Eliana sudah sampai di ruang rawat. Wanita itu masih juga memejamkan mata. Bayu tidak tega meninggalkannya barang sebentar. Padahal dia sangat lelah. Nilam dan Irwan memilih keluar. Irwan harus melanjutkan tugasnya sampai beberapa jam, sedang Nilam akan mencari minuman dan makanan. “Temani aku sebentar, kamu pesen saja pake online,” pinta Bayu.
“Kita lagi dipingit! Malah minta ketemuan?” Nilam memutar bola matanya. Dasar Irwan tidak akan peduli. Dia menarik tangan kekasihnya itu masuk ke ruangannya. Dengan lembut menyesap bibir manis sang kekasih.
“Aku sudah tidak sabar, singaku sudah mengaum terus.” Irwan melepaskan ciumannya.
“Main sosor aja tanpa permisi.” Nilam membelalakan mayanya.
“Tapi seneng ‘kan?” Irwan mengusap bibir Nilam dengan jempol bagian dalam. Bibir itu setengah bengkak karena dia sangat rakus menyesapnya.
 
Bayu dan Nilam keluar dari kamar mandi melihat mata Eliana mulai mengerut, itu artinya dia mulai merasakan respon cahaya. Wanita itu memegang dahinya kemudian tidak berapa lama mmebuka matanya. Bayu yang menyadari itu berlari menuju ke ranjang Eliana kemudian menggenggam tangannya dan menciumnya berkali-kali.“Sayang, terima kasih sudah membuka mata. Apa yang kau rasakan? Kepalanya pusing? Apakah itu sangat sakit?” Bayu terlihat sangat khawatir. Dia memegang dahi snag istri.“Satu-satu kalau tanya. Ini sakit banget.” Eliana memijit ringan pelipisnya. Bayu menarik kursi yang dia duduki sehingga lebih dekat ke arah kepala. Dia memijit kepala itu.“Eliana, kamu pingsan tadi di kantor.” Agung datang mendekat di susul oleh istrinya.“Selamat, Sayang. Kamu akan menjadi seorang ibu.” Eliana masih belum ngeh dengan yang dikatakan oleh mamanya.
Hari ini Eliana sudah boleh pulang. Tapi Bayu makin over protektif. Yang semula pernikahan Nilam akan ada turut campur keluarga menjadi hanya Wo saja. Semua dipasrahkan oleh WO. Eliana harus bed rest walau dia tetap mau kerja, sebab makin dekat dengan Bayu. Dia menjadi lebih manja sekarang. Seeprti saat ini, Bayu tidak boleh ke mana-mana. Bahkan mau mandi saja tidak boleh. Sungguh aneh memang. Tapi Eliana tidak minta apa pun. Malah Bayu yang pingin rujak mangga muda.“Kok kayaknya malah kamu yang nyidam, Bay. Ya sudah biar mama pesenin sekarang.” Hari ini memang sudah agak sore saat Eliana pulang dari rumah sakit. Maka Bayu juga seharusnya mandi dan baru mesra-mesraan. Tapi ini tidak. Sesampainya di rumah langsung saja Eliana nggak mau lepas dari pelukanya.“Eliana, biarin Bayu mandi dulu. Kamu nanti bisa peluk sepuasnya.” Maka Eliana malah kesal mendengar perkataan sang mama.“Biarkan, Ma.
Hari pernikahan Nilam dan Irwan semakin dekat. Kata orang semakin dekat pernikahan semakin stres melanda. Seperti hari ini, mereka berdebat hanya karena masalah sepele. Nilam nggak terima ketika Irwan bercanda di depannya. Nilam menjadi over sensitif.“Dengar, ya, Mas? Aku memang tidak secantik Dokter Risa. Tapi aku punya harga diri. Kalau kamu nggak suka gaya aku, kenapa memilihku. Aku benci sama kamu! Aku benci!” Nilam Memukul dada bidang Irwan. Mereka memang dilarang ketemu. Tapi kali ini perlu sebab ada beberapa kendala tentang gaun yang harus Nilam pakai. Yang semula di pilih, ternyata cacat karena kesalahan pekerja. Irwan salah ngomong. Gaun itu memang ukurannya satu senti lebih kecil dari seharusnya, alhasil baju itu sempit berada di tubuh Nilam. Karena itu Nilam tersinggung karena salah paham dengan ucapan Irwan. Padahal Irwan hanya bilang jika bajunya kesempitan di tubuhnya.“Sayang, bukan begitu maksudku. Kamu sal
Ini malam sebelum besok ijab-kabul. Mau dengar genderang hati kedua mempelai? Begitu tadi sore suara lantunan ayat suci Al-Qur’an terdeengar, tangan Nilam gemetaran. Aura dingin dan keringatnya saling berebut keluar. Meskipun acara resepsi di gedung, acara ijab di masjid, rumah harus berisi selamatan. Setidaknya itu naluri budaya sebagai orang Jawa. Bayu tetap memakai adat tersebut.“Kak, aku gemeteran dengernya.” Eliana memeluk sang adik ipar untuk menenagkannya.“Tenanglah! Kakak bantu di depan, ya? Kamu santai saja di sini. Bentar lagi temen-temenmu datang.” Eliana keluar dari kamar Nilam. Belum juga dia sampai di depan, suara rentetan klakson terdengar. Terlihat di sana para ojol sudah berbaris dengan jaket kebanggan mereka.“Kawan-kawan, kita berburu gratisan di rumah Bos Bayu!” teriak salahs satu sehingga di jawab setuju oleh kawan-kawan mereka. Elana menutup wajahnya. Untu
Lihatlah wajah calon pengantin di cermin. Nilam melihat kagum wajah dirinya. Wanita itu kini akan menyandang sebagai Nyonya Irwan setelahnya. Ijab-qabul rencana akan dilakukan di masjid sekitar hotel, agar nanti malam mudah berkoordinasi. Sebab memang rencana sekalian resepsi di hall sebuah hotel berbintang.“Sudah? Mari kita berangkat!” Nilam mengapitkan tangannya di sebelah kiri Bayu. Sedangkan sebelah kanan tentu saja Eliana. “Sayang, jangan jauh-jauh dariku, ya? Kamu kalau bau-bau yang dedek bayi nggak suka pasti mual.” Eliana mengangguk. Bayu memang jadi over protektif sebab kehamilan Eliana sedikit bermasalah. Eliana tidak suka bau parfum, bau bawang goreng dan wangi-wangi lainnya. Mereka menaiki mobil mewah yang sudah disulap sedemikian rupa sehingga sangat indah di pandang mata.Mereka sudah sampai di masjid tempat akad nikah. Tidak ada pasang mata yang tidak takjub melihatnya. Jika Irwan melihat, mungkin seke
Malam ini adalah resepsi setelah tadi siang sudah melakukan sesi ijab-kabul. Lihatlah raja dan ratu sehari itu. mereka namapak elegan dan cantik.tidak menyangka jika itu gaun yang gagal. Terlihat nampak sangat indah. Yang tadinya hanya berupa ekor panjang di belakang, maka kali ini ada sayap di bajian samping yang berbentuk mirip dengan sayap kupu-kupu berwarna putih hampir kupu-kupu untuk menutupi jahitan di bagian samping. Sayap itu langsung terhubung dengan jemari Nilam. Sehingga saat tangannya mengangkat, maka sayap itu akan membentuk seperti layaknya kepakan kupu-kupu.“Wuis, keren!” Demikian komentar para dokter sahabatnya Irwan.“Ketua jomlo kita sudah pensiun jadi jomblo. Sekarang siapa ini yang naik pangkat menajdi ketua jomblo?” tawa mereka meledak.“Wan, istri lo cantik banget. Sayang kalau lo anggurin. Puasin dia nanti malam.”“Jangan kasih jeda,
Akhirnya Nilam memilih mengikuti suaminya masuk ke dalam kamar. Sebelumnya pamitan dnegan Baytu agar tidak dicari. Setelah keluar dari tempat pesta itu, maka Nilam di gendong oleh Irwan ala pengantin baru. Tidak dapat digambarkan detak jantung Nilam yang sudah sangat keras detaknya. Irwan membuka pintu kamar hotel setelah kartu itu ditempelkan pada handle pintu oleh tangan kiri Nilam. Maka dengan kaki kirinya menahan pintu itu. Setelah itu, dengan kakikanannya menutup pintu itu. Irwan meletakkan tubuh itu di atas ranjang mereka.Terlihat ranjang itu sudah dihias sedemikian rupa. Ada selimut yang sudah dibuat membentuk angsa yang berciuman, kelopak mawar yang ditabur membentuk daun waru yang mengelilingi angsa tersebut. lilin-lilin kecil sduah terpasang, yang mungkin baru saja di sulut ketika Irwan pamit sama sang kakak. Suasana itu membuat mereka saling hanyut.“Masih pegel kakinya?” tanya Irwan.
Nilam mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dia gelagapan sebab air itu menyentuh ubun-ubunya. Beberapa saat lalu, Irwan sang suami membuat darahnya mendidih. Rasanya geli tapi ingin terulang lagi. Dia meraba tubuhnya yang sempat disentuh oleh Irwan walau tidak sampai ke araeanya, karena Irwan meraba punggungnya. Dia menjadi malu sendiri. Nilam membersihkan diri dengan sabun aroma therapi agar tercium wangi di reseptor hidung suaminya. Hingga berakhir dengan menghilangkan busa-busa tersebut.Nilam keluar dengan handuk yang dililit sampai ke dada dan pahanya yang mulus masih terekspose. “Siut ... aku menyukainya yang seperti ini.” Irwan melepas handuk yang melilit tubuh sang istri. Hingga sekarang Nilam tanpa sehelai benang pun. Hanya handuk kecil yang membungkus kepalanya.“Mas, malu ih,” cicit Nilam.“Kalau seperti ini, malu nggak?” Irwan melepas bajunya bagian atas. Terpampang dada t