Zhafira Freya pikir hubungannya yang berjalan terlalu mulus dengan Arya Alvaro adalah sebuah kabar baik. Nyatanya, hubungan jarak jauh adalah jatuh yang cocok untuk mereka. Tanpa panggilan masuk, tanpa panggilan keluar, atau pun pesan yang sempat dibalas atau terkirim.
Lihat lebih banyakSaat pertemuan, tak ada perjanjian. Kala perpisahaan, takdir yang dipersalahkan. Namun, bukankah hakikat bertemu memang hanya untuk berpisah?
***
Awal Oktober 2021.
Do you love the rain, does it make you dance
When you're drunk with your friends at a party?
What's your favorite song, does it make you smile?
Do you think of me? ...[1]
Alunan musik mengudara lembut, menemani tiap helai anak rambut yang beterbangan akibat angin yang menelusup masuk dari jendela terbuka yang tirainya tersingkap. Denting lembut piano sang latar belakang bait menguar dari sebuah ponsel yang terletak di atas meja belajar, mendampingi tiap kedipan sayu sepasang mata bermanik cokelat tua.
Berulang kali lagunya terputar. Sengaja diatur agar hanya berada di sana. Siapa pun yang mendengar mungkin akan terserang bosan dengan cepat akibat tak ada perubahan. Hanya berkeliling pada satu lagu.
Namun, berbeda dengan dirinya.
Gadis dengan rambut bercepol asal menggunakan ikat rambut berwarna hitam duduk di lantai kayu dengan kepala yang bertumpu pada lekukan lutut dan tangan. Netranya bergulir menatap ke luar jendela—di mana semua pejalan kaki dan pengendara berlalu lalang. Sebuah keramaian yang takkan pernah sama dengan hatinya.
Tirai putih bergambar bunga lily itu beterbangan akibat tertiup angin sore hari, perlahan dengan lembut menyentuh lengan dan kepalanya. Kamar bernuansa putih dan krem itu berantakan. Gumpalan kertas berserakan di ubin. Seperti seseorang yang tengah frustrasi saat mengerjakan sesuatu lalu membuang kesalahan sembarangan.
Sementara lagu berhenti mengalun, kepalanya tertarik untuk menoleh pada meja belajar yang terbuat dari kayu—terletak di sisi kanan ranjang bertingkat dua. Ia bergerak bangkit, berjalan menuju meja belajar.
Ponselnya mati. Kehabisan daya.
Zhafira Freya menarik kursi di sana lalu duduk sembari berdecak. Tangan kirinya digunakan untuk menutup wajah—menyembunyikan frustrasi yang kian membelenggu. Menjeratnya selama beberapa jam terakhir. Ah, tidak. Maksudnya jam dalam berbulan terakhir.
Tangannya turun, manik kecoklatan itu menatap bingkai foto yang terletak di sudut meja. Potret dua manusia terpampang. Sang gadis tersenyum merekah, tangan terangkat, serta jari yang membentuk huruf V. Sedangkan si lelaki tersenyum tulus menghadap gadisnya, pun dengan tangan yang berada di kepala si gadis.
Ujung bibirnya naik sebentar. Namun tak lama, kembali lurus. Sebuah senyum miris pada diri sendiri kemudian terukir. Ia menggigit bibir bawah bagian dalamnya.
Kenangan itu datang lagi. Kepalanya seolah mengupas memori lama untuk kembali dipertontonkan. Entah apa tujuannya. Yang Fira tahu, kenangan lama tak selalu membawa senyum suka. Meskipun tahu jika memori itu berawal dari sebuah senyum malu-malu, tetap saja rasanya menyesakkan.
Tiga tahun lalu di SMA 1 Perwira. Fira tak pernah mengira masa SMA-nya akan semanis gulali lalu sekejap berubah menjadi sepelik menyelesaikan rubik. Ia berpikir akan menghabiskan waktu dengan belajar untuk membanggakan ibunya.
Namun, siapa yang menyangka. Dia dipertemukan dengan seorang lelaki yang bahkan tak pernah ia duga akan bertatap wajah langsung. Arya Alvaro, lelaki yang ia lukis dalam angan masa depannya. Lelaki yang masih ia tunggu datangnya bahkan setelah hilang kabarnya.
***
Awal September, 2018Hari itu, Fira mencari-cari buku referensi tentang Virus di perpustakaan. Baru dua bulan menjadi siswa IPA, rasanya gadis itu sudah dituntut mengerjakan semua tugas yang selesainya satu, datang lima.
"Perlu bantuan?"
Fira yang tadinya sibuk menelisik buku-buku berdesakan di rak menjulang itu lekas menoleh ke asal suara. Ada lelaki jangkung, berseragam sangat rapi, rambut sehitam jelaga yang dipotong cepak, serta netra segelap danau tengah menatapnya dengan sorot ramah.
Gadis itu mematung untuk sesaat sebelum akhirnya menggeleng canggung. "Nggak usah."
Ia mendapati lelaki itu mengangguk lalu meninggalkannya sendiri. Fira bernapas lega sebab sedari tadi rasanya ia menahan napas. Bingung juga mengapa tiba-tiba lelaki itu menghampirinya. Gadis itu mencoba berpikir positif, mungkin saja ia adalah kakak kelas yang tidak sengaja melewatinya dan ingin berbaik hati untuk membantu.
Namun, Fira masih tak butuh.
Saat itu, perpustakaan lumayan berisik. Beberapa kali, telinganya mendengar jika guru yang menjadi penjaga perpustakaan berteriak untuk mendiamkan. Hanya sebentar, lalu lanjut lagi berisik. Wanita berkaca mata kotak itu sampai lelah sendiri.
"Tentang virus nggak ada, ya?" gumamnya yang terdengar untuk diri sendiri. Ini adalah rak Biologi terakhir yang ia telisik. Namun, ia tak juga menemukan buku yang dicari. Rasa-rasanya tak mungkin jika buku tentang Virus berpindah tempat ke rak Fisika.
Siapa tau aja, kan?
Gadis itu memutar tumit, mulai menelisik lagi setiap buku di rak Fisika. Namun kemudian, bayangan seseorang menghalangi pencahayaan hingga membuat Fira tak dapat melihat judul buku yang ingin ia baca.
"Nyari buku tentang virus nggak bakal ketemu di buku-buku tentang hukum Newton," ucapnya yang terdengar seperti ejekan.
Fira melirik, lalu berdiri menghadap lelaki yang sama dengan tadi. Sedikit gelagapan, lantas menunjukkan cengiran malu.
"Buku tentang virus disimpan di lemari belakang meja petugas perpus." Ia tersenyum dengan ibu jari yang menunjuk ke belakang-tepat pada meja penjaga perpustakaan. "Ayo."
Lelaki itu mendahului, diikuti dengan Fira. Setelahnya, ia menyerahkan buku setebal dua ruas jari di atas meja. Fira terbelalak untuk beberapa saat kala matanya menangkap tebalnya buku yang tak main-main.
Sekarang ia mengerti mengapa buku itu disimpan dalam lemari kaca. Tebal dan mungkin jarang tersentuh mengingat tebalnya mungkin butuh berhari-hari untuk menghabiskannya. Tampak masih baru dan mengkilap.
Lelaki itu menginstruksikan Fira untuk mengisi data diri di buku pengunjung perpustakaan. Sedangkan wanita yang tadinya duduk di belakang meja, pergi keluar dari sana. Mungkin merasa sesak karena pengunjung yang tidak mau diatur. Sebelum itu, ia meminta lelaki di depan Fira untuk menjaga.
"Makasih, ya, Kak," ucap Fira dengan senyum seadanya seraya memeluk buku yang tadi dipinjam.
"Eh, jangan manggil kakak." Raut lelaki itu berubah sedikit panik. "Panggil Arya aja. Kita sama-sama kelas sepuluh." Lantas, senyum tipis muncul di bibir tipisnya.
Fira mengulum bibirnya. Ia salah. Entah lelaki itu yang memang tinggi dan dirinya yang pendek, intinya ia salah menduga jika lelaki di depannya ini adalah kakak kelas. Akan tetapi, bagaimana bisa lelaki itu mengetahui jika dirinya masih kelas sepuluh, sedangkan dirinya baru pertama kali melihat?
"Oohh, iya." Fira mengangguk canggung.
Ia berpamitan dengan sedikit canggung. Setelah keluar dari tempat dengan rak menjulang berisi buku-buku berdesakan itu, Fira sama sekali tak berpikir takdir apa yang disisipkan semesta untuknya. Terutama pertemuan pertama itu melahirkan pertemuan-pertemuan lain yang lebih tak terduga.
***
[1] Penggalan lirik milik Dan + Shay, Justin Bieber — 10,000 Hours Piano Version.Juni, 2025.Di satu waktu, di lengang tempat yang dipenuhi orang-orang saling bercengkerama, seseorang pernah berkata kalau tidak ada akhir bahagia untuk siapa pun juga, semua tetap akan berakhir pada satu tempat, tanah.Dia berkata sembari tertawa ringan, tanpa beban. Padahal kita semua mengetahui bahwa tiap-tiap manusia pasti akan selalu mencari bahagia di sepanjang hidupnya. Jadi, kalau nanti memang sudah waktunya untuk pergi dari dunia, ada rasa tenang ketika tubuh memang benar-benar menyentuh tanah.Kesimpulannya semua memang tidak ada yang akan berakhir mengembirakan, tetapi pasti ada banyak persimpangan jalan yang menyediakan bahagia setelah menempuh terlalu banyak rintangan.Tiga tahun lalu, ketika Arya dan Fira saling berbagi peluk dan tangis haru sebab restu semesta berakhir menjadi temu, kedua insan itu tahu jika bahagia di situ bukanlah bahagia yang paling akhir yang b
Juni, 2022.Jemari di genggaman tangan itu terasa dingin dan bergetar. Lorong panjang yang kebanyakan terbuat dari kaca tebal, nyatanya malah membubuhkan terlampau banyak kegelisahan dan gugup di satu waktu yang singkat. Arya Alvaro tahu sendiri, tindakannya untuk kembali ke London terburu-buru bukanlah hal yang pasti akan berakhir baik. Namun, menunda waktu lebih banyak lagi bukan berarti akan menunda hal-hal buruk lainnya.Langkah seseorang di belakangnya berhenti mengayun, mau tak mau memaksa laki-laki itu juga menghentikan langkah. Mereka hanya tinggal sedikit lagi saja, terhalang sebuah pintu kaca, menjemput restu semesta katanya. Akan tetapi, begitu tumitnya berbalik menghadap gadis berkucir itu, Arya merasa kalau kalut sedang membaur bersama dinginnya gugup yang semakin tak keruan saja.Zhafira Freya berdiri memaku di tempat, bahunya merosot sedikit, sepasang mata bermanik kecokelatan itu j
April - Mei 2022.Langkah yang menjejak pelan mencumbui ubin kayu dengan ritme konstan. Hampir sampai, tetapi kakinya berhenti mengayun tepat di penghujung belokan. Dengan pandangan menunduk, laki-laki itu menatap segenggam kamboja di tangan sembari memangku wajah kelewat riang.Begitu banyak yang terjadi dalam berbulan terakhir. Sejujurnya, Arya tidak tahu bagaimana atau dari mana harus memperbaiki. Berjibun keping hati yang mesti dipasang kembali. Dan di sini Arya menapakkan kaki saat ini, berdiri di ujung lorong dengan asa untuk dapat mencoba mencuri hati lagi."Kamu ngapain di sini, Ya?"Segenggam kamboja buru-buru disembunyikan. Arya tidak punya pilihan lain selain saku celananya sendiri. Sore yang berangin hampir merangkak naik dan laki-laki itu sudah ketahuan meski belum mencuri.Arya Alvaro berdeham singk
April, 2022.Manusia adalah salah satu dari sekian banyak makhluk Tuhan yang aneh. Namun, menurut Arya, manusia tidak aneh. Sama seperti anasir pada umumnya, mereka hanya istimewa. Barangkali disebabkan punya macam-macam perasaan yang hampir sebagian besar berdasarkan pengendalian hati dan pikiran.Hari itu, cuaca berselimut panas menyengat. Bahkan angin yang bertiup saja malah menghantarkan gerah tak main-main. Di sana, di sebuah titik di mana Arya melihat suatu hal yang membuatnya kembali dilanda iri. Ketika langkah-langkah dijejak agak gegabah menuju meja bundar yang terbuat dari semen serta bangku yang terbuat dari kayu akasia, ia merasa sedang sesak napas. Bukan sebab rasa gembira yang terlukis di wajah Randi ketika menyapa teman satu jurusannya, tetapi sebab mimpi yang sedang berusaha dibangun di atas meja bundar itu.Instruktur bangunan dengan banyak lantai, barangkali sebuah perkantoran, a
April, 2022.Ketika pertama kali bersemuka dengan gadis bernama Laura Cecilia--di hari ketika langit yang cerah terlampau cepat berubah mendung, serta momen saat kamboja yang rajin ia siangi dan sirami ternyata berakhir mati--Fira tidak membenci atau berpikir akan bersikap antipati kepadanya.Tidak pula di hari itu kala akhirnya ia menampakkan diri, melangkah terlampau anggun di atas rerumputan menuju satu-satunya pohon pinus yang umurnya sudah tua. Setelah sekian lama gosip tak mengenakkan tentang Fira menyebar, gadis setengah Eropa itu menggentaskan untuk duduk bersila bersama Arya dan Fira yang hampir perang dingin di depan kolam ikan yang ganggang hijaunya tak pernah dibersihkan.Mengingat apa saja yang telah Fira lewati, ia berhak untuk marah, benci, atau mengobarkan macam-macam emosi yang menggerogoti sebab janji yang berakhir teringkari. Kalau dipikir, Laura berhak menerima amarah Fira kare
but forgetting someonemay not be as simple as you'd imagine.to get you off my mindis not the same as just hitting delete.i need some timefor the wound to heal a bit.[1]***Maret - April 2022."Fira!" pekik seseorang dari kejauhan. Lantas kemudian, dengan cepat derap-derap langkah yang mencumbui paving block terdengar mendekat. "Fira ..., tunggu." Itu katanya ketika setelah berhenti berlari, memegangi pinggang, dan berusaha mengatur napas yang berantakan.Zhafira Freya mengembuskan napas terlalu panjang dan berat. Ia pusing sebab semalam mengerjakan tugas-tugas dengan tenggat mendadak dan belum cukup tidur. Ia pening dan laki-laki di depannya ini pasti akan berusaha mengacaukan hat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen