Suasana meja makan seperti biasanya, tidak ada yang menarik bagi Laura. Bahkan, ia sangat tidak nyaman jika ada di meja makan, di antara keluarga yang tengah bercanda gurau itu.Laura bisa sesekali tersenyum saat mendapati hal lucu yang di lakukan Laurel, tapi hatinya juga terluka saat ia hanya menjadi penonton, tanpa bisa melakukan apa-apa yang mampu membuat Ayah dan Bundanya bahagia. Laura sangat ingin, melihat senyum dari orang tuanya karena dirinya, tapi itu mustahil. Ia tidak akan pernah bisa melakukannya."Yah, Bun. Seminggu lagi Laurel harus pergi ke London. Ada pertukaran mahasiswa KKN, Laurel di izinkan?""Tentu saja sayang," kata Indah sambil mengusap rambut putranya dengan penuh kasih sayang."Berapa lama kamu di sana?""Hm, nggak lama kok yah. Hanya sekitar 10-14 hari," Laurel tetap melanjutkan makannya."Jaga diri baik-baik tuh di sana."Laurel hanya mengangguk mendengar perkataan Indah, ada sesuatu yang terus menganggu pikirannya, Laura. Bagaimana dengan adik kesayanganny
Seminggu kemudian, Laura dan keluarganya mengantar Laurel ke bandara. Untunglah, Laura di izinkan ikut mengantar Laurel ke bandara. Laura sedih, selama beberapa hari ia pasti akan merindukan kakaknya.Bukan hanya itu, Laura juga takut dengan apa yang akan terjadi padanya selama Laurel tidak ada. Tapi, mau tidak mau ia harus menjalaninya sendiri. Hanya satu hal yang terlintas di pikirannya, Laura mau kakaknya akan pulang dengan selamat.Setelah berpamitan dengan ayah dan ibunya, Laurel menghampiri Laura, memeluknya erat yang membuat Laura meneteskan air mata."Lo harus bisa baik-baik saja, ya?" Laurel menghapus air mata adiknya dengan tangannya. Dan Laura berusaha tersenyum sebaik mungkin. Ia tidak mau membuat Laurel bersedih saat akan pergi."Gue pasti akan baik-baik aja," katanya sambil tersenyum.Setelah menerima jawaban itu, Laurel segera pergi, karena pesawat akan segera lepas landas. Melihat kakaknya yang sudah berangkat, Laura dan keluarganya kembali ke mobil untuk pulang ke ruma
Laura terbangun dari tidurnya, kepalanya sakit, dan tangannya perih. Ia melihat ada beberapa sayatan di tangannya. Laura segera bangun dan merapikan tempat tidur. Tidak lupa juga ia membersihkan darah kering yang ada di lantai dekat ranjang.Karena ini hari libur, ia mandi dan diam di kamar. Sejak semalam Laura tidak keluar kamar, bahkan tidak makan malam. Hal itu membuat Bik Mia khawatir. Bik Mia membawakan sarapan ke kamar Laura.Tok ... tok ... tokMendengar suara ketukan pintu, Laura bergegas menuju pintu dan membukanya. Nampak sosok Bik Mia dengan nampan di tangannya."Non belum makan sejak semalam, jadi Bibi bawakan sarapan.""Iya, makasih banyak ya Bik." Laura berkata sambil tersenyum. Ia berusaha menutupi luka yang saat ini ia rasa. Laura benar-benar tidak mau ada yang mengetahui tentang hal itu."Non, baik-baik aja kan? Apa nyonya melakukan sesuatu pada non?""Aku baik-baik aja, Bik. Tidak perlu khawatir," Laura meyakinkan Bik Mia bahwa ia baik-baik saja. Sebenarnya Bik Mia ti
Laura membuka gagang pintu depan, ia mengintip ke dalam rumahnya. Tidak ada satupun yang ia lihat, sepi dan senyap, tampaknya semua orang sudah tidur.Laura membuka pintu dengan hati-hati, untungnya ia mempunyai kunci cadangan. Laura masuk ke dalam rumah tanpa suara. Saat ia membuka pintu kamar, Laura mendengar suara langkah kaki. Ia menoleh ke belakang dan yap, itu adalah ibunya.Plakk.."Dari mana saja kamu malam-malam begini?" Indah menampar Laura dengan tamparan yang sangat keras. Pasti menyakitkan bukan?"Aku ... aku pergi sama temen, bun.""Kamu emang anak kurang ajar. Menyesal saya udah pernah lahirin kamu," kata-kata Indah yang membuat Laura sangat terpukul. Ia benar-benar sedih, dan kecewa. Ibu yang sangat ia hormati mengatakan hal seperti itu. Anak mana yang tidak sakit hati."Kenapa juga saya di lahirin? Kenapa?!" Laura lepas kendali. Ia tidak mampu menahan emosinya lagi, suara Laura membangunkan Bik Mia dan Iswan. Merasa ada yang tidak beres, mereka berdua bergegas ke tempa
Laura terbangun dari tidurnya, badannya pegal-pegal, dan lagi kepalanya yang masih pusing sejak semalam. Ia menatap dirinya di cermin, berusaha mengukir senyuman yang indah.Itu berhasil, ia bisa terlihat baik-baik saja sekarang. Tapi ada satu hal lagi, penyakitnya kambuh. Tapi itu tidak masalah baginya, rasa sakit seperti teman baginya.Sejujurnya, Laura saat ini tidak baik-baik saja. Baik itu fisik ataupun psikis nya. Laura menderita penyakit 'kardiomegali', atau pembengkakkan pada jantung. Saat ia pingsan hari itu, dokter menyerahkan hasil tes yang ia sembunyikan selama ini. Laura segera mandi dan bersiap ke sekolah. Ia juga membawa pil itu bersamanya.Saat sarapan, Laura hanya diam seperti biasanya, tidak memperdulikan apa yang di katakan ayah dan ibunya. Laura berpamitan, walaupun tidak di respon oleh ibunya, setidaknya ia tahu tentang tata krama.Tidak di sangka, Rafael ternyata sudah menunggunya di depan gerbang rumah. Memang sih, selama Laurel tidak ada, Rafael yang akan selalu
Dua bulan berlalu begitu cepat. Seluruh kelas XII bersiap untuk memasuki ruang ujian. Seperti yang di katakan dua bulan yang lalu. Ini adalah penentu nasib mereka, lulus atau tidak, itu tergantung usaha mereka semua. Selama seminggu, para siswa kelas XII termasuk Laura, Rafael, Kinan dan Akbar bersusah payah agar mendapat nilai terbaik di ujian ini.Setidaknya ujian kali ini, Kinan dan Akbar lebih serius dari biasanya. Karena memang setiap ujian, Kinan akan bergantung pada Laura, dan Akbar terpisah kelas dengan mereka. Mungkin Akbar akan menyimpan contekan di bawah mejanya.Laurel juga sudah kembali dari London sebulan yang lalu. Tapi karena kesibukannya, Laura tetap di antar jemput oleh Rafael. Tentu saja, Rafael sangat senang dengan hal itu. Ia mempunyai waktu sedikit lebih lama bersama Laura.Laurel sibuk dengan skripsi yang harus segera di kumpulkan nya ke dosen. Itulah hal yang tidak dapat ia hindari. Tidak banyak yang berubah akhir-akhir ini. Begitupun dengan usaha Laura untuk me
Keesokan harinya, Laura terbangun saat kakaknya mengelus rambutnya dengan lembut. Laurel membawakan susu untuknya."Kakak? Lo di sini?" Laura beranjak duduk."Gue bawain susu buat lo.""Oh, makasih ya, kak."Laura bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar mandi. Ia membersihkan diri dan segera meminum susu yang Laurel bawakan. Hari ini hari libur, seperti biasa, Laura menghabiskan waktunya di kamar.Melepaskan seluruh beban pikirannya. Lebih lagi, dalam waktu dekat ini akan ada pengumuman kelulusan di sekolahnya. Laura akan mencoba untuk mengajak ibu atau ayahnya. Walaupun serasa mustahil baginya, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.Sebelumnya, Laurel kembali ke kamar Laura untuk memberitahu satu hal. Hari ini Laurel akan berkunjung ke rumah Alya. Sementara ayahnya, ada urusan mendadak di kantor. Laura hanya mengangguk saat Laurel memberitahukan hal itu.Tok ... tok ... tok"Hem, siapa lagi sih." Laura tampak kesal, karena ia beberapa kali bangun dari tempat tidurnya. Hal itu sangat
Laurel bingung harus mencari adiknya di mana. Ia menanyakan tentang keberadaan Laura pada Bik Mia, namun nihil. Bik Mia tidak mengetahui dimana Laura berada saat ini. Saat melewati area danau, tiba-tiba ia melihat dua orang yang sedang duduk di tepian danau itu. Laurel menepikan mobilnya, ia memperhatikannya.Dan ternyata benar, itu adalah Laura dan Rafael. Ia lega, karena Laura baik-baik saja. Karena saat ini, adiknya sedang berada bersama Rafael."Hm, pemandangan di sini sejuk banget, ya." keduanya menengok ke arah suara, dan mendapati Laurel yang sedang berdiri di belakang mereka."Kakak?" Laura berdiri yang di ikuti dengan Rafael. "Bagaimana lo bisa ada di sini, kak?""Emang gue nggak bisa ada di sini?""Ya bukan gitu kak. Gimana sih lo," Laura memperhatikan sekitar, ia mengira kalau Alya sedang bersama kakaknya itu."Eh, bro. Kita ketemu lagi. Makasih ya udah jagain Laura selama ini," kata Laurel sambil menepuk-nepuk pundaknya Rafael. Sementara Rafael hanya tersenyum sebagai jawab