Lintang menatap Vanka yang sedang melahap mi instan. Cewek itu sangat lahap memakan mi instan seolah baru pernah memakannya.
Lintang kini sedang berada di rumah Vanka. Tadi, Vanka meneleponnya. Cewek itu meminta Lintang untuk membelikannya mi instan karena stok mi instan di rumahnya sudah habis.
"Makan mi instan itu jangan setiap hari. Mi instan itu gak sehat."
Vanka melirik Lintang kemudian tersenyum. "Cie, perhatian banget sama pacarnya."
Lintang berdecak. "Kalau dinasehatin itu didengar."
"Iya Sayang."
"Karena malam ini udah makan mi, besok jangan makan mi dulu."
"Ih, kok gitu?" Vanka tidak terima.
"Ya emang gitu. Lo gak boleh makan mi instan setiap hari. Gak bagus buat kesehatan lo. Lo mau mati cepat karena makan mi terus-terusan?"
"Mana ada orang mati karena makan mi. Ngaco lo."
"Terserah lo kalau gak mau percaya."
Vanka tidak peduli. Ia kembali melahap mi instannya hingga habis. Lalu meneguk air yang
Lintang mengetuk pintu rumah Vanka. Pagi, ini ia datang ke rumah Vanka untuk menjemput Vanka agar bisa pergi ke sekolah bersama.Pintu terbuka menampakkan Erin yang tersenyum ke arah Lintang."Eh, Lintang.""Pagi Tante." Lintang mendekat pada Erin lalu mencium tangan Erin."Pagi Lintang.""Vanka nya udah selesai siap-siap belum, Tan?" tanya Lintang."Vanka udah berangkat ke sekolah.""Udah berangkat, Tan?" Wajah Lintang tampak heran.Erin mengangguk. "Iya. Vanka berangkat sama Revan. Emangnya Vanka gak ngasih tahu kamu?" tanya Erin."Enggak Tan. Vanka gak ngasih tahu aku.""Katanya sih Vanka buru-buru ke sekolah karena hari ini jadwal piketnya.""Oh iya. Kalau gitu aku pamit dulu, Tan." Lintang kembali mencium tangan Erin."Hati-hati, ya, Tang."Lintang berjalan mendekati motornya. Ia membuka ponselnya mencari nomor Vanka lalu meneleponnya. Namun, Vanka tidak menjawab teleponnya."Ck! V
Sela dan Lia menatap bingung ke arah Vanka yang baru saja kembali ke kelas. Wajah Vanka terlihat memerah seperti kepiting rebus."Kenapa lo, Van? Kok muka lo merah gitu?" tanya Lia.Vanka menggeleng. "Gue gak papa kok."Vanka duduk di bangkunya. Ia masih berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak kencang. Ini semua karena Lintang. Karena cowok itu yang tiba-tiba memeluknya membuat jantung Vanka berdetak kencang seperti sedang habis maraton."Lo kenapa, Van? Jantung lo bermasalah?" tanya Lia melihat Vanka yang memegang dadanya."Enggak. Gue gak papa."Vanka memilih menyibukkan diri dengan membaca buku.Perlahan detak jantungnya kembali normal."Van, lo berantem lagi sama Lintang, ya?" tanya Sela."Hah? Enggak.""Oh. Gue kira lo lagi berantem sama dia.""Ya emang tadi pagi sih sempat berantem, tapi udah baikan kok."Sela manggut-manggut."Masa baikannya cepat banget. Harusnya tuh lo diamin dia
"Lo belum bisa ngalahin gue, Tang," ucap seorang cowok yang sedang berada di atas motornya. Ia tersenyum miring pada Lintang membuat Lintang berdecak sebal.Lintang sedang berada di jalanan. Malam ini, ia mengajak balapan dengan cowok yang sedang berbincang dengannya ini. Lintang kesal karena ternyata dia kalah lagi dari cowok itu. Ini kali kedua Lintang kalah. Tidak mungkin ia kesal."Mau lo apa?" tanya Lintang pada cowok itu."Mau gue lo jangan putusin Vanka."Mata Lintang membulat. "Maksud lo apa? Waktu itu lo nyuruh gue pacarin dia selama dua bulan, sekarang lo malah minta gue jangan putusin dia. Sebenarnya lo ada hubungan apa sama Vanka?""Gak ada hubungan apa-apa. Ingat tepati janji lo. Dan, jangan pernah sakiti Vanka. Kalau gue tahu lo sakiti dia, lo bakal habis di tangan gue." Setelah berucap demikian, cowok itu pun pergi meninggalkan Lintang."Argh! Sialan! Tahu gitu gue gak usah ngajak dia balapan. Bodoh banget sih lo, Tang," rutuk
"Lo tahu, Tang, gue bersyukur karena lo gak akan putusin Vanka," ucap Vino membuat Lintang menatap tajam ke arahnya.Mereka bertiga sedang berada di tepi lapangan. Sekarang sedang jam istirahat, jadi mereka memilih bersantai di sana."Sialan lo! Orang kena musibah bukannya hibur malah bersyukur.""Ini bukan musibah, Tang, tapi rezeki. Lagian nih, ya, lo beruntung tahu bisa pacaran sama Vanka. Udah cantik, pintar, suka menolong, ya walaupun sedikit cerewet."Lintang memutar bola matanya malas."Puji aja terus. Intinya gue gak bersyukur pacaran sama dia.""Lagian gue bingung deh, emangnya ada hubungan apa si Evan sama Vanka itu? Kok dia malah minta lo pacaran sama Vanka?"Lintang mengendikan bahunya. "Gue mana tahu. Justru itu yang sedang gue cari tahu.""Apa yang mau dicari tahu?"Mereka bertiga langsung menoleh pada Vanka ketika cewek itu berjalan mendekati mereka."Eh, Vanka." Vino tersenyum pada Vanka."
"Lintang tunggu!" teriak Vanka.Vanka segera berlari mengejar Lintang yang sedang berjalan bersama Lisa melewati koridor."Lintang!" Vanka segera menarik tangan Lintang begitu ia berhasil mendekati cowok itu.Lintang segera menepis tangan Vanka membuat Vanka sedikit terkejut."Tang, kenapa lo malah berangkat bareng Lisa? Kenapa lo gak jemput gue? Gue telfon tapi gak lo jawab," ucap Vanka."Gak usah ganggu gue." Lintang berjalan meninggalkan Vanka."Kasihan banget dicuekin sama pacarnya," ejek Lisa."Lis, ayo.""Iya Tang."Lisa segera menyusul Lintang.Vanka berdecak sebal melihat Lintang yang sudah pergi. Kenapa Lintang jadi cuek padanya lagi? Bukannya kemarin cowok itu tampak baik-baik saja dengannya? Apa Vanka berbuat kesalahan pada Lintang?"Tiap hari masalah mulu. Kenapa gak putus aja?" Suara berat itu membuat Vanka menoleh ke arah samping menemukan Diego yang sednag menatapnya.
"Lintang? Ngapain malam-malam ke sini?" tanya Vanka ketika membuka pintu rumah dan mendapati Lintang yang sedang berdiri di depan rumahnya."Maaf." Hanya satu kata itu yang Lintang ucapkan."Em, duduk dulu deh."Lintang mengangguk. Cowok itu duduk di kursi yang ada di teras."Mau minum?" tawar Vanka namun cowok itu hanya menggeleng."Lo ngapain malam-malam ke sini? Bukannya lo lagi marah sama gue?""Maafin gue.""Iya gue maafin. Tapi, kalau boleh gue tahu, kenapa lo marah sama gue? Emangnya gue buat kesalahan, ya?"Lintang menggeleng. Tidak mungkin ia memberitahu Vanka kalau ia marah pada cewek itu karena taruhannya dengan Evan. Bisa-bisa Vanka akan marah."Enggak. Lo gak ada salah kok. Tadi itu gue cuma lagi ada masalah aja, makanya lampiasin ke lo."Vanka manggut-manggut. "Jadi sekarang lo udah gak marah lagi kan sama gue?"Lintang menggeleng. "Enggak."Vanka mengembangkan senyumnya. Syukurlah cowo
Vanka berjalan mondar-mandir di kamarnya membuat kedua temannya menatap bosan ke arahnya. Sela dan Lia memang sedang berada di rumah Vanka. Mereka ingin meminta Vanka mengajari mereka beberapa materi pelajaran yang tidak mereka pahami."Bisa gak lo gak usah mondar-mandir kayak gitu? Gue bosan tahu gak liatnya," ucap Lia."Van, ini nomor dua kerjainnya gimana?" tanya Sela yang berkutat dengan soal yang ada di buku paket.Vanka menghentikan kegiatannya lalu menoleh pada mereka berdua."Lo berdua bisa diam dulu gak sih? Gue itu lagi mikir," ucap Vanka.Vanka memilih duduk di kursi plastik."Mikir apa sih lo?" Lia melirik Vanka sembari mengunyah camilan."Tadi, Lintang itu lagi ribut sama Lisa. Katanya sih gara-gara Lisa cemburu sama gue.""Ya bagus dong kalau mereka ribut. Biar Lintang gak dekat-dekat lagi sama dia. Lagian, nih, ya, cewek kayak dia itu kerjaannya cuma merusak hubungan orang," sahut Lia."Lagian dia it
"Tang, gimana?" Vino segera duduk di samping Lintang.Lintang yang sedang menyalin PR dari ponselnya pun, menatap sekilas ke arah Vino."Gimana apanya?""Lo sama Vanka berantem, kan?""Enggak."Vino mengembuskan napas lega."Syukur deh kalau gitu. Gue pikir lo berantem hebat sama Vanka."Lintang menghentikan kegiatannya sejenak, lalu beralih menatap Vino."Bentar, kok lo bisa mikir kalau gue sama Vanka berantem? Jangan-jangan lo cerita ke Vanka ya kalau gue suka sama Lisa?" tuding Lintang.Vino langsung menggeleng cepat."Enggak. Mana mungkin gue cerita sama Vanka.""Terus kenapa lo bisa mikir kayak gitu?""Jadi gini, sebenarnya kemarin itu Vanka ngajak gue sama Roy ketemuan di cafe. Dan, ternyata dia ngajak kita ketemuan buat nanya-nanya tentang lo sama Lisa. Dia curiga kalau lo itu suka sama Lisa. Apalagi dia juga tahu kalau lo sama Lisa sempat ribut di kelas, jadi dia makin curiga," jelas Vino."T