Bangkrutnya perusahaan sang ayah membuat Helen berada di ujung tanduk. Rey yang menawarkan bantuan pada mereka malah mengajukan syarat agar dia menikah dengan Helen. Rey yang terobsesi pada Helen bahkan tak ragu melakukan banyak hal agar Helen tidak dimiliki lelaki lain. Hingga akibat dari kegilaannya itu membuat Helen bertemu dengan Gavin yang mengubah segalanya, termasuk sebuah kejutan di masa lalu.
view more"Kejar dia!"
Helen merasa sudah tidak sanggup melebarkan kaki untuk menjauh dari kejaran sekelompok lelaki itu. Dia tidak sanggup kalau harus kembali dibawa ke apartemen yang dia anggap jauh lebih mengerikan daripada neraka. Langkah kakinya terlalu kecil apabila dibandingkan dengan langkah kaki beberapa lelaki yang mengejarnya sekarang.
Helen menjerit keras berharap ada orang yang bisa mendengar kemudian menolongnya. Namun jeritannya itu seakan tak ada bedanya dengan suara kucing liar. Dia merasakan seseorang menarik baju dan rambutnya dari belakang. Helen sampai meringis sakit ketika ketiga lelaki itu kini menyergap tubuhnya dan memasukkan ke mobil.
"Kami berhasil menangkap Nona Helen." Salah satu pria itu menelepon sang atasan. Orang yang mendengar hal itu pun tersenyum puas. Helen hanya bisa pasrah karena sebentar lagi dia akan kembali ke apartemen itu.
"Bagus, segera bawa dia kemari. Jangan sampai dia lepas lagi," ucap pria di seberang sana. Telepon itu pun terputus.
Hanya butuh waktu beberapa menit bagi mereka untuk sampai ke apartemen mewah itu. Helen tidak sadar tubuhnya kini dibawa ke sebuah kamar. Kamar yang sebetulnya sudah dia kenali. Jadi memang ini bukan pertama kali dia dibawa ke kamar itu.
Helen melihat Rey tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil menangkap Helen untuk kesekian kalinya. Rey adalah pria yang dijodohkan dengan Helen. Segala penolakan sudah Helen sampaikan pada ayahnya, namun sang ayah justru membiarkan Rey menguasai Helen bahkan sebelum mereka sah menjadi suami istri.
Telah berminggu-minggu lamanya Helen disekap di apartemen mewah itu. Tidak boleh bekerja dan tidak boleh keluar. Semua kebutuhannya dilayani oleh pelayan. Dia sendiri juga tidak boleh menolak apa pun diinginkan oleh Rey. Berkali-kali dia mencoba kabur, namun berkali-kali pula Rey berhasil menangkapnya.
"Kerja bagus. Kalian memang tidak pernah mengecewakanku. Silakan pergi. Besok pagi aku akan mentransfer uangnya," ucap Rey pada ketiga pria itu.
Ketiga pria tersebut menunduk sejenak sebelum kemudian keluar dari kamar tersebut."Aku membencimu!" Helen meninggikan suara dan menatap tajam ke arah Rey. Dia sudah terlalu lelah meladeni sikap Rey yang terlalu ingin mendominasi dan menguasai dirinya.
Helen malah semakin kesal ketika melihat Rey tersenyum seperti itu ketika dia sendiri melayangkan tatapan tajam padanya. Dia menarik selimut dan berusaha menutupi seluruh tubuhnya. Dia tahu kalau Rey mungkin saja kembali memaksakan kehendaknya pada Helen malam ini.
"Apa yang membuatmu membenciku? Aku memberikan semua kemewahan seperti yang diinginkan oleh kebanyakan wanita. Aku juga sudah menjamin hidupmu. Bahkan ayahmu sendiri juga mempercayakan dirimu padaku."
Helen tertunduk mendengar perkataan Rey. Itu hanya sudut pandang Rey, dari pandangannya sendiri dia malah merasa kalau ayahnya telah menjual dirinya pada Rey dengan berdalih bahwa mereka berdua dijodohkan dan akan segera menikah.
