Share

part 4 melarikan diri

PAGI HARI...

Suara merdu kicau burung menyapa dari balik jendela. Bersamaan dengan itu, seorang wanita cantik baru terbangun dari tidurnya dengan tangan yang masih menggantung, disertai rasa sakit dan pegal di sekujur tubuh.

"Akh..." rintih Vivian. Wanita itu melihat pergelangan tangannya yang masih menggantung sambil berusaha melepas ikatan kain itu secara perlahan.

Cklek...

Seorang pria keluar dari kamar mandi dengan dibalut sehelai kain handuk yang melingkar di pinggangnya. Sambil mengeringkan rambut dengan acak, tiba-tiba pandangan pria itu langsung tertuju pada wanita yang masih menggantung di sudut ruangan, terlihat sedang berusaha dengan tubuh lemas dan kelelahan.

Melihat pemandangan itu, tiba-tiba sudut bibir Max terangkat, melihat istrinya menderita, membuatnya puas dan bangga.

"Pfftt...dia berusaha?" batin Max ingin tertawa.

Dengan langkah panjang, Max mengambil pengering rambut tanpa menghiraukan Vivian sedikit pun, membiarkan tubuh wanita yang lemah itu berusaha sekuat tenaga. Di sisi lain, rasa perih semakin terasa, pegal di sekujur tubuh juga menjadi kendala besar bagi Vivian untuk terlepas secepatnya.

"Tolong...lepaslah...lepas..." harap Vivian sembari memutar pergelangan tangan. Namun naasnya sekuat apa pun berusaha, ikatan kain itu tak bisa longgar sedikit pun, bahkan membuat pergelangan Vivian semakin terasa perih.

Di sisi lain, seakan tak mempedulikan, Max diam-diam tengah memperhatikan gerak-gerik istrinya. Usaha melarikan diri yang Vivian lakukan membuat Max terbahak-bahak dalam hati.

"Haha...menyenangkan juga."

Setelah mengenakan celana yang hanya mencapai lutut, dengan asal Max mengambil sebuah kaos di lemari dan langsung mengenakannya dengan cepat.

Max bergegas keluar, meninggalkan Vivian yang seakan tak terlihat oleh matanya. Wanita yang hampir kehabisan energi itu melihat Max melangkahkan kaki. Ketika Max menutup pintu, tanpa sengaja tatapan mereka bersatu, dan dengan kejamnya pria itu menampakkan senyuman tipis dan samar-samar terlihat gerakan bibir tanpa suara seolah mengatakan "nikmatilah."

Bak!

Pintu tertutup meninggalkan Vivian sendiri. Namun hal itu bukanlah sepenuhnya pertanda buruk, Vivian semakin memiliki banyak waktu untuk melarikan diri. Hanya saja energi yang dia miliki sudah terkuras habis.

Demi bisa kabur, wanita itu berusaha berpikir untuk lepas secepatnya, menarik kain yang mengikat tangannya sekuat-kuatnya, mengerahkan segala energi yang masih tersisa.

Bak!

Dengan tarikan yang sangat kuat, Vivian berhasil menarik kain yang mengikat lengannya.

"Ugh...aku harus cepat pergi dari sini."

Rasa pegal sedikit terobati dengan posisinya yang sudah tidak menggantung lagi. Sebelum Max kembali, Vivian bergegas secepat mungkin mengambil alat yang mampu melepas ikatan yang melilit kuat di pergelangan tangannya.

"Pisau, aku harus menemukannya."

Untung saja dia masih mengingat di mana letak benda tajam yang Max simpan kemarin malam. Dengan cepat Vivian mengambil sebuah benda tajam di dalam laci tepat di samping ranjang tempat Max menenangkan diri.

Pisau ditemukan. Tanpa berlama-lama dia meletakan pisau di antara kedua kakinya, menyayat kain di pergelangan tangannya sambil sesekali melihat keadaan memastikan ke tidak hadiran pria iblis di sekelilingnya.

Srekk...

Alhasil setelah kuat berusaha, Vivian dapat melepas ikatan itu. Dengan ketakutan dan trauma yang begitu dalam, Vivian dengan cepat membuka jendela hingga terasa tamparan angin di sekujur tubuhnya. Tanpa pikir panjang wanita itu menarik tirai, kemudian mengikatnya menjadi sebuah tali yang dapat mencapai tanah.

"Cepatlah, aku harus cepat."

Rasa ketakutan masih mengelilinginya, secepat mungkin Vivian melancarkan aksi, mengikat tali pada celah jendela dan mulai melarikan diri.

Sedikit demi sedikit, wanita itu menggenggam ikatan kain yang telah dia buat, hingga pada akhirnya dia berhasil turun dengan selamat. Namun ketika dia melihat ujung tali untuk terakhir kali, tiba-tiba sebuah senyuman dari atas jendela mengarah kepadanya.

"Run..."

Deg!

Secepat mungkin Vivian berlari. Detak jantung yang berpacu semakin cepat telah membutakan akal pikiran. Entah ke mana arah yang dia tuju, pikirannya sudah tak bisa berfungsi lagi, menjauh sejauh mungkin adalah tujuan utama mengatasi ketakutan ini.

"Hosh...hosh..." Vivian mengendalikan nafas sejenak. Dia terhenti di sebuah tempat yang entah di mana berada. Bola matanya menelaah ke berbagai arah yang dikelilingi pepohonan besar dan semak-semak belukar, sangat sepi dan sunyi.

Sejenak Vivian menenangkan diri dan mulai melangkah dengan pelan.

"Aku harus kemana lagi..."

Srek...

Tiba-tiba saja, suara aneh datang dari semak-semak, sontak saja Vivian menoleh. Dalam kondisi lemas, dia merasakan ketegangan kembali. Dia berlari sekencang mungkin untuk menghindar, berharap di seberang sana ada sebuah pemukiman yang mampu menyelamatkannya dari penyiksaan.

Sementara itu di balik semak-semak, seorang berseragam duduk mengintai dengan senjata pada salah satu tangannya.

"Wanita yang cantik."

....

Hari semakin gelap, kaki kecilnya sudah tidak mampu melangkah lagi, suara nyaring perut juga terus berbunyi, membuat Vivian memutuskan untuk berdiam diri sementara.

"Akh...lapar." Perut yang tak mendapat asupan sedikit pun menimbulkan nyeri amat luar biasa. Vivian meremas perut hingga terlihat kerutan kening serta tetesan keringat di wajahnya.

Setelah berpikir kembali, bersama Max ataupun tidak, penderitaannya tetaplah sama. Di hutan belantara tanpa tujuan, Vivian menyadari dan menyesal akan keputusan serentak tadi.

Tiba-tiba dalam bayangan samar bermunculan sosok ayah dan ibunda yang tengah menanti dirinya, lambaian tangan serta senyum kebahagiaan keluarga yang dia rindukan seketika muncul, membuat ukiran senyum manis di wajah wanita yang tengah bersandar di balik pohon besar. Hingga tak terasa rasa lelah ini sedikit demi sedikit berkurang, hingga malam tiba, wanita itu hanyut terpejam dalam balutan sunyi nya angin malam.

Tak... Tak...

Perlahan suara langkah kaki terdengar mendekat, menghampiri wanita yang tengah tertidur kelelahan. Kedua tangan kekar itu disimpan dalam saku, lalu berjongkok untuk melihat wajah Vivian dari jarak yang dekat.

"Rupanya kau disini... Istriku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status