Detektif Bee melihat ke arah ruang kosong yang lain. Ia bertanya pada Tuan Modi, "Apa ada ruangan lainnya?"
Tuan Modi hanya menjawab, "Ruangan apa yang Anda maksud, kan?" Detektif Bee tak langsung menjawab, ia malah menunjuk ke sisi lain gedung teleskop. "Sudah mengerti?" kata Detektif Bee mengayunkan pertanyaannya pada semua orang. "Banyak retakan di sini. Retakannya tidak teratur." "Lalu apa hubungannya dengan kematian Mrs. Key?" Briella bertanya. "Jika ini adalah retakan alami, bisa jadi ini tercipta dari karatan. Ini seperti... ah, benar!" Orang-orang serempak teralihkan ke arah Briella. "Pembunuhan terbaik selalu berupaya meninggalkan alibi yang masuk akal," lanjut Briella. "Kami tidak mengerti, Opposite Briella. Inikah yang disebut dengan..." "Ada pengalihan isu," jawab Briella memotong laju perkataan Inspektur Renji. "Apa itu yang ingin kau katakan, Bee?" Bee mengangguk, "Bisa jadi. Tetapi ini baru menjadi spekulasi saja. Tuan Modi, dimana kau kehilangan Mrs. Key pertama kali malam itu?" "Di ruangan latihan." "Lalu, kau merasa ia ada di sini dan kau segera memanggil?" Tuan Modi merenung sebentar, terbuai pertanyaan Bee, dan mengedipkan matanya pelan. "Aku... waktu itu, ah, itu dia!" ucap Tuan Modi geger. Bee memandang tajam, seakan ia sudah tahu apa yang akan disampaikan Tuan Modi dari ingatan kecilnya. "Aku seperti mendengar suara tembakan." "Berapa kali?" tanya Detektif Bee. "Berkali-kali, ah... aku lupa tepatnya. Tapi suaranya jauh sekali. Aku mendengarnya saat keluar dari studio, suaranya memantul, dan aku teringat tempat ini. Saat itulah... aku melihat sosok jatuh dari gedung teleskop, Detektif Bee." "Apa yang menyebabkanmu tidak langsung melihat ke bawah gedung, tempat sosok itu terjatuh? Kau justru memilih langsung naik ke atas, kan, Tuan Modi?" Tuan Modi tercenung, sedikit ada protes di wajahnya, "Jangan bilang kau menuduhku sebagai pelaku, Detektif Bee. Tidak mungkin aku melaporkan kematian Mrs. Key jika aku adalah pelakunya!" "Tidak ada yang menuduhmu, Tuan Modi. Kenapa malah terpancing oleh pikiranmu sendiri?" kata Inspektur Renji. "Bisa lihat dari dirimu yang begitu rapuh karena ketakutan melihat langsung ke bawah, dan melakukan pertolongan pertama." "Itu karena aku melihat orang berlari dari atas bangunan ini, aku pikir jika melihat ke arah sosok yang jatuh, maka akan mengakibatkan orang di atasnya kabur. Lagipula, aku bisa melihat sosok itu dari atas dan sekaligus menghadang pelaku." "Tetapi kau tidak menemukan siapa-siapa di atas, kan?" tanya Inspektur Renji. "Kau bahkan tidak langsung melihat Mrs. Key dengan jelas dari atas karena gelap." Salah satu penjaga melihat ke bawah, "Benar, gelap sekali jika dilihat dari atas sini," katanya. Tuan Modi terlihat heran dengan keadaan yang sulit dijelaskan. Sulit untuk dipahami dengan akal biasa. Ia nampak seolah memerani saksi, yang termakan umpan dari pelaku sebenarnya. Ia mendadak terduduk ke bawah. "Kau kenapa, Tuan Modi?" tanya Briella sambil mendekati Tuan Modi yang terduduk di bawah. "Aku benar-benar kebingungan," kata Tuan Modi memegangi kepalanya dengan kedua tangan. "Tak perlu khawatir, ini bukan tugas Anda untuk memikirkannya, Tuan Modi," kata salah seorang petugas polisi. "Benar, tugasmu hanyalah memberikan informasi sebisanya saja, Tuan Modi," kata Bee." "Hmmm... tapi tetap saja, aku terbawa untuk berpikir. Aku melihat Mrs. Key meninggal, justru saat aku turun." "Benar-benar aneh," kata Bee dalam hati. "Bagaimana cara aku mengkaitkan bekas retakan, Mrs. Key yang tak terlihat dari atas oleh Tuan Modi, dan pencurian kalung Nyonya Smith? Ah, pelakunya pasti mafia. Tapi, dalam alibi ini... Tuan Modi secara psikologi tak mungkin berbohong. Meksipun kemungkinan ia berbohong ada. Tapi... Tania... aku rasa dia terlalu pandai. Aku akan menyimpannya sebagai kandidat pertama. Kemudian, Bibi Keri... ia juga bisa memiliki kemungkinan berbohong dalam situasi pencurian itu." "Bee," panggil Briella lembut, membuat Bee teralihkan lagi. "Apa yang kau khawatirkan?" "Cukup banyak." "Kurasa sudah waktunya kau menyuarakan saja semua benang merahnya meksipun masih mentah." "Ya, aku setuju dengan Opposite Briella," kata Inspektur Renji. "Kau sudah punya gambarannya, Detektif Bee?" "Semua adalah perencanaan. Lihatlah bentuk retakan-retakan pada pegangan itu. Jika kita hitung jumlahnya, maka sama dengan jumlah suara tembakan yang didengar Tuan Modi," jelas Bee. Ketiga penjaga mengecek ulang, mereka melihat-lihat lagi, dan menghitung jumlah pasti bekas retakan peluru dari si pembunuh. Salah seorang melapor, "Hanya tiga seperti jumlah awal saat kami memeriksanya." "Begitu, jadi memang hanya tipuan," kata Bee. "Oh? Tipuan apa, Detektif Bee?" tanya Tuan Modi. "Peluru itu... aku rasa tidak menyebabkan Mrs. Key menghindar karena dikejar, dan akhirnya terjatuh." "Tapi bisa saja aku salah," ujar Tuan Modi. "Bukankah bagian bawah sangat gelap, untuk dilihat dari atas sini? Artinya yang aku lihat jatuh itu, memang lah Mrs. Key meskipun posisinya berbeda." "Darimana kau tahu posisi jatuhnya berbeda dengan posisi jasad Mrs. Key, ketika sudah ada di bawah?" tanya Bee spontan. "Aku melihat Mrs. Key jatuh ke arah depan. Sedangkan saat aku kembali turun setelah melihat tak ada orang di atas, jasad Mrs. Key malah berada di bagian samping bangunan," Tuan Modi bergetar, ada hal yang membuatnya terlihat ketakutan. "Itu dia... letak kebohongannya," kata Bee lagi. "Suara tembakan itu hanyalah pancingan agar seseorang datang ke tempat ini. Dan kebetulan kau adalah orangnya, Tuan Modi. Pembunuh itu lalu turun entah bagaimana caranya. Saat kau naik, ia menaruh korban di bawah. Dan itulah letak kebodohan pelaku. Ia salah menaruh posisi jasad karena terburu-buru mendahuluimu yang naik ke atas." "Itu sama saja kau mengatakan, ibuku sudah dibunuh lebih dulu sebelum didorong, Detektif Bee!" ucap Tania. "Memang benar!" tegas Bee membuat semuanya melotot kecil. "Pelaku itu tidak mendorong ibumu, itu adalah sesuatu hal atau benda lain." "Pancingan?" tanya Inspektur Renji. "Benar sekali, Inspektur. Itu terbukti dari perkataan Tuan Modi. Ia melihat posisi terjatuhnya sosok yang dilihat, berbeda dengan posisi jasad Mrs. Key yang ia lihat ketika turun ke bawah. Artinya, itu hanya pancingan agar ada yang menyaksikan itu sebagai bunuh diri. Dan suara tembakan itu adalah pancingan, agar ada yang menyaksikan. Sayangnya terjadi kesalahan dari rencana si pelaku." "Kesalahan yang menyebabkan Tuan Modi mengingat antara posisi jatuh dan tergeletak yang berbeda. Kesalahan kecil dari si pelaku kecil yang membuat kita sadar, itu memang lah pembunuhan dan bukan bunuh diri. Begitu kan, maksudmu, Bee? ujar Briella. "Ya." "Lalu apa yang dijatuhkan oleh si pelaku yang dilihat Tuan Modi? Jika memang posisi terjatuh dan tergeletaknya berbeda?" tanya Tania. "Apa mungkin ibu ditembak terlebih dahulu?" "Tidak ada bekas tembak, Nona Tania. Kami sudah memeriksanya di rumah sakit," jawab salah seorang petugas polisi. "Itu adalah boneka atau semacamnya. Tentu saja, ada dua orang yang mungkin bekerjasama. Aku ingin kembali ke rumah Mrs. Key dan menanyakan kunci jawabannya," kata Bee serius. "Aku ingin tanyakan satu hal setelah ini. Aku rasa pembunuhnya tidak hanya satu orang. Meskipun ini masih anggapanku. Aku ingin kembali ke lokasi pencurian kalung itu, Inspektur Renji. Ada hal yang kutanyakan." "Pada siapa?" "Nyonya Smith. Bukankah ia bilang kehilangan kalung pemberian suaminya? Aku berpikir dimana Tuan Morismith. Apakah ia benar-benar manusia yang jarang pulang?" "Paman Mori biasanya pulang ke rumah seminggu sekali, Detektif Bee. Ia bekerja di pabrik mainan," jawab Tania. "Tapi, mengapa Anda tiba-tiba menanyakan Paman Mori?" "Aku hanya ingin memastikan sesuatu mengenai kalung yang hilang itu. Lagipula, mengapa Nyonya Smith tidak menelpon suaminya ketika ia kehilangan kalung itu?" "Mungkin Bibi Smith malu karena tak bisa menjaga kalung itu," kata Tania lagi. "Itu aneh," jelas Bee. "Ia tidak kehilangan kalung itu karena lalai, melainkan memang dicuri. Bahkan dicuri langsung di rumahnya. Tak ada alasan untuk malu menceritakan musibah yang bukan karena kelalaian." "Apa yang kau curigai dari Nyonya Smith, Bee?" tanya Briella. "Bukan Nyonya Smith, tapi kata kunci yang akan keluar dari mulutnya nanti."Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"