Semua ini hanya demi kepentingan bisnis. Ayahnya melakukan semua ini agar kerjasama bisnisnya dengan Rey bisa berjalan lancar. Helen yang harus mengorbankan kehidupannya dengan memenuhi semua obsesi Rey terhadap dirinya selama ini.
"Tidak semua wanita bisa bahagia karena harta, terlebih lagi aku tidak mencintaimu sama sekali."
Rey malah semakin tertawa mendengar perkataan Helen. Helen tahu bahwa Rey tidak butuh cinta darinya, yang diinginkan oleh Rey adalah Helen ada di apartemen ini dan memenuhi apa pun yang diminta oleh Rey.
"Kau ataupun aku tidak butuh cinta untuk bertahan hidup. Ayahmu sudah menyerahkan dirimu padaku. Jadi lebih baik kau diam saja di sini dan nikmati semua fasilitas di apartemen mewah ini. Aku akan melakukan apa saja untukmu." Rey menyentuh bibir Helen dengan jemarinya yang membuat Helen langsung membuang pandangan. Dia terlalu merasa jijik dengan apa pun yang dilakukan oleh Rey padanya.
"Jangan menyentuhku!" teriak Helen.
Rey mengangkat alis kemudian bergerak mundur. "Well, kau tahu kalau kau tidak pernah bisa menolak apa pun yang kuinginkan, Helen. Aku juga tahu malam ini kau terlalu lelah. Jadi mungkin lebih baik kau istirahat saja."
Helen memalingkan pandangan dan mendengar suara pintu yang tertutup. Rey sudah meninggalkannya di kamar itu. Dia langsung menangis tersedu dan memilih untuk membersihkan dirinya sebelum beranjak tidur.
Helen terbangun pada pagi harinya dan tiba-tiba saja melihat Rey yang sudah rapi dengan kemeja yang dipadu dengan jas kerja. Dia langsung bangun dan bergerak was-was. Rey membawa semangkuk bubur ayam dan juga segelas susu untuknya.
"Makanlah dulu. Aku harus segera bekerja hari ini." Rey meletakkan semangkuk bubur itu di meja samping ranjang. Helen malah terdiam dan terlihat tidak ingin memakan bubur itu. "Kau tahu kalau aku tidak suka melihat kau jatuh sakit, Sayang. Perlukah aku menyuapimu?" tanya Rey.
Helen menggeleng dan menyelimuti seluruh tubuhnya. Dia tidak pernah merasa nyaman kalau harus makan di depan Rey.
"Tidak, tinggalkan saja aku. Aku akan memakannya nanti," ucapnya yang langsung membuat Rey meninggalkan kamar itu untuk segera berangkat kerja.
Setelah Rey pergi dari sana, barulah Helen bisa menikmati semangkuk bubur itu. Sejenak dia merasa tidak bisa melakukan apa pun di kamar itu. Ada banyak penjaga di luar sana yang ditugaskan untuk menjaga agar dia tidak kabur lagi dari apartemen. Namun jelas Helen tidak kehabisan akal.
Bahkan hingga hari ini dia masih tidak menyerah sama sekali. Helen menyapu segala ruangan itu dengan matanya, mencari apakah ada benda yang bisa dia manfaatkan untuk kabur dari kamar itu. Namun sayangnya semua jendela di sana tertutup rapat. Hanya pintu yang dibiarkan tidak terkunci.
Untuk pagi ini Helen tidak mendapatkan ide apa pun bahkan hingga kembali pulang. Dia harus kembali menghadapi perangai dan keinginan pria itu. Hingga sekarang dia masih memberanikan diri untuk memberontak, termasuk juga ketika Rey ingin bercinta dengannya.
"Aku sudah muak dengan semua caramu, Rey! Aku bisa saja diam di apartemen ini dan tidak kabur lagi, selagi kau tidak memaksakan kehendakmu padaku. Kau membuatku merasa seperti diperkosa selama ini."
