Home / Historical / Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu / Bab 4 Nyai Sri Gandawangi Meminta Balasan

Share

Bab 4 Nyai Sri Gandawangi Meminta Balasan

Author: SariOmnivor
last update Last Updated: 2024-05-06 21:58:16

Satu pekan berlalu sejak kejadian yang menimpa Ki Gambang dan Misah. Sejak itu pula Ki Gambang terbaring tidak berdaya, batuk dan lemah tubuhnya membuat dirinya hanya bisa tergolek di pembaringan. Tubuh yang dulu kurus, kini semakin bertambah kurus. Berbagai macam empon-empon sudah diracik Misah, berharap itu akan menyembuhkan ayahnya. Tapi belum juga berhasil.

Malam ini entah mengapa perasaan Ki Gambang terasa sangat tidak nyaman. Di pembaringannya, Ki Gambang rebah ditemani oleh anak gadisnya. “Misah, maafkan bapak nduk jika sudah merepotkan kamu, seandainya bapak pergi meninggalkan kamu, bapak berharap kamu jangan terlalu sedih dan dapat melanjutkan hidupmu dengan bahagia. Nduk, dunia ini memang cuma tempat istirahat kita sejenak, setelah ruh ini terpisah dari jasad kita akan benar-benar hidup kekal di samping Sang Hyang Widhi. Jadi apapun yang kau alami di dunia yang fana ini hanyalah setitik saja dari perjalanan panjang yang akan engkau alami nantinya Nduk. Kita boleh saja sedih, marah, menderita dan kadang-kadang dilukai oleh orang lain, tapi tetaplah menjadi dirimu yang sejati, manusia yang benar, itulah yang akan membawamu pada ketentraman batin dan akan mendekatkanmu pada kemurnian jiwa Nduk,” Ki Gambang memberi pesan kepada anak gadisnya seakan-akan dia sudah akan pergi menyusul istri tercintanya. Meskipun belum sepenuhnya mengerti, Misah mendengarkan kata-kata bapaknya dengan seksama sambil sesekali memijat kaki orang tuanya itu dengan lembut. Kesedihan bergelayut di benak Misah, ia merasa seperti mendapat pesan terakhir dari ayahnya, tapi dihapusnya perasaan itu jauh-jauh. Ia berdoa agar bisa lebih lama lagi hidup dengan ayah yang sangat disayanginya itu.

Tok–tok–tok, terdengar ketukan di pintu rumah Ki Gambang.

“Ki Gambang, Misah, apakah kalian belum tidur,” sayup terdengar suara wanita setengah baya dari luar. Hari sudah larut, Misah bertanya-tanya siapakah yang bertamu malam-malam begini. Misah membuka pintu pelan, seketika ia kaget melihat orang yang bertamu ke rumahnya bukan orang sembarangan. Tersungging senyum dingin dari seorang wanita ayu yang adalah Nyai Sri Gandawangi bersama Nyi Darsan emban setianya. Tanpa ragu, Nyai Sri masuk  ke dalam rumah setelah Misah membukakan pintu untuknya. Raut kekagetan juga tampak jelas di wajah Ki Gambang, meskipun begitu ia mencoba untuk tetap tenang dan berusaha bangun dibantu oleh anak gadisnya.

“Tak perlu memaksakan diri bangun Ki,” Nyai Sri berkata. Wanita cantik itu berdiri menghadap Ki Gambang yang tampak mengalami kesulitan untuk menegakkan tubuhnya.

“Raden Ayu, ada perlu apakah Ndoro Putri malam–malam datang ke gubuk saya ini?” ucap Ki Gambang dengan sopan. Ki Gambang merasa kikuk dan tidak enak kepada tamunya itu, dia merasa bingung bagaimana cara memperlakukan tamunya. Di rumah gubuknya yang tidak layak ini hanya tersedia bale bambu tempatnya tidur dan tikar anyaman daun pandan yang sudah lusuh. Dimana dia harus mempersilahkan tamunya duduk.

“Maaf Ndoro Ayu, bagaimana ini, rumah hamba tidak ada tempat yang bisa digunakan untuk duduk,” ujar Ki Gambang dengan nada kikuk.

“Tidak apa–apa Ki. Aku dengar kau sedang sakit, aku ke sini ingin menjengukmu,” Nyai Sri berkata.

“Betul Nyai, maaf saya belum sempat sowan ke rumah Ndoro, karena keadaan saya ini,” Ki Gambang menjawab.

“Tak perlu kau pikirkan Ki, itu sudah kewajiban suamiku sebagai tumenggung di sini, dan kau tak usah khawatir lagi, sebab suamiku sudah tau dimana para bandit itu bersembunyi dan telah melaporkannya pada Senopati Gunung Agung,” Nyai Sri berujar.

Sembah nuwun Den Ayu, saya tidak tahu harus berterima kasih seperti apa kepada ndoro kakung atas bantuan yang telah diberikan,” dengan gerakan yang lemah Ki Gambang menangkupkan tangannya di depan dada.

“Nduk, ambilkan minum untuk ndoro ayu, minta tolonglah pada Nyi Sambi, mungkin dia masih punya makanan yang bisa disajikan,” kata Ki Gambang pada anaknya dengan berbisik pelan.

Njih Pak", jawab Misah sambil berlalu menuju rumah Nyi Sambi.

“Tapi kalau kau benar-benar ingin berterima kasih, biarkan Misah ikut denganku Ki,” tiba-tiba Nyai Sri berkata kepada Ki Gambang dengan suara berbisik pelan sesaat setelah Misah pergi keluar.

“Mak--sud Ndoro?” dengan tergagap Ki Gambang menjawab perkataan Nyai Sri. Meskipun samar-samar lelaki tua itu masih bisa mendengar dengan jelas kata-kata istri Raden Tumenggung itu meskipun ia tidak terlalu paham maksud dari kata-kata yang didengarnya.

“Biarkan Misah ikut denganku menjadi istri dari suamiku,” dengan tegas Nyai Sri berkata. Ki Gambang kaget bukan kepalang mendengar kata-kata Nyai Sri, ia tak menyangka wanita yang terlihat lembut itu bisa memiliki maksud menjadikan Misah sebagai madunya.

“Ampun Den Ayu, saya tidak paham maksud kata-kata Raden. Misah menjadi istri Raden Tumenggung?” dengan raut kebingungan Ki Gambang berkata.

“Iya, aku ingin anakmu menjadi istri muda suamiku,”

Bagai diguyur hujan di tengah malam, tubuh Ki Gambang tiba-tiba menggigil, perasaan aneh datang di benak lelaki itu. Beberapa hari ini ia memang punya firasat buruk, tapi tidak menyangka firasat itu berhubungan dengan anak gadisnya. Ia pikir firasat itu adalah firasat tentang kematiannya yang akan segera tiba. Dan itu membuatnya amat sangat takut ketika berpikir akan meninggalkan anaknya sendirian di dunia ini. Tapi kenyataan yang datang adalah bahwa anak gadisnya akan dipersunting menjadi istri muda seorang Raden Tumenggung. Mungkin bagi orang tua lain, akan sangat membahagiakan saat mengetahui bahwa anak gadisnya akan bernasib mujur dengan diambil sebagai istri dari seorang Tumenggung yang sangat kaya dan dihormati. Tapi bagi Ki Gambang, ini adalah sebuah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Ia begitu meyakini bahwa firasatnya adalah tentang nasib buruk yang nantinya akan menimpa anak gadisnya jika ia benar-benar diperistri oleh Raden Tumenggung.

“Ampun Den Ayu, anak gadis saya masih terlalu muda untuk dijadikan seorang istri, dan saya tidak berniat memaksakan jodoh dan kehidupan yang akan dijalaninya nanti. Biarlah nanti saya akan menjadi pelayan di rumah Raden jika badan saya sudah sembuh. Itulah yang akan saya lakukan untuk membalas kebaikan Raden,” lemas dan cemas jadi satu dalam diri Ki Gambang menjawab keinginan Nyai Sri. Tidak berapa lama Misah kembali membawa nampan berisi air dan kacang rebus. Ia menaruh suguhan itu pada anyaman tikar.

