****
Raut wajah Varrell Damington sedikit berubah tatkala mendengarkan pengakuan dari Lea Khalilea. Pria itu sadar jika Lea kali ini tidak akan berbohong padanya.
"Jadi apa yang akan kaulakukan padaku, Varrell? Apa kau akan membunuhku juga?" tantang Lea sambil memberanikan diri menatap mata tajam Varrell Damington.
"Lea, aku tidak menyangka jika kau adalah ..., adalah anak dari pria itu. Aku sungguh tak percaya," ungkap Varrell tak percaya. Suaranya nyaris tak terdengar, ia menyimpan kekecewaannya dalam hati.
"Ya, lalu kau mau apa? Apa kau kecewa? Apa kau ingin meninggalkanku?" Lea bertanya penuh telisik. Jawaban dari bibir Varrell begitu berarti dalam hidupnya.
"Kita dulu nyaris bertunangan. Tapi ...." Varrell tak melanjutkan ucapannya, ia tertunduk dengan seribu perasaan yang tak bisa ditebak.
"Ayahku meninggal dalam kecelakaan dan perusahaannya jatuh ke tanganmu," aku Lea pelan, perla
****Malam itu, Bella akhirnya angkat kaki dari kediaman serba mewah milik Varrell Damington. Wanita itu tidak cukup mengerti apa yang tengah menimpanya kini. Kesabaran yang selama ini coba ia tanam kini akhirnya runtuh sudah. Baginya, jika tidak ada Lea Khalilea maka Varrell tidak akan berubah sedrastis ini. Wanita bermata cokelat itu belum juga mengerti bahwasanya Varell memang sedari dulu tidak pernah mencintainya.Dengan ditemani sang sopir, Bella mengubah haluannya yang semula ingin pulang ke kediaman Brandon menjadi ke kediaman si wanita jalang yang selama ini telah mempengaruhi suaminya. Dengan kemarahan tak kalah menggebu, ia berharap kali ini bisa membabat habis parasit yang selama ini menggerogoti jalinan rumah tangganya."Nyonya, malam ini kita mau kemana? Apakah tidak sebaiknya besok pagi saja?" saran John, sang supir pribadi Bella Brandon.Sembari menghapus air mata kekecewaan, Bella menatap luar jendela
****Perasaan cinta yang mendalam dalam hati Varell Damington memang tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Sejauh apapun pria itu berlari, ia tetap akan menerima kenyataan bahwa hati kecilnya telah digenggam wanita kecil itu. Ya, Lea Khalilea.Mengembuskan napas dengan resah, Varell terus menahan dirinya untuk tidak pergi mencari wanita pujaannya. Rasa takut yang membuncah dalam hatinya terlalu besar dan mampu mengalahkan niatnya untuk meminta maaf.Sekilas pikiran pria itu melayang pada sosok Lea. Wanita yang ia kagumi sepanjang hari, seperti apakah dia saat ini?Ada rasa sesal ketika mengingat kembali keadaan Lea Khalilea. Setelah Varell mengusirnya, terbersit perasaan tak nyaman dalam hati Varell. Seharusnya ia tidak mengusir wanita itu. Sekarang, dimanakah wanita itu tinggal? Apakah dia sudah makan?Kembali menarik napas dengan berat, perhatian Varell kini ia alihkan pada layar laptop di meja kerjanya. Men
****"Maaf jika aku melakukan kekerasan padamu. Aku tidak bermaksud demikian," bisik Varell dengan nada penuh sesal.Pria itu menjauhkan tubuhnya dari jangkauan Lea Khalilea ketika menyadari bahwa apa yang sudah ia perbuat telah menyakiti hati kekasihnya.Merapikan pakaiannya yang lusuh, Varell kembali ke tempat duduknya di dalam mobil dengan wajah bersemu merah. "Pakai kembali pakaianmu, mari pergi ke rumah sakit."Wajah Lea tak berekpresi, ia hanya menurut dengan segala perintah dari Varell. Tanpa banyak bicara, ia merapikan pakaiannya dengan tangan bergetar. Sudah menjadi kebiasaan Varell jika ia marah maka ia akan melampiaskan perasaannya saat itu juga. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini apa yang dirasakan Lea terasa begitu hambar dan kosong."Kenapa kau hanya diam? Apa kau marah denganku?" tanya Varell seraya menoleh ke arah Lea. Wanita itu tak mampu menjawab, ia melempar pandangan keluar jendela mobil.
