Share

Real?!

Part 5 :Real?!

Ketika hendak pulang, Chiara merasa ada yang memukul kepala bagian belakangnya dengan sangat kuat, seperti dipukul menggunakan balok kayu.

Tubuh Chiara langsung ambruk seketika. Pandangannya berkunang kunang dan kepalanya terasa sakit sekali.

Sebelum Chiara kehilangan kesadarannya, Chiara sempat melihat ada seseorang yang mendekat kearahnya, namun gadis mungil itu tak bisa menebak siapa orang itu karena penglihatannya terasa buram sekali.

Tak lama setelah itu, Chiara benar benar tak sadarkan diri dan tergeletak begitu saja ditanah.

“I get you, baby girl,” orang itu mendekati Chiara, lalu membawa tubuh gadis mungil malang itu pergi dari sana dengan cepat menembus keheningan malam.

***

Chiara menggeliat dari tidurnya, lalu mengerjapkan mata sepelan mungkin guna membuka mata. Awalnya, pandangan Chiara terasa samar sekali.

Namun dengan sedikit usaha, akhirnya pandangannya pun menjadi normal. Chiara melihat, ia tengah berada disebuah kasur yang didekatnya terdapat perapian yang menyala.

Chiara merasa bingung sekarang. Dimana ini? Mengapa ia berada ditempat asing ini sendirian? Dan mengapa pula ia bisa berada disini?

Pertanyaan itu terus berputar putar dikepala gadis cantik itu.

Chiara pun mencoba untuk bangun, guna melihat tempat ia sekarang ia tempati ini lebih luas. Namun, saat mencoba untuk bangun, tiba tiba belakang kepala dan lehernya terasa berdenyut. Chiara sampai bersender di ranjang karena merasa kesakitan. 

Chiara berusaha untuk bersikap tenang walau rasa sakit ini membuatnya hampir gila. Ia menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.

Ternyata, cara ini efektif untuk mengurangi rasa sakit dibelakang kepalanya, walau leher gadis itu masih terasa berdenyut.

Ketika Chiara sibuk dengan aktivitasnya, tiba tiba saja datanglah seorang perempuan manis yang tengah mengenakan baju maid. Gadis berbaju maid itu mendekati Chiara sambil mendorong sebuah troli yang di atasnya berisi makanan. Ketika sampai di depan Chiara, gadis maid itu langsung menyambut Chiara dengan ramah.

“Selamat datang di kediaman Maxton, Nona” ujar gadis itu menyambut Chiara dengan nada sopan. Chiara hanya bisa tersenyum sebagai responnya. Ia tak tahu bagaimana harus bersikap saat ini.

“Nona, apakah tanda yang diberikan oleh Tuan muda masih terasa sakit?” tanya gadis itu cemas. Chiara memasang wajah bingung mendengar penuturan dari gadis di depannya ini. Tanda? Tanda apa yang dimaksud olehnya?

“Anu, tanda apa yang Anda maksud?” tanya Chiara formal dengan nada hati hati. Gadis maid itu membulatkan mata mendengar pertanyaan balik dari Chiara. Lalu, gadis itu langsung memindai tubuh Chiara dari atas sampai bawah. Chiara sampai berpikir, ada apa dengan gadis di depannya ini? Mengapa ia bersikap aneh sekali?

“Tolong jangan lihat aku seperti itu, aku merasa risih,” ujar Chiara tanpa sadar mengatakan apa yang ada dikepalanya. Seketika, Chiara langsung membekap mulutnya menggunakan kedua tangan. Mata gadis mungil itu melotot lebar begitu sadar apa yang baru saja ia perbuat.

Oh, apa yang harus ia lakukan sekarang?

“Ah, maafkan perbuatan saya yang begitu lancang terhadap Anda, Nona,” gadis itu membungkuk meminta maaf pada Chiara. Eh, bukannya Chiara ya yang harus minta maaf disini karena berbicara tak sopan?

“A-ah tak apa. Lagipula, aku yang seharusnya meminta maaf karena mengucapkan hal yang tak sepantasnya barusan,” ungkap Chiara jujur dengan nada bersalah. Gadis maid itu tersenyum kecil melihat tingkah Chiara .

“Ah, sepertinya Tuan Muda tak salah memilih sang luna,” gumam gadis itu pelan.

“Sang luna? Apa itu?” tanya Chiara penasaran karena barusan dirinya mendengar gumaman dari gadis maid didepannya. Gadis itu langsung gelagapan begitu Chiara bertanya.