“Baiklah kalau itu keputusanmu Ki, besok aku akan kirimkan tabib untuk memeriksa penyakitmu agar kamu cepat sembuh,” tanpa menyentuh suguhan yang dibawakan oleh Misah, Nyai Sri berpamitan kepada Ki Gambang dan tersenyum kecil kepada Misah. Entah senyum macam apa itu, senyum yang membuat Misah merasa tidak nyaman. Nyai Sri berjalan keluar, kebaya indah yang ia kenakan dipadu dengan selendang menjuntai menutup sebagian pundaknya membuat Nyai Sri terlihat luar biasa anggun. Beruntungnya Raden Wikrama mendapatkan wanita seperti Nyai Sri, pikir Misah. Tanpa banyak bertanya tentang apa yang dibicarakan ayahnya dengan Nyai Sri, Misah membantu ayahnya untuk kembali berbaring. Ia senang besok akan ada tabib yang memeriksa ayahnya. Sedangkan raut muka pucat terlihat jelas di wajah Ki Gambang. Walaupun ia mencoba menutupi itu dari anak gadisnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 51

    “Misah! Tenanglah!” Raden Wikrama menahan tangan Misah yang tidak berhenti memukul dadanya. Ia bisa merasakan tangan kurus istrinya begitu dingin dan lemah. Digenggamnya tangan itu kuat-kuat. Misah mencoba meronta melepaskan diri, tapi tenaganya hanya sekuat ranting pohon kering yang dengan mudah dipatahkan. Raden Wikrama mencoba menenangkan Misah dan berusaha mendekapnya. Entah mengapa gadis itu tidak bisa menahan diri lagi dihadapan suaminya, ia terus meronta seperti orang kesetanan. Misah ingin sekali melubangi dada Raden Wikrama dan merobek tabir sandiwara yang sedang menyelubunginya. Tangis Misah semakin menjadi, ia menumpahkan segala kesedihannya di dada Raden Wikrama.“Hentikan sandiwaramu Raden! Hentikan! Sampai kapan kau akan terus berbohong!” ucap Misah disela amukannya.“Misah!” teriak Raden Wikrama. “Bicaralah baik-baik agar aku paham!” ujarnya gemas. Raden Wikrama kembali mencengkeram pundak Misah dan mengarahkan wajah gadis itu agar menatapnya. Misah tak sanggup melawan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 50

    “Misah akan diasingkan ke hutan Kang, dan kalianlah yang akan mengawalnya!” Rangga dan Galuh kembali saling pandang.“Bukankah gadis itu baru saja melahirkan? Bagaimana dengan bayinya?” cetus Galuh.“Anak haram itu akan ikut bersama ibunya!” jawab Nyai Sri dingin.“Apakah perselingkuhan ini sudah terbukti? Bagaimana dengan lelaki selingkuhannya? Apa dia juga akan mendapat hukuman? Tolong ceritakan lebih rinci Nyai! Kami butuh kejelasan agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari!” ujar Galuh meminta kepastian. Sejujurnya kedua prajurit itu belum sepenuhnya tahu kejadian yang sebenarnya. Mereka hanya mendengar sedikit dari abdi yang memanggilnya dan dari ucapan para warga yang sedang membicarakannya.“Ceritanya sederhana Kakang. Misah hamil dan melahirkan anaknya di saat Raden Wikrama menunaikan tugas dari istana. Saat itu suamiku tidak pulang selama lebih dari satu tahun. Ketika Raden Wikrama pulang, dia merasa kaget karena istri mudanya memiliki seorang anak padahal dia merasa belu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 49

    Nyi Sambi duduk di antara kerumunan warga yang sedang menunggu kejelasan berita yang tersebar. Berita tentang pengkhiatan istri kedua Raden Tumenggung membuat gempar seluruh warga Dusun Manis Jambe. Jika berita itu terbukti benar maka mereka bisa menyaksikan secara langsung hukuman yang akan dijatuhkan nantinya. Ini adalah kali ketiga seorang wanita dihukum karena melakukan pengkhianatan. Sebelumnya ada seorang wanita menjalani hukuman diasingkan ke hutan karena berselingkuh meskipun tuduhan itu belum terbukti benar. Tak lama setelah kejadian pertama warga dusun dibuat geger dengan kejadian kedua ketika seorang lelaki memergoki secara langsung istrinya tengah melakukan tindakan tidak senonoh dengan pria lain. Saat itu si suami yang tidak terima langsung membabat leher lelaki selingkuhan istrinya itu hingga tewas di tempat. Hati yang sedang panas dan pikiran yang kacau membuat lelaki itu melakukan hal gila. Tanpa belas kasihan ia mengarak istrinya berkeliling dalam keadaan telanjang bu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 48

    “Sudahlah Nduk! Jangan keras kepala! Saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan hidupmu dan anakmu ini. Tidak peduli bagaimana caranya, turutilah usul Jalu Nduk!” sahut Nyi Darsan.“Mbok, bagaimana aku akan hidup nantinya jika di dahiku tertulis kata pengkhianat. Aku tidak sanggup menanggung omongan buruk orang lain Mbok!” jawab Misah. Hatinya sudah benar-benar beku. Kebencian dan rasa kecewa membuatnya tak kenal takut. Lagi pula dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hidup terasing di hutan atau hidup di sini sama saja baginya. Dia akan merasa kesepian.“Hidup di mana pun sama saja Mbok!” ucap Misah sendu. Matanya kembali mengembun.Jalu merasa sangat kesal dengan sikap Misah yang terlalu pasrah. Tapi dalam hati ia memahami semua pemikirannya. Memang benar bahwa ucapan buruk manusia lebih kejam dari serangan binatang buas mana pun.“Baiklah jika itu keputusanmu! Jangan menyesalinya Misah! Dasar kepala batu!” Jalu mengakhiri ucapannya dan bergegas angkat kaki dari kamar Misah. Tat

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 47

    “Nduk cah ayuuuuuuu Misah!” dengan hati yang hancur Nyi Darsan berjalan cepat mendekati Misah kemudian memeluknya. Gadis itu tampak termangu, matanya membelalak gelap memandang lurus ke depan. Ia sedang berusaha menahan tangis yang tadi sempat mereda. Dengan lembut Nyi Darsan membelai punggung Misah. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu dingin dan gemetar. Santi yang tadi sempat terbangun kini sudah tidur kembali. Nyi Darsan menggapai bayi itu saat akhirnya Misah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Gadis itu menangis dengan suara tertahan. Perasaannya begitu terluka dan kecewa hingga kata apa pun tidak sanggup untuk menggambarkannya. “Misah! Kenapa kamu tidak mau berkata jujur! Kenapa kamu selalu memendam sendiri apa yang kamu rasakan Nduk! Seharusnya sejak awal kau ceritakan semua yang terjadi pada Simbok. Meskipun Simbok tidak bisa meringankan bebanmu, tapi setidaknya Simbok bisa membelamu di saat seperti tadi Nduk!” ujar Nyi Darsan panjang lebar. Wanita tua itu memandang Misah d

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 46

    Suasana petang ini begitu mencekam, suara binatang malam mengiringi tangisan lirih Misah yang sedang mendekap Santi dalam pelukannya. Bayi mungil itu terbangun mendengar ribut-ribut di kamarnya yang sejak tadi belum juga selesai. Tampak Nyai Sri duduk di kursi kayu sedang Raden Wikrama masih membeku di pembaringan berhadapan dengan Misah.Para emban dan abdi yang sejak awal asyik menjadi penonton belum ingin beranjak dari tempatnya. Mereka saling berbisik mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Nyi Darsan yang merasa sangat cemas terus memanjatkan doa kepada Dewata demi keselamatan gadis lugu itu. Sedangkan Jalu yang sejak tadi duduk berjongkok tak henti mengobrak abrik rambut panjangnya karena merasa gelisah. Ia merasa cemas memikirkan nasib sahabatnya itu. Tuduhan yang dilontarkan oleh Raden Wikrama kepada Misah bukanlah tuduhan yang main-main. Misah bisa mendapatkan hukuman berat jika semua tuduhan itu terbukti benar. Dalam budayanya, secara tidak tertulis ada peraturan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status