Helen bisa menyadari kalau perkataannya tadi menurut amarah Rey. Dia bisa melihat kemarahan itu dalam mata Rey. Selama ini dia memang tidak bisa menolak permintaan yang satu ini. Karena memang Rey terus memaksanya.
"Dan seharusnya kau juga sadar bahwa kau adalah milikku. Aku sudah memberikan semuanya padamu, jadi jangan berpikir bahwa kau bisa membantah apa pun yang kuinginkan." Rey memegang kasar kedua pundak Helen dan memaksakan kehendaknya pada Helen.
Helen menangis ketika untuk kesekian kalinya dia diperkosa oleh Rey. Hanya bisa meringkuk ketakutan di atas ranjang itu setelah Rey menuntaskan hasratnya dan kembali mengenakan pakaiannya setelah beberapa menit.
Helen tidak memandangi Rey, namun dia masih bisa mendengar suara langkah kaki Rey yang hendak meninggalkan kamar itu. Rey berbalik dan menatap Helen sejenak.
"Kau tidak akan pernah lepas dariku, Helen. Kau tinggal menunggu dan melihat apa yang akan kulakukan setelah ini."
"Kau sudah baik-baik saja?" tanya Albert setelah kembali melihat Helen hari ini. Dari wajah Albert saja sudah bisa ditebak bahwa dia memikirkan banyak hal, terutama ketika mengingat bahwa Helen baru saja mengalami keguguran. Alisnya sedikit berkerut. Wajahnya yang biasanya tegar dan kuat sekarang terlihat was-was.Perasaan campur aduk terlihat jelas di dalam mata Albert. Dia mungkin merasa bersalah karena insiden tersebut, dan perasaannya terhadap Helen, yang juga merupakan teman dekatnya, terasa sangat salah. Helen tersenyum manis dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, merasa lebih lega sekarang. Dia seperti merasakan sesuatu yang jauh lebih bebas daripada hari sebelumnya. Dia tidak tahu perasaan semacam apa ini. Dia hanya merasa jauh lebih bahagia. Mungkin karena memang faktor hormon yang selalu berubah-ubah. "Yah, kau tidak perlu terlalu khawatir. Aku sudah baik-baik saja." Albert menghela napas lega. Dia menatap mata Helen yang sama sekali tidak balas menatapnya. "Aku me
"Kenapa kau terlihat sangat marah? Kau marah karena kehilangan bayinya atau kau marah padaku?" Gavin menatap wajah Helen yang sejak tadi seakan tidak mau menatapnya balik.Kamar rumah sakit itu hening, suasana tegang menggantung seperti awan. Cahaya pucat dari lampu langit-langit menyinari ruangan, memantulkan kebisuan. Suara detak jam dinding terdengar seperti dentingan waktu, semakin menegaskan keheningan yang melingkupi mereka berdua. Di tengah ruangan, Helen dan Gavin saling diam setelah apa yang baru saja terjadi. Meskipun suara mereka rendah dan terkontrol, kemarahan itu terasa begitu kentara, seperti medan magnetik yang bertabrakan, menciptakan gelombang kemarahan yang tak terucapkan. Helen juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ada suatu gejolak besar dari dalam hatinya yang sama sekali tidak bisa dia jelaskan di saat seperti ini. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada Gavin. Helen beranjak dari kasur itu dan menatap mata Gavin. Kesunyian itu seakan membun
"Mohon maaf, dia keguguran." Gavin langsung terpaku di tempat ketika mendengar apa yang dikatakan oleh dokter itu. Butuh waktu beberapa lama baginya untuk mencerna makna dari kalimat singkat itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan, sesuatu yang menyampaikan segala kebingungannya, namun kalimat itu seakan berhenti di ujung lidah, tidak bisa keluar begitu saja. Di belakang Gavin, Albert juga berdiri kaku. Ada banyak hal yang menjejali kepala dua lelaki itu. Gavin merasa sangat terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini Helen sedang hamil. Sedangkan Albert juga ingin menanyakan banyak hal kepada Gavin tentang kehamilan Helen. Koridor rumah sakit itu terasa lebih sepi daripada biasanya, padahal masih ada banyak dokter dan para perawat yang lalu lalang. Gavin merasakan seolah tak ada nyawa lagi di rumah sakit ini. Terasa hampa dan sangat hambar. Semua menguap karena rasa terkejut dari dalam hati kecilnya. "Maksud, Dokter? Maaf, saya tidak mengerti sama sekali," ucap Gavin ag
