Aku berjalan tak tentu arah, dengan wajah linglung dan penampilan yang berantakan. Beberapa orang yang berpapasan denganku mengerutkan alis heran, ada juga yang memasang ekspresi ngeri saat melihat bercak darah yang bercecer pada seragam.
'Aku sudah membunuh manusia.'Pikiran-pikiran itu terus berulang dibenakku seperti, comedi putar.Aku menatap ragu ke arah sebuah bangunan di depan, tanpa sadar kaki ku membawa ke sini. Dalam keadaan kalut seperti itu, Aku memberanikan diri untuk masuk. Saat sudah mencapai pintu masuk, Aku kembali berhenti. Beberapa orang dewasa di sana menatap dengan tajam dan menyelidik, hingga salah satu pria yang berseragam di sana menghampiri ku....."Hei, nak. Apa yang terjadi, padamu?," Tanya pria itu sambil menepuk pundak Theo perlahan.Pupil mata Theo menyempit dan bola matanya bergerak gelisah, dengan terbata-bata ia pun menceritakan insiden mengerikan yang sudah ia alami.Pria berseragam itu memberikan kode pada temannya, dan langsung dipahami. Pria itu membawa Theo untuk duduk dan memberinya segelas air, lalu dengan tangan gemetar Theo menerima gelas itu dan meminumnya dengan cepat."Jadi pria itu mati setelah kamu memukul dan menusuknya dengan botol?"Theo mengangguk sambil menundukkan wajahnya, setelah menceritakan insiden penusukan itu Theo tak lagi mengeluarkan suara. Ia hanya mengangguk dan menggelengkan kepalanya saat ditanya oleh polisi didepannya itu."Sekarang dimana adik mu?"Namun, setelah mendengar pertanyaan tentang adiknya. Theo dengan susah payah menjawab."Tolong adik saya," Ucap Theo dengan suara serak. "Saya mohon, dia di rumah."Theo tiba-tiba terlihat begitu panik, setelah sebelumnya ia terlihat linglung dan ketakutan saat datang ke kantor polisi. Tapi kini ia tiba-tiba histeris, dan terus menyebut tentang adiknya yang ia tinggal di rumah."Sepertinya anak ini sangat kacau. Hei, tolong kirim anak ini ke divisi khusus pembunuhan," Ucap seorang polisi yang sedari tadi memperhatikan anak itu."Aku punya firasat kasus ini akan sangat rumit, biarkan divisi itu yang mengurusnya."Pada malam itu juga, Theo di kirim ke divisi khusus pembunuhan. Sebuah departemen khusus yang menangani kasus yang berhubungan dengan pembunuhan, yang di ketuai oleh detektif bernama Jonie.Theo duduk seorang diri setelah seorang pria membawanya sebuah ruangan khusus, melamun sambil menghadap ke arah kaca lebar ruang interogasi."Hah. Dia sudah tujuh belas tahun dan melakukan tindakan pembunuhan, sesuai peraturan dia wajib di hukum. Tapi, rasanya sedikit tidak adil," Ucap Suga sambil menatap remaja itu dengan ekspresi pilu."Hm, tidak adil bagaimana? Benar juga aku belum tau alasan dia membunuh ayahnya sendiri. Bagaimana tadi kamu menginterogasinya?" Tanya Detektif Jonie.Suga menatap rekannya itu dengan raut wajah keruh. "Ayahnya seorang pemabuk dan pecandu judi. Beberapa hari lalu ibunya meninggal gantung diri, setelah menjadi samsak tinju dari ayahnya yang selalu mengamuk saat kalah judi. Adiknya yang menjadi saksi kematian ibunya berakhir menggantikan posisi ibunya untuk menjadi pelampiasan ayahnya. Dan, pada akhirnya gadis itu di perkosa oleh ayahnya dan secara kebetulan Theo memergokinya lalu berakhir membunuhnya." Ucap Suga, ia menelan air liurnya yang tiba-tiba terasa pahit seusai menceritakan kisah di balik tindakan pembunuhan anak itu.Jonie untuk sesaat tak mampu berkata-kata, sedikit tercengang dengan kilas balik menyedihkan yang di alami remaja di balik kaca rumah interogasi itu."Jika saja usianya kurang dari 15 tahun. Mungkin dia masih bisa selamat dari hukuman. Meskipun tindakan tidak di benarkan, tapi jika ayahnya bukan seorang pecandu itu mungkin bisa di cegah.""Semua hanya jika. Hukum itu memang terkadang tidak adil." Ucap Jonie sambil menepuk-nepuk pundak Suga yang lesu."Lalu bagaimana selanjutnya. Apa anak itu akan dimasukan ke rumah tahanan atau lembaga pembinaan remaja untuk di rehabilitasi?""Kita akan lakukan otopsi pada jasad dan melakukan penyelidikan di TKP. Kita juga harus memeriksa kesaksian dari adiknya. Dan, kebetulan salah satu temanku yang bekerja di bagian forensik akan tiba hari ini. " Ucap Suga dengan pandangan tak lepas dari remaja laki-laki yang terkurung di ruang interogasi."Tapi, ku pikir ada jalan yang lebih baik." Ujar Jonie."Anak ini masih memang sudah legal terhadap hukum, tapi jika di lihat dari standar usia dewasa ia masih 17 tahun, kurang 3 tahun lagi sampai ia di nyatakan dewasa. Jadi bagaimana jika kamu menyajukan jaminan."Suga menatap Jonie dengan pandangan tak biasa. "Kau menyuruhku untuk menjadi pengasuhnya?"Tawa Jonie meledak, "Astaga! Ya anggap saja begitu. Bukankah menurutmu dia sedikit mirip seseorang."Mendengar ucapan dari Jonie, Suga kembali tenggelam dalam pikirannya."Benar, dia mirip denganku."Setelah beberapa saat, Kanaya berhenti menangis dan memisahkan dirinya dari Theo. Ia memandang Theo dengan mata yang masih basah. "Kakak... kenapa kamu datang?" tanya Kanaya dengan suara yang lembut. Theo merasa sedikit gugup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Kakak ingin melihatmu, Kanaya," jawab Theo. "Kakak ingin membantumu pulih." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh keraguan. "Apakah kakak bisa membantuku?" tanya Kanaya. Theo mengangguk dengan percaya diri. "Kakak bisa, Kanaya," jawab Theo. "Kakak akan membantumu pulih dan melupakan masa lalumu." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh harapan. "Terima kasih, kakak," gumam Kanaya. Theo tersenyum dan memeluk Kanaya lagi. "Kakak akan selalu ada untukmu, Kanaya," jawab Theo. Saat itu, Suga memasuki kamar dan memandang Theo dan Kanaya dengan senyum. "Bagaimana kabar, Kanaya?" tanya Suga. Kanaya memandang Suga dengan mata yang penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Suga-san," jawab Kanay
Saat Suga dan rekan Detektif lainnya selalu di sibukkan oleh berbagai kasus,waktu terus berlalu dengan cepat. Delapan tahun telah berlalu sejak Theo dipenjara. Ia telah mengalami banyak hal di balik jeruji besi, dari pertarungan dengan narapidana lain hingga pertobatan dan perubahan diri. Theo telah menjadi orang yang berbeda dari yang dulu. Ia telah memikirkan kesalahannya dan memutuskan untuk mengubah hidupnya. Ia telah mengikuti program rehabilitasi dan telah belajar banyak hal baru. Tapi meskipun ia telah berubah, Theo masih merasa bahwa ia memiliki hutang budi kepada Suga. Ia masih ingat janji yang Suga buat kepadanya, dan ia berharap bahwa Suga masih menungguinya. Suatu hari, Theo dipanggil oleh petugas penjara untuk menerima tamu. Ia tidak tahu siapa tamu itu, tapi ia berharap bahwa itu adalah Suga... Apakah tamu itu benar-benar Suga? Apakah Theo akan dapat memenuhi janjinya kepada Suga? Semua itu masih menjadi misteri... Theo berjalan menuju ruang tamu, hatinya ber
Suga langsung merasa bahwa ada sesuatu yang tidak biasa tentang kasus ini. Pembunuh berantai satu dekade lalu tidak meninggalkan pesan seperti itu. "Apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu?" tanya Suga kepada Detektif Jonie. Detektif Jonie menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Detektif Jonie. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Suga mengangguk setuju. "Saya akan memeriksa profil psikologis pembunuh berantai satu dekade lalu dan membandingkannya dengan profil psikologis pembunuh ini," kata Suga. Setelah beberapa saat, Suga menemukan sesuatu yang mencolok. "Pembunuh berantai satu dekade lalu memiliki motif yang jelas, yaitu untuk mencapai keseimbangan," kata Suga. "Tapi pembunuh ini memiliki motif yang tidak jelas. Ia meninggalkan pesan yang berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu." Detektif Jonie mengangguk dengan serius. "Saya pikir kita harus mencari tahu apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh beranta
Setelah 2 hari lalu mendapat pecuil petunjuk aneh dari orang misterius dalam telpon, dan juga teror yang mendadak di alami oleh Detektif Jonie. Kini pria itu kembali bekerja bersama rekan timnya lain. Saat ini Detektif Jonie terus memeriksa data para korban, mencari pola atau kesamaan yang dapat membantu mengungkap identitas pembunuh. Suga, yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba berbicara. "Detektif, saya pikir saya tahu apa yang sedang terjadi," kata Suga. Detektif Jonie menoleh ke Suga dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud?" tanya Detektif Jonie. Suga mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya pikir pembunuh ini sedang mencoba mengirimkan pesan," kata Suga. "Pesan yang terkait dengan anggota tubuh yang hilang." Detektif Jonie merasa bahwa Suga mungkin benar. "Apa yang Anda pikir pesan itu?" tanya Detektif Jonie. Suga menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Suga. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Detektif Jonie mengangguk setuju. "Baik, kit
Detektif Jonie dan polisi itu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Mereka berdua mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Tiba-tiba, seorang bayangan muncul di tangga. Bayangan itu terlihat seperti seorang wanita dengan rambut panjang dan gaun hitam. "Siapa Anda?" tanya Detektif Jonie, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa takut. Bayangan itu tidak menjawab. Ia terus berjalan menuju Detektif Jonie dan polisi itu. Detektif Jonie dapat merasakan adrenalin yang meningkat dalam tubuhnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya... Tiba-tiba, bayangan itu berhenti di depan Detektif Jonie. Ia menatap Detektif Jonie dengan mata yang kosong. "Selamat datang, Detektif Jonie," kata bayangan itu dengan suara yang pelan. "Saya telah menunggu Anda." Pertemuan misterius dengan seorang pria aneh, pada awalnya Detektif Jonie merasa skeptis. Akan tetapi, saat ia mulai membuka suara. Entah itu sebuah fakta atau bukan, itu cukup membuat Detektif itu tercen
Detektif Jonie memandang pria itu dengan curiga. Ia tidak tahu apa motif pria itu untuk membantu. "Apa yang Anda maksud dengan 'Luna sedang dalam bahaya'?" tanya Detektif Jonie. Pria itu mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Luna telah menerima ancaman dari seseorang yang tidak dikenal," kata pria itu. "Dan saya pikir ancaman itu terkait dengan kasus orang hilang yang sedang Anda selidiki." Detektif Jonie langsung meminta pria itu untuk memberikan lebih banyak informasi tentang ancaman itu. Saat pria itu sedang menjelaskan, polisi yang sedang mencari alamat rumah Luna datang menghampiri Detektif Jonie. "Detektif, kami telah menemukan alamat rumah Luna," kata polisi itu. "Apa itu?" tanya Detektif Jonie. "Alamat rumah Luna adalah di sebuah apartemen di kota," jawab polisi itu. "Tapi, ada sesuatu yang aneh. Apartemen itu telah dikosongkan." Detektif Jonie langsung meminta polisi untuk menyelidiki apartemen itu lebih lanjut. Detektif Jonie dan polisi yang men