Share

Bab 7 Sebuah Kesamaan.

Aku berjalan tak tentu arah, dengan wajah linglung dan penampilan yang berantakan. Beberapa orang yang berpapasan denganku mengerutkan alis heran, ada juga yang memasang ekspresi ngeri saat melihat bercak darah yang bercecer pada seragam.

'Aku sudah membunuh manusia.'

Pikiran-pikiran itu terus berulang dibenakku seperti, comedi putar.

Aku menatap ragu ke arah sebuah bangunan di depan, tanpa sadar kaki ku membawa ke sini. Dalam keadaan kalut seperti itu, Aku memberanikan diri untuk masuk. Saat sudah mencapai pintu masuk, Aku kembali berhenti. Beberapa orang dewasa di sana menatap dengan tajam dan menyelidik, hingga salah satu pria yang berseragam di sana menghampiri ku.

....

"Hei, nak. Apa yang terjadi, padamu?," Tanya pria itu sambil menepuk pundak Theo perlahan.

Pupil mata Theo menyempit dan bola matanya bergerak gelisah, dengan terbata-bata ia pun menceritakan insiden mengerikan yang sudah ia alami.

Pria berseragam itu memberikan kode pada temannya, dan langsung dipahami. Pria itu membawa Theo untuk duduk dan memberinya segelas air, lalu dengan tangan gemetar Theo menerima gelas itu dan meminumnya dengan cepat.

"Jadi pria itu mati setelah kamu memukul dan menusuknya dengan botol?"

Theo mengangguk sambil menundukkan wajahnya, setelah menceritakan insiden penusukan itu Theo tak lagi mengeluarkan suara. Ia hanya mengangguk dan menggelengkan kepalanya saat ditanya oleh polisi didepannya itu.

"Sekarang dimana adik mu?"

Namun, setelah mendengar pertanyaan tentang adiknya. Theo dengan susah payah menjawab.

"Tolong adik saya," Ucap Theo dengan suara serak. "Saya mohon, dia di rumah."

Theo tiba-tiba terlihat begitu panik, setelah sebelumnya ia terlihat linglung dan ketakutan saat datang ke kantor polisi. Tapi kini ia tiba-tiba histeris, dan terus menyebut tentang adiknya yang ia tinggal di rumah.

"Sepertinya anak ini sangat kacau. Hei, tolong kirim anak ini ke divisi khusus pembunuhan," Ucap seorang polisi yang sedari tadi memperhatikan anak itu.

"Aku punya firasat kasus ini akan sangat rumit, biarkan divisi itu yang mengurusnya."

Pada malam itu juga, Theo di kirim ke divisi khusus pembunuhan. Sebuah departemen khusus yang menangani kasus yang berhubungan dengan pembunuhan, yang di ketuai oleh detektif bernama Jonie.

Theo duduk seorang diri setelah seorang pria membawanya sebuah ruangan khusus, melamun sambil menghadap ke arah kaca lebar ruang interogasi.

"Hah. Dia sudah tujuh belas tahun dan melakukan tindakan pembunuhan, sesuai peraturan dia wajib di hukum. Tapi, rasanya sedikit tidak adil," Ucap Suga sambil menatap remaja itu dengan ekspresi pilu.

"Hm, tidak adil bagaimana? Benar juga aku belum tau alasan dia membunuh ayahnya sendiri. Bagaimana tadi kamu menginterogasinya?" Tanya Detektif Jonie.

Suga menatap rekannya itu dengan raut wajah keruh. "Ayahnya seorang pemabuk dan pecandu judi. Beberapa hari lalu ibunya meninggal gantung diri, setelah menjadi samsak tinju dari ayahnya yang selalu mengamuk saat kalah judi. Adiknya yang menjadi saksi kematian ibunya berakhir menggantikan posisi ibunya untuk menjadi pelampiasan ayahnya. Dan, pada akhirnya gadis itu di perkosa oleh ayahnya dan secara kebetulan Theo memergokinya lalu berakhir membunuhnya." Ucap Suga, ia menelan air liurnya yang tiba-tiba terasa pahit seusai menceritakan kisah di balik tindakan pembunuhan anak itu.

Jonie untuk sesaat tak mampu berkata-kata, sedikit tercengang dengan kilas balik menyedihkan yang di alami remaja di balik kaca rumah interogasi itu.

"Jika saja usianya kurang dari 15 tahun. Mungkin dia masih bisa selamat dari hukuman. Meskipun tindakan tidak di benarkan, tapi jika ayahnya bukan seorang pecandu itu mungkin bisa di cegah."

"Semua hanya jika. Hukum itu memang terkadang tidak adil." Ucap Jonie sambil menepuk-nepuk pundak Suga yang lesu.

"Lalu bagaimana selanjutnya. Apa anak itu akan dimasukan ke rumah tahanan atau lembaga pembinaan remaja untuk di rehabilitasi?"

"Kita akan lakukan otopsi pada jasad dan melakukan penyelidikan di TKP. Kita juga harus memeriksa kesaksian dari adiknya. Dan, kebetulan salah satu temanku yang bekerja di bagian forensik akan tiba hari ini. " Ucap Suga dengan pandangan tak lepas dari remaja laki-laki yang terkurung di ruang interogasi.

"Tapi, ku pikir ada jalan yang lebih baik." Ujar Jonie.

"Anak ini masih memang sudah legal terhadap hukum, tapi jika di lihat dari standar usia dewasa ia masih 17 tahun, kurang 3 tahun lagi sampai ia di nyatakan dewasa. Jadi bagaimana jika kamu menyajukan jaminan."

Suga menatap Jonie dengan pandangan tak biasa. "Kau menyuruhku untuk menjadi pengasuhnya?"

Tawa Jonie meledak, "Astaga! Ya anggap saja begitu. Bukankah menurutmu dia sedikit mirip seseorang."

Mendengar ucapan dari Jonie, Suga kembali tenggelam dalam pikirannya.

"Benar, dia mirip denganku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status