Rekaman itu tersebar luas di media Miranda hingga semua masyarakat dapat menyaksikan pernyataan dari Walikota.
Warga yang mendengar keputusan tersebut sangat terkejut dan mereka tidak setuju. Namun, mereka mengerti keputusan tersebut tidak mudah, bahkan mereka juga tidak mampu mengalahkan pasukan Bodem milik Profesor.
Di suatu ruangan rumah salah satu penduduk Miranda, satu keluarga menyaksikan siaran tersebut.
“Miranda akan hancur!” ucap pria botak dengan jenggot panjang. Ia duduk sambil menggendong seorang bayi.
Mereka menyadari bahwa beralih kekuasaan pada orang tidak tepat dapat membuat negeri tersebut hancur. Apalagi Profesor adalah penjahat nomor satu yang dibenci oleh masyarakat Miranda.
Profesor girang, kini Miranda berhasil ia kuasai. Pria aneh itu terlihat percaya diri ketika wajahnya terlihat di media online di seluruh Miranda.“Wahai rakyat Miranda, Akulah pemimpin kalian sekarang. Siapa pun harus tunduk dengan perintahku, jika tidak maka, nyawa kalian yang akan menjadi taruhannya!”Seluruh rakyat Miranda menyaksikan bahwa orang aneh itu terlihat tak tahu diri memangku jabatan yang tidak seharusnya ia pegang. Profesor menuju ruangan khusus dan meminta singgasana yang megah layaknya seorang raja. Beberapa pelayan wanita melayani seperti mengipasi, memberi buah anggur sedangkan Profesor duduk dengan santai seperti preman.Selain ingin kekuasaan, Profesor juga harus mengorbankan satu per satu rakyat Miranda untuk dihisap jiwa guna mempertahanka
Penampilan Miranda semakin kacau, tempat yang dulunya megah dan indah kini semakin terlihat seperti kapal pecah. Bangkai-bangkai mobil berserakan di jalan, tidak ada yang mengurus. Bahkan sampah-sampah berhamburan. Populasi mereka juga semakin berkurang karena jadi tumbal oleh Profesor dan pasukan Bodem.Seorang pria berkumis, mendekati penjara Ogan bersama beberapa orang itu. Pria itu berjas hitam dikawal oleh beberapa orang tentara Miranda. Sedangkan dia robot besi penjaga berlalu bergeser di belakang orang itu.Orang itu berjalan dengan sombong mendekati penjara Ogan. Ia memberi pengumuman yang bisa membuat Ogan naik pitam.“Tak bosan hidup di penjara ini,” katanya senyum sinis.Ogan bangkit dari dudu
“Kau pernah merasakan jatuh cinta tidak?”“Maksudmu apa Mauli?” Beni balik bertanya.“Setelah sekian lama, aku jatuh cinta terhadap lelaki yang usia jauh dariku,” Mauli memangku tangan.Beni lebih mendekat, pria satu profesi tersebut membawa kayu bakar. Tangannya meletakan kayu bakar di atas nyala api. Wajahnya sesekali menatap wanita satu-satunya di tempat tersebut. Tampak mereka menggunakan mantel tebal. Beni menggunakan warna hitam sedangkan Mauli warna biru dongker dengan menutup kepala hitam.“Aku tak pernah mengalami hal aneh sepertimu Mauli.”“Kau dan Ogan menurutku unik, tidak ada man
“Lihat!” kata Beni. Mereka diam sambil menatap lama plang nama dengan kelap-kelip lampu warna tersebut. “kau bawa uang?” Mauli khawatir. “Hehehe… tentu saja! Kau tenang saja, jika uangku habis kita peloroti atm Iwan,” ungkap Beni. Mauli senyum lalu meraih perut Beni. Beni berkelit tetapi tak bisa lolos. Cubitan tersebut menghasilkan suara keras. Tiba-tiba muncul sosok emak-emak berambut singa, wajahnya jutek pelit senyum. “Mau beli apa? Apa pun yang kalian butuhkan pasti ada,” ungkapnya. “Masuklah, carilah barang yang kalian cari,” perintah wanita pemilik minimarket itu. Mauli dan
“Kali ini kalian dapat diskon 50 ribu, jika suamiku berhasil kembali akan traktir makan,” wajah wanita tak terlihat senyum.“Ba baiklah,” Beni menarik uang tersebut.Beni dan Mauli bergegas pergi. Wanita itu menatap mereka dari pintu kaca, sementara Beni dan Mauli terus melangkah. Sesampainya di vila, Iwan sudah menunggu sambil menjaga nyala api. Iwan menambah kayu bakar dari belakang.“Kau bilang tempat ini sepi!” kalimat Beni bernada tinggi.“Memang!” balas Iwan santai.Setelah mendekat, “Aku belanja di area ini, masih banyak warga bernyawa berkeliaran di Husbul.”
“Banyak sekali benda peledak, senjata api yang bisa memuntahkan banyak peluru,” Iwan terpesona.Mauli juga penasaran akhirnya mendekati. “Ya ampun, tapi sepertinya aku bisa menggunakan benda jahanam ini.”“Dari mana kau belajar?”“Aku sering nonton film laga,” jawab Mauli.“Kau sama gilanya dengan Beni,” Iwan mundur.Ia lalu melihat daging yang sudah lama ia tinggal. Betapa terkejutnya Iwan melihat penampilan gading tersebut telah menyerupai arang.“Semua gara-gara kau!” Iwan mengangkatnya.
Akuadron kemudian belok kanan. Mereka terus melaju melewati jalan-jalan sepi. Bahkan pasukan Bodem pun tak terlihat. Namun, Akuadron tiba-tiba berhenti di sebuah lapangan tetapi di depan terdapat gedung aneh. Terlihat bangunan tua, tetapi di sekeliling terlihat seperti tempat umum.Mereka berhenti, lalu keluar dari mobil. Mereka telah siap dengan senjata api membidik pasukan Profesor. Sementara iwan menggunakan rompi yang penuh dengan alat peledak. Mauli dan Beni lebih dulu berjalan mengindip.“Tempat apa ini? Jelek sekali,” kata Iwan.“Bisakan kau jaga mulutmu? Kemungkinan Ogan ada di dalam,” balas Beni berlindung di balik tembok.“Kau lihat?”
Mauli masih berdiri tegak sementara nafas masih ngos-ngosan. Kemudian ia bergerak melepas genggaman Akuadron dan balik badan.“Kau tak apa?” Beni mendekat.“Iya,” Mauli mengangguk sambil mengatur nafas.Akuadron lalu bergerak lagi, benda itu melewati tubuh Bodem yang tergeletak. Mereka mengikuti pergerakan Akuadron kembali.“Dasar tak berguna,” kalimat Iwan mengejek sambil melangkahi rongsok Bodem.Mereka berjalan pelan-pelan, Akuadron masuk di tempat yang luas seperti lapangan di dalam gedung namun berlantai keramik. Mereka menyandar di tembok, berhati-hati jika melihat musuh, Beni memantau area tersebut.&