepi untuk menghindari kecelakaan beruntun yang berpotensi terjadi.Mobilnya mulai melambat kala memasuki jalanan hutan yang jarang di lalui penduduk lokal. Gadis dengan rambut yang di sanggul itu menepikan mobilnya, lantas menunduk ke arah setir mobil.Tangisnya tidak dapat ia sembunyikan lagi. Bulir-bulir bening itu berdesakan seakan tidak sabar untuk keluar dari pelupuk mata, hingga menciptakan lembab di area mata indahnya. Gadis itu menumpahkan segala tangis yang terdenga

  • Not Allone   41 || Semua tentang perasaan

    Lenggang, hanya beberapa bunyi mendesing dari kenderaan yang sesekali lewat di jalanan itu. Tempat yang sunyi, tetapi damai untuk seseorang yang bisa saja mempunyai beban pikiran. Setidaknya, tempat itu jauh dari hiruk dan pikuknya dunia.Cowok dengan potongan rambut comma layaknya cowok Korea itu duduk termenung sembari menatap kosong hamparan danau yang membentang indah. Entah apa yang sedang menganggu pikirannya, cowok itu hanya terus menatap kosong ke arah danau. Bahkan, ia tidak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya."Sepertinya kamu sedang dalam masalah, Rafael. Kamu bisa berbagi masalahnya denganku, kamu tahu? Aku pendengar sejati, loh." Cewek dengan rambut yang di sanggul itu menatap Rafael sejenak sebelum akhirnya ikut menatap danau.Suara itu membuyarkan lamunan Rafael, membuatnya kembali pada kenyataan dan tersadar bahwa ada orang lain di sekitarnya. Untuk sedetik berlalu, Rafael di buat terkejut karena kehadiran yang terkesan tiba-tiba, atau mungkinkah i

  • Not Allone   40 || Semua berjalan sesuai alunan takdir

    Suasana kediaman milik keluarga Alibasyah nampak lebih sepi dari biasanya. Rumah mewah itu menampakkan kesunyian yang terpampang jelas. Sejak Laura pergi ke Turki untuk melanjutkan pendidikan gadis itu, Laurel sangat kecewa karena harus berpisah dengan adik kesayangannya. Hal tersebut membuat cowok itu jarang menampakkan diri di rumah mewah tersebut. Biasanya, ruang makan selalu di selingi dengan canda tawa dari anggota keluarga Alibasyah yang hanya terhitung jari itu. Kini, kadang kala hanya ada Indah dan suaminya. Laurel sering beralasan karena jadwal pemeriksaan yang padat untuk menghindari cowok itu pulang ke rumah dan mengulas luka lama. "Kayaknya aku akan pulang sedikit lebih lama dari biasanya, kamu jangan sampai kecapean, ya?" Lelaki paruh baya yang menyandang status sebagai kepala keluarga Alibasyah sekaligus pemilik beberapa perusahaan besar lainnya membuka percakapan setelah kesunyian menerpa mereka beberapa saat yang lalu.

  • Not Allone   39 || Semua hanyalah andaian belaka

    Rafael duduk di kamarnya, cowok idaman para cewek itu menyandarkan diri di dinding. Mungkin melepaskan lelah setelah melewati hari tanpa gadis terkasihnya, Laura.Cowok itu menghembuskan nafas pelan, berusaha untuk melepaskan beberapa beban hidup melalui hembusan nafas tersebut. Rafael menatap lamat-lamat kamar yang lenggang, hanya ia sendiri yang berada di kamar mewah itu.Namun, apa gunanya berada di kamar mewah nanti sepi itu? Hanya menambah kesunyian di tengah kemewahan yang di nikmati seorang diri. Rafael meraih sebuah foto yang setia terletak di nakas yang berada beberapa sentimeter dari letak ranjangnya.Manik mata cowok itu memandang sendu foto yang kini berada dalam genggamannya, menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam tatapan itu bercampur aduk berbagai macam emosi.Marah, sedih, kecewa, semua tergabung dalam tatapan sendu yang cowok itu tunjukkan.Pikirannya kembali ke masa di mana cowok remaja itu masih berusia belia. Ken

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status