****Setelah pemeriksaan yang cukup terhadap luka Lea, Varrell bergegas mengajak wanita itu untuk kembali ke sangkar emasnya dimana apartemen itu khusus dibeli untuk Lea.Berjalan tanpa banyak bicara, Lea hanya mengikuti langkah Varell dari belakang. Pikirannya berkecamuk antara sedih, bingung, dan ragu. Lea merasa sedih ketika mendengar Varell telah menceraikan Bella. Rupanya pria itu tidak bisa lagi ia kendalikan. Ia juga turut bingung harus mengiyakan pernikahan atau tidak. Bukankah selama ini usahanya untuk mendapatkan saham ayahnya telah membuahkan hasil?Keraguan yang tertanam dalam hati tidak bisa ia lukiskan dengan kata-kata. Wanita berpakaian ungu itu tersentak ketika Varell tiba-tiba berhenti dan membalikkan badan tepat di hadapannya membuat Lea tanpa sengaja membenturkan kepalanya di dada Varell.Wanita itu mendongak dengan mata bulatnya yang lucu. Tatapan Varell terlihat serius, pria itu lantas menyembunyi
***"Apa?" Varell nyaris terlonjak dari jok mobil yang tengah ia duduki. Mata pria itu membulat ketika mendengar kabar mengenai Lea via telepon.Pria tampan itu segera membanting stir dan menepikan mobilnya. Ia tidak peduli beberapa mobil nyaris menabrak mobilnya akibat keteledoran yang telah Varell buat."Baik aku akan segera kesana," sambung Varell lalu mematikan ponselnya. Ia meletakkan ponsel lalu kembali memacu mobilnya untuk berbalik arah menuju ke rumah sakit dimana Lea Khalilea dilarikan.Varell terlihat terburu-buru. Baru 10 menit ia pergi dari hadapan wanita kesayangannya dan kini, ia justru mendapat kabar mengenai penusukan itu dari salah satu tetangga apartemen yang sengaja ia bayar untuk mengawasi gerak-gerak Lea.Mobil mewah Varell melaju di atas kecepatan rata-rata. Perasaan pria bertubuh tinggi itu penuh khawatir dan rasa takut. Apalagi dari pengakuan pria yang menjadi mata-mata tersebut, Lea d
****Wajah Varell menahan marah sesampainya ia di depan jeruji besi dimana Bella mendekam dengan segala perasaan takut yang berkecamuk dalam hatinya. Melihat kedatangan Varell, Bella kembali menangis histeris.Wanita itu segera menangkap tangan Varell di sela-sela jeruji besi, ia berharap pria itu mau berbelas kasih kepadanya. "Varell, aku benar-benar tidak sengaja. Aku tidak sengaja menusuk Lea, Varell kau harus percaya padaku."Tangisan Bella yang terlihat begitu beremosi, sama sekali tidak menggoyahkan hati seorang Varell Damington. Kini di mata pria tampan itu, Bella-lah yang telah menusuk Lea hingga wanita pujaannya nyaris tak sadarkan diri hingga beberapa hari lamanya."Varell bicaralah padaku, aku mohon. Aku mohon bebaskan aku dari sini, aku tidak bisa hidup di sini. Varell bantu aku," rintih Bella seraya menggenggam tangan Varell. Tangan dingin itu terlihat bergetar karena ketakutan namun sekali lagi Varell hanya berge
---Orang Ketiga---Varell Damington, siapapun pasti tahu bahwa dia bukanlah orang yang suka dianggap main-main. Segala keputusannya tidak bisa diubah kecuali memang ada sesuatu yang membuatnya berubah.Segala manja yang Lea tujukan pada pria itu harus rela dianggap angin lalu. Kenapa? Karena Varell sama sekali tidak meluluskan keinginan Lea untuk membebaskan Bella.Bukan hanya Lea, Louis Brandon pun rela merangkak di bawah kaki Varell hanya untuk meminta keringanan atas hukuman yang Bella sandang."Sekarang kau sudah tahu'kan apa akibat dari bermain-main dengan kuasa Varell Damington, Paman Tua?" sindir Varell seraya menatap tajam ke arah Louis Brandon.Pria yang dipanggil 'Paman Tua' menyipitkan mata. Ia sama sekali tidak suka dengan julukan tersebut namun apa mau dikata, saat ini bukan soal ego melainkan keselamatan putrinya."Aku ta
---Orang Ketiga--- Hari ini Lea Khalilea sudah diperkenankan untuk pulang. Dengan dijemput oleh Varell Damington, Lea terlihat begitu ceria dan senang. Ya, tentu saja semua itu formalitas yang bisa ia tunjukkan lewat sebuah senyuman. Selebihnya, hatinya tetaplah hancur.Sembari digendong Varell, Lea hanya pasrah ketika ia dipindahkan dari ranjang pesakitan menuju ke kaki barunya. Ya, sebuah kursi roda, mau tidak mau, rela atau tidak rela, Lea harus bersahabat dengannya."Lea, sekarang kau sudah bisa meninggalkan rumah sakit ini. Untuk merayakannya, hari ini kau ingin makan apa?" tanya Varell lalu berjongkok di hadapan Lea ketika telah usai meletakkan Lea di kursi rodanya.Wanita itu menatap tajam ke arah Varell lalu beberapa detik kemudian tersenyum tipis. "Aku tidak ingin makan apapun. Sepertinya aku hanya ingin segera pulang ke rumah dan tidur."Le