Doni Alfredo, pemuda yang memutuskan pindah ke apartemen baru untuk mencari suasana yang lebih tenang guna menyelesaikan tugas akhir yang lebih cepat. Namun, bukan ketenangan yang dia dapat. Suara derit ranjang dari unit sebelah menganggu setiap malam. Ditambah rahasia penghuni unit lain yang perlahan terkuak dan semua tertuju padanya. Semakin hari, Doni mengetahui lebih banyak tentang penghuni apartemen tersebut. Dia mulai lalai akan tujuan awal, dan nyaman dengan kondisi dan belaian para perempuan dewasa. Doni menjadi tempat pelarian para perempuan disana. Dia juga mendapat banyak pintu ke dunia baru, baik pekerjaan maupun peluang yang tidak pernah dia duga. Namun, dibalik setiap bantuan, ada harga dan hutang emosi yang harus di bawa. Ada beban yang tak kasat mata. Ditambah tekanan dari keluarga yang semakin menggelora. Dimana semakin tinggi dia naik, semakin tenggelam pula dalam kehidupan para perempuan yang mengejarnya. Mampukah Doni kembali ke jalan yang seharusnya?
View MoreNadia segera menyingkarkan tangan Doni dari mulutnya. Dia mendekatkan bibir ke telinga Doni, “Abis kuda-kudaan yah?”Doni menggerakan tangan ke kanan dan kiri. Berusaha menyanggah pertanyaan Nadia dengan jawaban terbaik. Dia segera menarik tangan Nadia untuk menjauh dari pintu tersebut.“Bukan mbak..susah dijelaskan. Pokoknya saya suwer, demi apapun tidak ngapa-ngapain sama Mbak Sandra.” Jelas Doni serius.Nadia terkekeh, lumayan keras. Doni langsung berusaha menutup mulut Nadia lagi.“Mbak, jangan tertawa keras. “ Pinta Doni setengah berbisik.“Kenapah memang? Kalau gak ngapa-ngapain kenapah mesti takut. “ Ucap Nadia tiada merasa bersalah.Dia ingin nyeplos saja kalau sempat melihat Nadia Single Fighter memakai jari beberapa waktu lalu, namun diurungkan. Doni menggaruk kepala yang tiada gatal. Berusaha memilih kalimat yang bisa menjelaskan kejadian yang barusan terjadi. Agar tetangga unitnya tersebut tidak berpikiran negatif atau malah menyebarkan berita yang tidak benar.“Begini mba
“Mas Doni, sembunyi dulu disini ya,” kata Sandra yang langsung dituruti Doni. Tidak ada jalan keluar memang, kecuali hanya sembunyi sementara. Dia juga tidak akan bisa dengan mudah menjelaskan keberadaannya ke suami Sandra tersebut.Sandra segera mengenakan handuk kembali, lalu merapikan rambut dan mengibaskan tangan. Makanan yang dipegangnya memang masih panas. Wajar, dia teriak panik seperti tadi. Dia segera membuka pintu.“Loh, ayah? Sudah pulang. Ini masih jam 10?” Sapa Sandra pada Bayu, suaminya.“Mama kenapa? Kenapa teriak? Ada apa?” Bayu kembali menjawab pertanyaan istrinya dengan pertanyaaan balik.Sandra mengatur napas sejenak. Mencoba menguasai keadaan,”Gak apa-apa, yah.”“Kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?” tanya Bayu lagi.“Eeh anu yah. Mau mindahin sayur, malah tidak sengaja tumpah kena tangan.” Kata Sandra lalu menunjukan jarinya yang memerah pada Bayu.Suaminya langsung melangkah masuk dan menutup pintu. Memegangi jari jemari istrinya yang memang sedikit memerah.“
Tok..tok..tok“Permisi mas, saya sudah selesai. Mana Syakilanya?” Tanya Sandra. Buliran air masih menetes dari rambutnya.Doni segera menunduk. Dia tidak bisa membayangkan kalau handuk itu sampai jatuh. Lagian, untuk sampai ke atas juga harus melewati anak tangga yang lumayan banyak. Mengapa Sandra hanya memakai handuk seperti itu?“Itu mbak, lagi bobok.” Tunjuk Doni, kepanya menoleh ke arah Syakila di ranjang.“Malah ketiduran nih anak. Persis seperti ayahnya, mudah tidur. Ketemu bantal yang cocok, langsung sampai Meksiko.” Kata Sandra dari luar pintu.“Gak apa-apa mbak. Mau dibantu angkat Syakilanya? Atau biarkan dulu disini sampai bangun?” tanya Doni memastikan.“Jangan mas Doni, saya bawa saja. Biar tidur di rumah sendiri saja,” jawab Sandra lalu masuk ke dalam, ”Permisi ya mas, saya bawa Syakila dulu.”Doni mengangguk. Sandra mulai berjalan ke arah anaknya yang tertidur pulas. Aroma wangi sabun mandi yang menempel di tubuh Sandra terasa sangat menggoda hidung dan pikiran Doni. Ap
