Share

OKB yang Kutagih Hutang Lewat Grup Keluarga
OKB yang Kutagih Hutang Lewat Grup Keluarga
Penulis: Pipit Aisyafa

Menagih

[Mba, apa uang yang Mbak pinjam tiga bulan yang lalu sudah ada?] Kukirim pesan W* pada saudara iparku. Dia kakak dari suamiku Mas Bayu.

Masih centang dua. Padahal aku sudah kirim dari semalam. Rasanya sedikit jengkel. Padahal aku lihat dia beberapa kali online.

Aku masih berusaha sabar, walau sebenarnya uang itu sudah sangat aku butuhkan.

"Mas, apa sebaiknya kamu minta aja kerumah Mbak Desi. Di W* dia ngga baca," ujarku pada Mas Bayu yang tengah bersiap untuk berangkat kerja (ojol)

"Ngga mau lah, Fit. Sungkan." Selalu jawaban itu yang aku terima. Mas Bayu memang begitu. Selalu punya rasa tak enak pada saudaranya. Sama saat Mbak Desi meminjam uang. Mas Bayu yang memang tak sedang memegang uang, menyuruhku untuk mencarikan. Tak mau berterus terang jika kami memang tak memiliki uang.

Hasilnya, aku minjam sama majikanku. Aku yang bekerja membantu Mas Bayu mencari uang dengan takut meminjam uang dengan nominal yang bagiku cukup besar. Satu juta. Sedangkan gajianku hanya sembilan ratus ribu saja disana.

Beruntung memiliki majikan yang baik dan pengertian. Dia memberikan tanpa menanyakan untuk apa. Tapi hasilnya, satu bulan aku tak menerima gaji. Hingga akhirnya bulan lalu belum bisa bayar kontrakan. Selalu nunggak.

"Udah dua bulan berturut-turut bayar kontrakan nunggak mulu. Bayar sekarang untuk menutup bulan kemarin!" Kesal Bu Minah pemilik kontrakan. Tentu aku hanya diam saja.

"Pokoknya bulan besok harus Doble. Kalau tidak, aku ngga mau tahu, masih banyak yang mau ngontrak disini. Jangan mempersulit diri."

Kuhela nafas berat. Hanya karena suami yang segan menolak kakaknya yang pinjam uang, berakibat buruk pada kestabilan ekonomi keluarga.

"Terus bagaimana ini, Mas. Bu Minah ngga mau tahu!" ujarku yang mulai kesal.

"Sabar, Fit. Mungkin Mbak Desi belum ada uangnya." Mas Bayu masih sama. Aku makin jengkel. Jelas saja, kulihat beberapa waktu lalu Mbak Desi pamer barang-barang branded bahkan sempat pamer perhiasan saat anniversary. Aku hanya menelan rasa sakit dan sedih.

Mas Bayu pamit berangkat. Tak lupa kucium punggung tangannya. Semoga di beri keselamatan dan rejeki yang banyak. Itu tentu menjadi do'a seorang istri yang merelakan suami mencari nafkah.

Pintu di ketuk, saat aku akan beranjak kedapur. Memasak sebelum berangkat untuk buruh cuci gosok.

"Bu Minah?" Aku membuka pintu, Bu Minah sudah berdiri tentunya.

"Fit, bulan ini pokoknya bayar Doble ya! Kalau ngga, aku mau sewakan sama yang lain!" ujarnya tanpa basa-basi. 

Aku mengangguk lemah. Walau memang belum ada solusi yang tepat. Tapi sepertinya tak ada pilihan lain.

Setelah berkata demikian. Bu Minah meninggalkanku, berjalan kesamping kontrakan yang lain. Aku menutup pintu dengan lemah sambil berfikir bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membayarkan kontrakan dengan doble.

Kling!

Kling!

Bunyi ponselku berurutan. Aku tahu itu adalah bunyi dari grup dan aku hanya mengikuti grup alumni sekolah SMP dan grup keluarga dari Mas Bayu. Karena penasaran aku segera membukanya. Entah kenapa seperti rame sekali, sampai ponselku tak berhenti berbunyi.

Aku tersentak kaget. Yang kukira grup W* dari alumni sekolah ternyata dari grup keluarga dan yang lebih membuat shock. Disana sedang membahas Mbak Desi yang tengah mendapat durian runtuh. Kuscrol dari atas, saat Mbak Desi memamerkan tumpukan uang yang di beri penjelasan bahwa dia tengah mendapat rejeki yang melimpah.

Segera aku melihat chatku yang masih tetap centang abu-abu. Aku jadi perfikir negatif. Apa Mbak Desi menghapusnya sebelum membuka? Aku kembali masuk membaca grup. 

[Aku minta pecingan, Mba.] Tulis Ririn adik Mas Bayu yang terakhir.

[Aku juga dong, Des. Ponakanmu yang mau nikah belikan baju!] Kali ini dari Mbak Sarah--istri Mas Rian--kakak pertama Mas Bayu.

[Tenang saja semua kebagian. Desi itu baik.] Balas Desi dengan emoticon love-love.

Aku pun berinisiatif untuk mengirim pesan disana. Mungkin ini saat yang tepat untuk menagih walau harus lewat grup. Karena nyatanya japri malah di abaikan.

[Aku juga ya, Mbak. Sekalian bayar hutang Mbak Desi yang tiga bulan yang lalu. Udah kepeped nih mau buat bayar kontrakan.] Tulisku disana.

Aku menunggu, melihat siapa tahu Mbak Desi segera merespon atau setidaknya melalui pesan pribadi tapi nihil. Bahkan grup yang tadinya rame membalas kini sunyi sepi.

Aku meletakan ponsel dan bergegas untuk masak. Sudah cukup siang. Kalau harus terus mantengin ponsel yang ada aku akan terlambat datang kerumah Bu Haji--majikanku.

Baru saat pulang dari rumah Bu Haji, aku merogoh saku untuk melihat notifikasi ponsel. Aku yang sempat berfikir jika Mba Desi beriktikad baik, akan membalasnya.

Namun ....

Saat ponsel kubuka, ternyata aku sudah di tendang dari grup dan di blokir dari nomor Mbak Desi.

Astaghfirullah!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Saat ponsel kubuka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status