“E-eh, bukan apa apa,” elaknya dengan nada gugup. Chiara menatap gadis itu dengan intens, seolah ia akan memakan gadis itu hidup hidup.

“Oh, ya sudah,” sahut Chiara pada akhirnya mengalah. Ia tak ingin menambah masalah ditempat asing ini sekarang. 

“Nona, apa nona baik baik saja?” tanya gadis maid itu khawatir karena melihat Chiara yang meringis kesakitan sembari memegang lehernya yang terasa berdenyut, lebih menyakitkan dari tadi ketika ia bangun dari pingsannya.

Chiara melirik sekilas gadis maid itu lalu mengangguk lemah.

“Nona yakin? Sepertinya itu tampak menyakitkan sekali,” ujarnya dengan nada sedih.

“Flo takut nona mengalami hal buruk,”

Baru kali ini ada orang yang mengkhawatirkan diri Chiara sampai bersedih seperti itu. Entah kenapa, hal ini membuat Chiara sedikit senang, karena setidaknya ada orang yang peduli padanya, mau menangisi keadaannya yang tak berdaya. 

“Jangan khawatir, Flo. Aku baik baik saja kok,” ujar Chiara menenangkan Flo yang hampir menangis.

“Flo tidak bisa tidak khawatir jika melihat nona kesakitan seperti ini,” sahut Flo menitikkan air mata. Ah, mengapa jadi begini?

Dengan tangan sebelahnya yang terjuntai bebas, Chiara memeluk tubuh Flo dengan hangat, menenangkan gadis itu agar tak khawatir dengan dirinya.

“Nona,” ujar Flo menjeda kalimatnya, menatap Chiara dengan mata berkaca kaca. Setelah itu, ia melepas sebelah tangan Chiara yang saat ini tengah memegang lehernya. “Leher anda infeksi, mungkin karena tubuh nona belum menerima transfer kekuatan dari sang Alpha,”

Oke, perkataan Flo yang sulit dicerna oleh otak jenius milik Chiara. Mengapa Flo berbicara seperti itu? Apa ia tengah melantur? Bagi orang yang berpikiran realistis seperti Chiara, hal yang di ucapkan oleh gadis maid itu hanyalah omong kosong belaka.

“Aku tak mengerti apa yang kau ucapkan, Flo,” ujar Chiara jujur. Flo tersenyum singkat mendengar penuturan jujur dari gadis mungil itu.

Flo menangkupkan tangannya didepan dada seraya memejamkan mata. Tak lama berselang, tubuh Flo terlihat bercahaya, sampai Chiara harus menutup mata karena silau akan cahaya itu. Sekitar dua menit, cahaya dari tubuh Flo pun mulai meredup. Dengan perlahan, Chiara membuka matanya, lalu gadis itu pun terkejut dengan apa yang ia lihat. Flo, si gadis maid berubah menjadi seorang... Peri?

Saking tak percayanya dengan apa yang ia lihat, Chiara pun menampar dirinya, meyakinkan bahwa ini hanyalah mimpi.

Namun, hal itu tak berhasil. Ia masih melihat flo dengan wujud ‘peri’. Chiara tak menyerah, ia mencoba cara lain.

Chiara mencubit pipinya dengan sangat kuat, sampai membuatnya meringis kesakitan. 

“Nona, hentikan. Jangan melukai diri anda sendiri lebih dari ini,” peringat Flo seraya menahan tangan Chiara. 

“Ini...mimpi bukan?”

“Ini bukan mimpi, nona. Semua yang Anda lihat saat ini adalah nyata,” ujar Flo dengan tegas membuat Chiara menatap kosong kedepan.

“Saya bukanlah manusia, tapi saya adalah seorang Elf yang bertugas sebagai tabib pribadi Anda,”

Chiara ingin sekali menyangkal apa yang terjadi saat ini, menyuruh otaknya berpikir ini adalah mimpi, dan ketika bangun semuanya kembali normal. Tapi mengapa hal ini sulit dilakukan sekarang?

“Nona,” Flo memegang tangan Chiara, lalu menatap sang gadis dengan pandangan sendu. Telinga panjang milik Flo terlihat menunduk kebawah, pertanda si empunya tubuh tengah bersedih.

“Tolong percaya pada kami,”

Ucapan Flo membuat Chiara galau seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status