Doni segera mengusap mata. Menekan ujung senjata torpedo di balik celana. “Mengecilah, memalukan.” Gumamnya pelan. Nadia yang menindihnya malah memeluk Doni lebih erat.“Aku takut hewan reptil mas. Phobia.” Ucap Nadia, tubuhnya sedikit bergetar.“Sudah gak ada mbak, aman.” Doni, semakin tidak kuat menahan. Baik berat badan Nadia yang menindihnya, maupun nafsu yang terfokus ke rudal di bawah. Doni membuang napas berat. Nadia menyadarinya dan langsung melepas pelukannya, lalu bangkit.“Maaf ya mas. Aku beneran takut sama cicak maupun reptil. “ ucap Nadia dengan nada lembut.Doni segera bangun. Lalu meski dengan nyawa yang masih seperempat, dia melipat kembali tangga dan meletakan di tempat semula.“Mbak, saya balik dulu ya. Mau ngerjain skripsi nih. Kalau ada apa-apa, telpon saja.” Ucap Doni dan dia langsung berjalan ke arah pintu.“Telpon? Dapat nomormu dari mana? Kan belum kamu kasih.” sahut Nadia.“oh ya mba, 08…” lalu Doni langsung kembali ke apartemennya.Doni masuk, langsung menar
Pagi itu Doni tidak berangkat ke kampus. Dia melakukan peregangan, setelah berlari pagi sekitar 1 jam keliling jalan sekitar kompleks. Karena dia orang baru disana, perlu sekiranya mengenal kawasan sekitar. Iya, minimal tahu dimana harus membeli sarapan atau galon isi ulang.“Loh Mas Doni, gak masuk kuliah? Kok masih santai berjemur.” Sapa Ikhsan, suami Nadia.Doni bangkit, melepas sepatu olah raga dan menjemurnya, “Iya nih mas. Dosen pembimbing keluar kota semua. Jadi banyak di apartemen saja. Musim gini di rumah memang gabut sih, tapi keluar bentar ya buat bangkrut.”Ikhsan tertawa, dia mulai mengenakan sepatu dinas. “Benar. Semua mahal ya, gampang boncos.”“Sudah mau berangkat dinas mas? Damkar sekarang lagi favorit dan bintang lima di masyarakat ya.”“Iya begitulah Don. Ngrokok gak? “ Ujar Ikhsan sambil menyerahkan sekotak rokok.“Ngerokok sih, tapi abis olah raga. Yah, gak papa sih ya..hahaha.” Jawab Doni, lalu mengambil sebatang rokok dan menyelipkan di bibir lalu menyulutnya.“
“Aah jangan. Aku harus fokus mengerjakan skripsi. Supaya cepat lulu, dan buktikan ke keluarga kalau aku bisa!” lirihnya. Doni kembali menatap layar laptop hingga malam. Dia melakukan revisi sesuai arahan dari dosen pembimbing satu. Merubah judul, cakupan penelitian sampai jumlah sampel yang akan digunakan. Entah jam berapa dia berhenti, yang jelas matanya mulai perih karena terlalu lama menatap sinar pantulan laptop sehingga dia menutup laptop dan mata sampai tiba esok berikutnya.Sang Surya tersenyum dari balik jendela. Doni segera bangun dan bersiap untuk berangkat ke kampus. Dia memutuskan untuk sarapan di kantin kampus, guna mengejar jadwal bimbingan dosen pembimbing dua. Saat dia akan berangkat, ponselnya bergetar. Ada pesan disana.[ Aswrb. Bimbingan dengan ibu ditunda tulat ya, ibu ada jadwal seminar di luar kota mendadak. Thx]Pesan itu dari dosen pembimbing kedua, yang langsung membuat Doni meletakan tas ke meja kembali. Dia tidak jadi ke kampus.“Apa ganti dosen pembimbing
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments