"Bagaimana dia bisa mengetahui keberadaanku?"Helen sudah tidak sempat berpikir lagi. Meskipun sekarang dia berada di luar negeri yang jauh dari tempat tinggal Rey, jelas masih ada rasa gelisah dalam hatinya ketika menyadari bahwa Rey sudah tahu dirinya masih hidup. Helen tahu betul bagaimana kegigihan Rey. Lelaki itu terbiasa mendapatkan apa pun dia inginkan. Dia akan melakukan apa saja, tak peduli kalaupun itu mengeluarkan banyak biaya.Helen duduk tepat di samping Gavin. Pikirannya dijejali oleh banyak hal. Bagaimana kalau nanti Rey berhasil menemukannya? Bisakah dia membayangkan bagaimana besarnya kemarahan Rey nanti? Apakah ada suatu hal yang jauh lebih buruk yang mungkin saja dilakukan oleh Rey selain menguburnya hidup-hidup?Berbagai macam pertanyaan itu menyerang kepala Helen habis-habisan. Dia mengkhawatirkan sesuatu yang memang belum tentu terjadi padanya."Aku takut, Gavin. Aku sangat takut." Helen tidak sadar kalau dia sudah menangis. Dia juga tidak sempat menoleh pada Gav
"Kau mungkin tidak menyadarinya selama ini, tapi tingkat stressmu sudah cukup parah. Jadi aku menyarankan agar kamu minum obat ini secara rutin. Ini akan sedikit membantu. Kau juga harus cukup tidur." Akhirnya hari ini, Gavin membawakan psikiater untuk Helen. Psikiater wanita yang seumuran dengan Helen. Dia datang ke rumah atas permintaan Gavin. Helen berkonsultasi dengan psikiater itu di dalam kamar sedangkan Gavin menunggu di luar. Helen menyisir rambut dengan jemari dan mengusap wajahnya. Dia menghela nafas panjang dan merasa sangat lega setelah menceritakan semuanya. Ternyata dia hanya butuh bercerita bahkan juga menangis. psikiater itu dengan sabar mendengar semua ceritanya dan juga memberi solusi yang bisa dilakukan olehHelen. Helen memang sudah terlalu stress hanya karena pikirannya sendiri. Apa yang dia takutkan belum terjadi dan Gavin juga menjaganya dengan sangat baik. "Terima kasih. Mungkin aku hanya harus meningkatkan rasa percayaku kepada Gavin. Aku terlalu merasa ta
"Aku tidak mungkin terjun ke dunia entertainment, meskipun aku sangat menginginkannya. Itu sama saja menggali kuburan sendiri. Rey akan dengan sangat mudah menemukanku karena wajahku dipajang di mana-mana, terlebih lagi kalau aku menjadi aktor dan bermain banyak film." Helen melihat kalau sepertinya Gavin selama ini tidak pernah berpikir bahwa dia sangat ingin bergabung dengan dunia entertainment, terutama industri film. Mungkin Gavin hanya berpikir bahwa Helen ingin bekerja kantoran seperti yang sering dipilih oleh kebanyakan wanita. Namun sejak kecil Helen memang memiliki jiwa seni, terkadang dia juga suka bernyanyi sendirian di kamarnya atau juga sedang mandi. Hal itu membuatnya jatuh cinta pada dunia entertainment. Namun Helen cukup sadar bahwa dalam keadaan seperti ini mengambil pekerjaan yang menurutnya sangat menyenangkan itu memiliki banyak resiko. Bukan risiko dibully oleh haters, namun risiko ditemukan oleh Rey lebih cepat. "Aku tidak menyangka sama sekali kalau kau punya
"Kau suka berbelanja di toko itu?" tanya Helen pada Rose yang merasakan kalau hati kecilnya mulai tidak nyaman. Dia berharap kalau dia salah dengar atau mungkin saja hanya kebetulan ada orang yang memiliki nama yang sama dengan Rey. Namun sepertinya kebetulan seperti itu persentasenya terlalu kecil. Helen sudah mencari tahu tentang kota ini dan dia juga sudah memastikan bahwa Rey tidak membuka cabang perusahaannya di sini. Bisa dibilang kota ini cukup jauh. Rey mungkin juga malas membuka cabang di tempat lain ketika di tempatnya sendiri dia sudah cukup sibuk. "Ya, apa kau juga sering membeli baju di sana? Bukankah mereka memiliki banyak pakaian yang menurutku cukup sederhana namun juga tetap bergaya. Aku suka setiap bahan yang yang mereka pakai. Rasanya sangat nyaman, apalagi untuk piyama." Helen menghela nafas diam-diam. Dia tidak tahu bagaimana caranya menanyakan hal itu kepada Rose. Dia hanya ingin memastikan bahwa tidak ada orang lain di sini yang curiga bahwa dia memiliki hubu