"Apa yang terjadi pada Helen?" suara panik Gavin memecah keheningan lokasi syuting. Dia dengan cepat melangkah ke arah tubuh Helen yang tergeletak di tanah. Orang-orang di sekitarnya hanya bisa menatap tanpa melakukan apa pun, bahkan malah banyak orang yang merekamnya.Tanpa ragu, Gavin dengan cepat mengangkat tubuh Helen yang tidak sadarkan diri, mengangkatnya dengan hati-hati. Albert tentu saja juga khawatir, dia mengikuti Gavin yang membawa Helen ke mobil yang terparkir tidak jauh dari lokasi syuting. Gavin segera berlari ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil. Dengan cepat dan hati-hati, dia memacu mobil menuju rumah sakit terdekat. Gavin tidak tahu kalau Albert mengikutinya dari belakang.Sambil berkendara, Gavin terus mencoba membangunkan Helen. "Helen, bangunlah," bisiknya dengan suara lembut, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Di belakang mereka, Albert menjaga jarak, menngikuti setiap pergerakan mobil Gavin. Hatinya berdebar, terus berharap agar Helen baik-baik s
"Aku akan membicarakannya dengan Albert," ucap Helen sebelum berangkat ke lokasi syuting. Dia tersenyum ke arah Gavin, membiarkan lelaki itu yang mengantarnya hari ini. Albert sebenarnya sudah mengirim pesan pada Helen agar mereka berangkat bersama pagi ini seperti biasa. Namun karena kejadian tadi malam, Helen tentu saja menolak tawaran dari Albert.Helen keluar dari mobil setelah mereka sampai. Dia melambaikan tangan ke arah Gavin sebelum kemudian lelaki itu pergi ke tempat kerjanya sendiri.Dia langsung menemui Albert di lokasi syuting itu. Melihat Albert duduk sendirian di salah satu kursi, tepat di samping para pemain lainnya. Dengan gugup Helen menghampiri lelaki itu. Berbisik sejenak pada Albert agar bisa sedikit menjauh dari para aktor lainnya dan mereka bisa berbicara berdua. Albert yang walaupun merasa heran, tetap mengusahakan untuk menuruti apa yang dikatakan Helen. Mereka duduk berdua, jauh dari orang-orang.Helen mengambil napas dalam-dalam, menatap ke arah Albert, mera
Helen hanya bisa menahan nafas ketika Gavin menggagahinya. Gavin tidak mungkin mabuk. Helen cukup tau bahwa seorang pria tidak akan bisa ereksi ketika sedang mabuk. Jangankan ereksi, untuk bangun dari tempat tidur saja rasanya sulit. Helen sudah tidak mengenakan pakaian apa pun. Gavin melemparnya ke tempat tidur begitu saja. Entah harus disebut apa, namun Helen sama sekali tidak merasa kalau Gavin memperkosanya, meskipun memang caranya cukup kasar, namun Helen cukup menikmatinya. Bahkan dia juga mendesah. "Gavin, aku lelah. Tolong, cepatlah keluar." Helen mengeluh karena merasa kalau sebentar lagi dia akan pingsan jika seandainya Gavin tetap melanjutkan permainan ini. Dia merasakan gairah dan juga kemarahanGavin dalam permainan ini. Helen tahu kalau Gavin sudah marah padanya, dia belum menyadari penyebab dari kemarahan lelaki itu. Helen tetap saja bergerak cepat di atasnya. Sedikit perih namun juga geli di bagian kemaluannya. Setelah beberapa menit akhirnya Gavin mengerang, tidak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments