“Jangan marah dong, Cindy itu kan masih istriku, Key!” bujuk Melvin berjalan sedikit terpincang ke arah Keyla. Keyla langsung bersedekap dengan wajah merengut tak suka. Ia cemburu melihat Melvin memberikan ciuman di pipi Cindy sebelum istrinya itu berangkat bekerja.
“Udalah, yang penting kan Cindy gak tahu hubungan kita, Sayang,” imbuh Melvin lagi seraya mengusap sisi lengan Keyla yang tengah mengambek.
“Enak banget dia bisa tinggal di apartemen mewah kayak gini. Sedangkan aku cuma di rumah kontrakan!” sungut Keyla makin menumpahkan kekesalannya. Keyla menepis tangan Melvin lalu duduk di sofa ruang tengah dengan santai. Melvin menghela napas panjang lalu mendekat pada istri simpanannya itu.
“Dia gak mungkin tinggal di rumah Mama, Key. Mama dan Papa benci banget sama Cindy ....”
“Ya iyalah mereka gak suka. Berapa tahun kalian nikah, sampe sekarang dia gak hamil kan? Apa lagi, dia cuma bawa sial buat kam
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit