Tiba saatnya hari H, hari di mana mereka akan bertanding basket. Seluruh aula pertandingan basket telah di penuhi oleh penonton untuk memberikan semangat kepada tim masing-masing.
"Sebentar lagi kita akan masuk lapangan, gue harap kalian nggak tegang, dan terus melakukan yang selama ini kita latih bersama."Rafael memberi semangat pada tim basketnya, ia berharap latihan mereka tidak sia-sia."Baiklah, jangan membuang waktu lagi. Sekarang mari kita saksikan pertandingan basket antara SMA N 3 Bandung dan SMA N 5 Bandung. Untuk peserta silahkan masuk ke area pertandingan," kata si pembawa acara.Saat ini, yang akan bertanding pertama adalah basket putra. Setelah melalui sedikit pemanasan, pertandingan akhirnya di mulai. Bola jatuh di tim lawan, dan tim Rafael berusaha merebut bola.Cukup lama bola di kuasai oleh tim lawan, tetapi Rafael berhasil mengendalikan bolanya. Namun, saat hendak melakukan tembakan mereka kehilangan bola. Bola kembali di rebut oleh tim lawan dan akhirnya mereka berhasil mencetak dua poin sekaligus.Pertandingan berlangsung cukup rumit, tim Rafael mulai kewalahan. Ternyata di luar dugaan, tim lawan merupakan tim yang sudah terlatih secara khusus. Tapi mereka tidak pernah menyerah, mereka terus berusaha walaupun tertinggal banyak poin.Setelah di selingi oleh dua kali istirahat, ini saatnya final. Saatnya penentuan siapa yang akan menang dalam pertandingan ini. Dengan semangat yang kuat, mereka berusaha semampunya untuk mengejar ketertinggalan poin. Dengan menggunakan trik rahasia, tim Rafael terus mencetak three point yang akhirnya membawa mereka menuju kemenangan.Melihat hal itu, tim basket putri dari tim lawan menyimpan dendam. Dan tentu saja, mereka akan mengalahkan tim Laura bagaimanapun caranya. Saat pertandingan basket putri di mulai, bahkan baru awalan saja mereka melakukan kecurangan agar bola jatuh ke tangan tim lawan.Namun, tim Laura hanya mengikuti alur dari permainan itu. Semakin lama semakin kacau saja, tim lawan makin banyak melakukan kecurangan. Tapi juri seakan diam saat ini terjadi. Hal itulah yang menyebabkan tim Laura kalah dalam pertandingan ini. Mereka kecewa dengan ketidakadilan yang terjadi dalam kompetisi ini, benar-benar kecewa. "Akhirnya kita sampai pada penghujung acara, langsung saja kita umumkan siapakah pemenang dari pertandingan basket ini. Tanpa mengurangi rasa hormat, di persilahkan kepada juri untuk mengumumkan hasilnya."Salah satu juri berdiri dan naik ke atas panggung. "Baiklah, pemenang pertama basket putra di raih oleh," sang juri seakan menahan ucapannya membuat mereka tercekat. "Tim basket putra dari SMA N 3 Bandung."Rafael dan timnya sangat senang, mereka berteriak kegirangan. Rafael segera menuju panggung untuk menerima penghargaan atas prestasi mereka semua."Dan pemenang basket putri di raih oleh ... tim basket dari SMA N 3 Bandung. Wah, prestasi yang sangat mengapresiasi." kata sang juri.Laura dan tim nya tidak menyangka hal ini terjadi, walaupun kecurangan yang di lakukan oleh tim lawan, tapi tetap merekalah pemenangnya."Tim dari SMA N 5 Bandung di diskualifikasi, banyak di temukan kecurangan saat pertandingan," lanjut juri yang mengumumkan pemenang basket.Laura dan timnya tentu sangat senang, mereka kembali tidak dengan tangan kosong, tapi dengan prestasi, kemenangan. Laura juga menerima hal yang sama dengan Rafael, sebuah piala dan piagam penghargaan. Banyak yang memberikan ucapan selamat kepada tim mereka. Sungguh, perjuangan tidak mengkhianati hasil.Setelah menerima penghargaan, mereka beranjak karena pertandingan telah selesai. Hari yang sungguh melelahkan tapi juga menyenangkan. Tapi, Laura merasa pusing. Ia bahkan tidak tahu apa penyebabnya. Entah itu karena ia kelelahan atau ada hal lain."Ra, gue balik duluan ya.""Iya, hati-hati ya Kin.""Tapi, lo baik-baik aja kan?" Tanya Kinan yang mulai khawatir dengan keadaan Laura. Kinan melihat Laura yang tampak pucat, ia takut terjadi sesuatu padanya."Iya, gue baik-baik aja. Sana pulang, kasihan Akbar udah nungguin lo tuh," Laura tersenyum seakan semuanya baik-baik saja. Kinan yang melihat hal itu tersenyum lega, walaupun ada rasa mengganjal di hatinya.Sekarang, Laura tinggal menunggu kakaknya untuk menjemputnya pulang. Tapi, Laura masih merasakan pusing. Ia mencoba menahannya, namun sulit. Untung saja, Rafael masih ada di tempat itu. Ia melihat Laura yang sedang berdiri dan berniat mengantarnya pulang. Cairan kental berwarna merah keluar dari hidung Laura, ini kali keduanya merasakan hal yang sama."Ra, lo nggak apa-apa? Lo mimisan Ra, gue antar ke dokter ya?" Rafael tampak cemas dengan keadaan Laura saat ini. Ia bahkan tidak tahu harus berbuat apa."Gue, baik-baik aja kok. Ini biasa terjadi," katanya meyakinkan Rafael, tapi Laura mulai kehilangan keseimbangannya. Rafael berusaha membawa Laura ke dalam mobilnya."Lo nggak baik-baik aja. Gue harus bawa lo ke dokter, Ra."Laura sudah kehilangan kesadarannya yang membuat Rafael makin cemas dengan kondisinya. Ia mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar bisa segera sampai ke rumah sakit.Rumah sakit tidak begitu ramai, dan Laura di tempatkan di ruang UGD. Selagi dokter memeriksa keadaan Laura, Rafael ingin menelpon salah satu keluarganya. Ia pergi ke mobil dan mengambil ponsel Laura. Ponsel Laura berdering, di layar ponsel itu tertera nama Kak Laurel. Tanpa pikir panjang, ia mengangkat panggilan dari ponsel Laura."Halo dek, lo dimana?" Suara dari seberang ponsel, suara milik Laurel."Maaf, ini siapa?""Lo siapa? Kenapa ponsel adik gue ada sama lo?" Laure balik bertanya, ia tidak tahu siapa yang tengah memegang ponsel adiknya ini."Oh, jadi lo kakaknya Laura. Ini bang, Laura pingsan saat selesai pertandingan basket. Dan sekarang dia ada di rumah sakit dekat sekolah, gue ...," telepon di putuskan secara sepihak. Tanpa mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Rafael.Setelah mendengar hal itu, Laurel segera menuju tempat yang di maksud oleh orang yang tidak di kenalnya. Di sisi lain, Laura telah sadar dan dokter sedang membicarakan hal serius dengannya. Entah hal sepenting apa hingga Laura meminta dokter untuk tidak memberitahukan kepada siapapun tentang hal itu.Melihat dokter keluar dari ruangan, Rafael segera menghampiri dokter dan bertanya tentang keadaan Laura. Terpaksa, dokter berbohong dan berkata kalau Laura baik-baik saja. Mendengar hal itu, Rafael tampak lega. Ia berterima kasih pada dokter dan masuk ke ruangan Laura."Lo udah enakan?" Tanya Rafael memastikan. Laura hanya tersenyum sebagai jawaban. Rafael pun membantu Laura untuk duduk. Ada seseorang yang seperti terburu-buru membuka pintu ruangan Laura. Dan orang tersebut tidak lain adalah Laurel."Lo baik-baik aja Ra? Apa yang sakit? Kenapa bisa seperti ini?""Gue baik-baik aja kak. Hanya kecapean doang," kata Laura meyakinkan Laurel.Rafael memperhatikan Laurel yang berdiri di sampingnya. Ia merasa familiar dengan orang ini."Kayaknya lo nggak asing buat gue. Apa, kita pernah bertemu?""Mungkin tidak, gue bahkan baru kali ini ketemu sama lo," Rafael berusaha mengingat-ingat dimana ia pernah bertemu Laurel."Eh, kita belum kenalan. Gue Laurel, kakaknya Laura." Laurel menjulurkan tangannya, dan di balas dengan juluran tangan Rafael."Gue Rafael. Em bang, lo pernah jemput Laura?" saking penasarannya, Rafael bertanya langsung pada kakaknya Laura."Iya, setiap hari bahkan. Kenapa?""Oh, pantes gue kayak pernah lihat lo."Percakapan yang begitu aneh bagi Laura. Ia tetap sibuk mengotak-atik ponselnya, entah apa yang sedang ia cari. Beberapa saat kemudian, Laura di izinkan pulang oleh dokter.✿✿✿"Gimana kabar lo di sana?" Tanya seorang cowok dengan perawakan tinggi itu, ia meletakkan benda pipih berteknologi di telinganya, "Semuanya lancar, kan?" Tanyanya kemudian."He'em, gue baik." Jawabnya sekilas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Vc ya, gue pen tau lo lagi ngapain sekarang."Akbar mangut-mangut, mengiyakan permintaan sang pujaan hati. Ia menekan ikon video call di layar ponselnya. Tidak berselang lama, monitor ponsel menampilkan sosok seorang gadis dengan rambut di kuncir kuda, berjalan santai di selasar gedung."Di mana, beb?" Cowok yang kerap di sapa Akbar memulai obrolan video tersebut, "sama Laura?"Kinan hanya mengangguk, lantas menggeser ponselnya hingga kamera menangkap sosok gadis yang sedang asik mengotak atik benda pipih berteknologi tinggi tersebut. "Habis kuliah nih, mau balik asrama.""Rafael mana, Bar?" Laura mendekatkan diri pada Kinan, ikut bergabung dalam obrolan kedua pasangan jarak jauh itu. "Dia sibuk, kah?""Rafael?" Kal
Nyonya besar keluarga Alibasyah itu memasuki ruangan seorang dokter yang tidak lain adalah putranya sendiri, Laurel. Wanita paruh baya tersebut melihat perubahan raut wajah penghuni ruangan, seperti nampak tidak ingin di kunjungi olehnya.Wanita paruh baya yang tidak lain adalah Indah, berjalan perlahan ke arah Laurel, lantas mendudukkan dirinya di kursi yang biasa di duduki oleh tamu yang berkunjung ke ruang kerja sang dokter. "Apa ... kamu tidak senang melihat Bunda berkunjung, Nak?"Laurel menatap sekilas, lantas mengalihkan pandangannya, berharap bahwa perasaan gundahnya pun ikut teralihkan, "Bunda ngapain di sini?" Ujarnya datar tanpa menunjukkan raut wajah apapun."Ah, Bunda hanya ingin melihat kamu saja," Indah menatap lekat manik mata Laurel, berusaha membaca isi pikiran yang lawan bicaranya. "Rasanya sudah lama Bunda tidak melihat kamu, rasanya ada yang hilang. Kamu sudah sangat jarang pulang ke rumah, Rel.""Belakangan ini aku cukup sibuk, Bun. Maaf," Laure
Dengan perasaan hancur, Aletta mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hatinya panas, seakan ada baja panas yang tengah di redam di dalamnya. Gadis itu tidak bisa mengendalikan emosi yang kian membesar, menciptakan luka yang kelak menggangu pikiran.Matanya terasa panas hingga beberapa bulir bening berhasil meloloskan diri dari pelupuk mata yang indah itu. Pandangan Aletta mulai memburam akibat hambatan dari bulir bening tersebut, ia memutuskan untuk membawa mobilnya ke tempat yang sepi untuk menghindari kecelakaan beruntun yang berpotensi terjadi.Mobilnya mulai melambat kala memasuki jalanan hutan yang jarang di lalui penduduk lokal. Gadis dengan rambut yang di sanggul itu menepikan mobilnya, lantas menunduk ke arah setir mobil.Tangisnya tidak dapat ia sembunyikan lagi. Bulir-bulir bening itu berdesakan seakan tidak sabar untuk keluar dari pelupuk mata, hingga menciptakan lembab di area mata indahnya. Gadis itu menumpahkan segala tangis yang terdenga
Lenggang, hanya beberapa bunyi mendesing dari kenderaan yang sesekali lewat di jalanan itu. Tempat yang sunyi, tetapi damai untuk seseorang yang bisa saja mempunyai beban pikiran. Setidaknya, tempat itu jauh dari hiruk dan pikuknya dunia.Cowok dengan potongan rambut comma layaknya cowok Korea itu duduk termenung sembari menatap kosong hamparan danau yang membentang indah. Entah apa yang sedang menganggu pikirannya, cowok itu hanya terus menatap kosong ke arah danau. Bahkan, ia tidak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya."Sepertinya kamu sedang dalam masalah, Rafael. Kamu bisa berbagi masalahnya denganku, kamu tahu? Aku pendengar sejati, loh." Cewek dengan rambut yang di sanggul itu menatap Rafael sejenak sebelum akhirnya ikut menatap danau.Suara itu membuyarkan lamunan Rafael, membuatnya kembali pada kenyataan dan tersadar bahwa ada orang lain di sekitarnya. Untuk sedetik berlalu, Rafael di buat terkejut karena kehadiran yang terkesan tiba-tiba, atau mungkinkah i
Suasana kediaman milik keluarga Alibasyah nampak lebih sepi dari biasanya. Rumah mewah itu menampakkan kesunyian yang terpampang jelas. Sejak Laura pergi ke Turki untuk melanjutkan pendidikan gadis itu, Laurel sangat kecewa karena harus berpisah dengan adik kesayangannya. Hal tersebut membuat cowok itu jarang menampakkan diri di rumah mewah tersebut. Biasanya, ruang makan selalu di selingi dengan canda tawa dari anggota keluarga Alibasyah yang hanya terhitung jari itu. Kini, kadang kala hanya ada Indah dan suaminya. Laurel sering beralasan karena jadwal pemeriksaan yang padat untuk menghindari cowok itu pulang ke rumah dan mengulas luka lama. "Kayaknya aku akan pulang sedikit lebih lama dari biasanya, kamu jangan sampai kecapean, ya?" Lelaki paruh baya yang menyandang status sebagai kepala keluarga Alibasyah sekaligus pemilik beberapa perusahaan besar lainnya membuka percakapan setelah kesunyian menerpa mereka beberapa saat yang lalu.
Rafael duduk di kamarnya, cowok idaman para cewek itu menyandarkan diri di dinding. Mungkin melepaskan lelah setelah melewati hari tanpa gadis terkasihnya, Laura.Cowok itu menghembuskan nafas pelan, berusaha untuk melepaskan beberapa beban hidup melalui hembusan nafas tersebut. Rafael menatap lamat-lamat kamar yang lenggang, hanya ia sendiri yang berada di kamar mewah itu.Namun, apa gunanya berada di kamar mewah nanti sepi itu? Hanya menambah kesunyian di tengah kemewahan yang di nikmati seorang diri. Rafael meraih sebuah foto yang setia terletak di nakas yang berada beberapa sentimeter dari letak ranjangnya.Manik mata cowok itu memandang sendu foto yang kini berada dalam genggamannya, menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam tatapan itu bercampur aduk berbagai macam emosi.Marah, sedih, kecewa, semua tergabung dalam tatapan sendu yang cowok itu tunjukkan.Pikirannya kembali ke masa di mana cowok remaja itu masih berusia belia. Ken