"Apa? Operasi plastik? Sumpah, aku bahkan tidak pernah berpikir tentang itu."Gavin meletakkan cangkir kopi yang sudah kosong. Dia juga sebelumnya tidak pernah memikirkan ide itu. Kalimat yang dia katakan barusan seolah keluar begitu saja dari bibirnya. Ide itu spontan muncul di kepalanya ketika teringat pada film atau series detektif yang sering dia tonton. Bahkan solusi operasi plastik agar tidak dikenali orang pun juga menjadi alur cerita series murahan.Gavin juga tidak berpikir kalau Helen akan langsung setuju dengan solusi yang dia berikan. Dia hanya merasa bahwa saat ini, operasi plastik adalah solusi yang bagus untuk mengelabui Rey. Helen juga tidak perlu was-was ketika keluar rumah lagi karena tidak akan ada orang bayaran Rey yang bisa mengenalinya."Aku tidak memaksamu sama sekali untuk menerima tawaran ini. Aku hanya merasa kalau itu solusi yang bagus agar kau bisa lebih santai ketika sedang keluar rumah. Aku yakin kalau kau masih belum bisa leluasa bergerak di luar sana me
"Akhir-akhir ini kau sering sekali melamun dan juga menghela nafas. Apakah ada sesuatu yang terjadi? Kau punya masalah? Kau terlihat lesu dan lelah bahkan di pagi hari seperti ini." Helen gelagapan tersenyum paksa ke arah Rose. Dia sudah menebak kalau Rose atau mungkin beberapa rekan kerjanya yang lain memperhatikan sikapnya beberapa hari terakhir ini. Bukan berarti memiliki masalah yang besar, dia hanya memikirkan tentang pertimbangan operasi plastik itu. Hingga saat ini Helen belum berani untuk mengambil keputusan apakah dia akan melakukan operasi itu atau tidak. "Entahlah, aku juga bingung tentang masalah ini. Maksudku, mungkin ini tidak bisa langsung disebut sebagai masalah." Rose mengerutkan kening. Dia menatap Helen dari balik mejanya. Helen sendiri hanya bisa melihat layar laptopnya yang sama sekali tidak beralih ke halaman mana pun kecuali wallpaper. Memikirkan semua itu membuat Helen merasa tidak bersemangat untuk mengerjakan pekerjaannya hari ini, padahal masih ada banyak
"Kau sudah menentukan dokter mana yang akan kita kunjungi nanti? Temanmu itu pasti juga sudah mencarinya, bukan?" Helen melipat baju yang baru saja dia keringkan. Dia mengangguk sambil tersenyum. Beberapa hari terakhir ini Gavin meluangkan banyak waktu untuknya, meskipun Helen juga tahu bahwa Gavin baru saja membeli perusahaan di kota ini. Helen tidak tahu bagaimana pekerjaan Gavin di kota sebelumnya, sepertinya dia sudah mempercayakan perusahaannya itu kepada orang lain sedangkan dia fokus pada perusahaan barunya saat ini. "Yah, alamatnya cukup jauh dari apartemen kita. Aku harap itu bukan masalah besar bagimu. Awalnya aku juga merasa keberatan karena terlalu takut pergi terlalu jauh, tapi kurasa tidak ada pilihan lain kalau memang itulah yang terbaik." Gavin mengangguk setuju. Dia menutup laptop kemudian berjalan ke arah Helen dan membantu Helen sejenak membereskan semua pakaian itu ke lemari. Gavin langsung mencari tahu tentang rumah sakit dan juga dokter yang dipilih oleh Helen
"Kau puas dengan wajah barumu yang sekarang?" Rose tersenyum penuh arti ketika Helen kembali bekerja lengkap dengan wajah barunya. Wajah baru Helen tentu saja membuat banyak orang tidak bisa mengenalinya. Bahkan ada beberapa karyawan yang mengira kalau Helen adalah karyawan baru, sampai mereka bingung sejak kapan perusahaan kembali membuka lowongan pekerjaan.Sebenarnya bukan hanya wajah, Helen bahkan mengubah gaya dan warna rambutnya. Wajah Helen lebih chubby sekarang. Bibirnya juga lebih tipis. Warna kulitnya tidak berubah, tetap berwarna putih bersih. Alisnya juga lebih tebal dan hitam. Helen memotong pendek rambutnya dengan gaya rambut pixie, persis seperti gaya rambut Lady Diana."Aku tidak menyangka kalau operasinya ternyata cukup sakit. Aku sampai merasa akan dihukum mati di dalam ruangan rumah sakit itu."Helen dan Rose sedang menikmati sajian ayam bakar di salah satu kafetaria tempat kerja mereka. Mereka menikmati waktu berdua ketika jam istirahat. Salju sudah turun di luar s