Sayup-sayup desahan membuat konsentrasi Doni dalam mengerjakan tugas akhir terganggu. Padahal, niatan awal pindah ke apartemen itu agar dia bisa lulus cepat. Doni tidak tahan, keluar kamar mencari ketenangan. Di luar, Doni menemukan berbagai rahasia penghuni lain. Mulai dari mereka yang kesepian, tekanan ekonomi, keluarga sampai masalah sensitif. Awalnya Doni hanya menjadi pendengar, namun pelan-pelan dia nyaman karena ada manfaat kehidupan. Desahan itu perlahan bergeser ke kamarnya, juga berbagai cerita berasal dari sana. Doni menjadi tempat pelarian para perempuan. Namun, dibalik setiap bantuan, ada harga dan hutang emosi yang harus di bawa. Ada beban yang tak kasat mata. Ditambah tekanan dari keluarga yang semakin membuat jenuh. Dimana semakin tinggi dia naik, semakin tenggelam pula dalam kehidupan para perempuan yang mengejar.
View More"Kamu harus segera lulus. Jangan pulang ke rumah jika kamu tidak lulus. Uang bulananmu sementara ayah kurangi! kartu kredit juga ayah blokir. Jangan hubungi ayah kalau tidak perihal undangan wisuda orang tua! "
begitu bunyi panggilan telepon yang langsung ditutup, tanpa sempat menjawab salam atau hanya sekedar meminta keringanan lain. Laki-laki muda bernama Doni Alfredo Diansyah, itu hanya bisa menyibakan tangan ke rambut dan masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan kembali mengerjakan file Microsoft Word di layar. Namun suara yang setiap malam menganggu pikiran malah mulai kencang terdengar. “Aaah..enak mas.” “Lebih cepat mas,”Ngiik…ngiiik, Ranjang tua mulai bersuara, ikut berdendang ria di telinga. “Aku harus keluar malam ini mas.” Suara perempuan kembali terdengar, "Urrgh mas lebih cepat.." Dari balik kamar, Doni sedang sibuk-sibuknya berusaha mengerjakan judul proposal tugas akhir. Dia membolak-balik jurnal penelitian berbahasa Inggris dan Indonesia. Tahun ini dia akan menginjak semester 7. Semua mata kuliah wajib sudah diambil, begitu pula magang dan KKN yang menjadi syarat utama, sudah dia lampui. “Aku harus bisa lulus 3,5 tahun.” Gumamnya. Di tengah keseriusan Doni membaca jurnal berbasis SINTA 3 itu, pikirannya mulai terganggu dengan teriakan kecil dari kamar sebelah. Padahal, beberapa menit yang lalu dia terpaksa memakai earphone bluetooth ke indera pendengaran, karena suara desahan yang sangat mengganggu konsentrasi dalam membaca. Dia baru saja pindah ke apartemen Serenity Park sekitar seminggu yang lalu. Ini juga kali pertama Doni memutuskan untuk tinggal di apartemen yang terletak di ujung gang dekat dengan sungai besar. Sebelumnya dia memilih tinggal di asrama mahasiswa yang disediakan oleh kampus. “Semoga disini aku bisa lebih konsentrasi mengerjakan skripsi. Aku harus segera lulus.” Namun harapan itu seolah terbantah dengan sendiri. Sejak dia pindah kesini, bukan ketenangan yang dia dapatkan. Beragam ‘gangguan’ psikis itu sudah ada sejak awal Doni menginjakan kaki disini. Pertama, dia sangat kaget ketika melihat apartemen yang dia pilih tersebut berbeda jauh antara foto yang ditawarkan di sosial media dan kenyataan yang dia lihat. Di dunia maya, terlihat apartemen itu mewah dan sangat bersih. Maka, tanpa ragu dia membayar satu tahun penuh biaya sewa disana. Kedua, kenyataan lain yang harus diterima adalah mendapatkan letak unit kamar lantai paling bawah. Meski itu juga menguntungkan karena dia tidak pernah kekurangan air. Maklum, air yang digunakan berasal dari PDAM yang debit airnya kecil di jam tertentu. Doni menyingkirkan earphone dari telinga. Tubuhnya seperti digerakan oleh energi tertentu untuk mendekatkan daun telinga ke tembok kamar unit sebelah. Tetangga kamarnya itu terdengar bertengkar lumayan hebat setelah desahan dan erangan yang membuatnya terganggu semalaman. “Mas, ini hari anniversary kita. Mas Ikhsan malah memilih untuk pergi tugas!” begitu yang Doni dengar. Memang jarak antar unit disana hanya terpisah dengan dinding kayu tipis. Bahkan beberapa hanya triplek biasa. Doni mendekatkan telinganya lagi. Dia tahu ini salah, tapi penasaran mengalahkan norma tersebut. “Kalau tidak berangkat kerja, mau makan apa kamu?! Lagian sebelum kita menikah, aku juga sudah menjelaskan risiko pekerjaanku. Harus 24 jam siap sedia. Kenapa sekarang protes!” Kata laki-laki dengan suara tegas disana. “Apa tidak bisa libur sehari saja mas. Aku juga butuh kamu!” suara perempuan kembali terdengar. Kali ini disertai tangisan. “Masyarakat juga membutuhkanku!” Ucap laki-laki itu lagi, lalu terdengar pintu ditutup dengan keras.Tuarrr Suara pecahan kaca terdengar. Entah piring atau gelas. Hanya terdengar suaranya saja. Doni mulai menjauhkan telinga. Dia tahu tetangganya itu sedang bertengkar. Suatu hal yang sering terjadi pada suami istri. “Mending gak usah nikah dulu ya gak sih?” gumamnya.Entah mengapa, di apartemen ini, tiada beda antara siang dan malam. Semua sama-sama panas, hingga Doni membuka baju yang dia kenakan.
“Aah, gerak banget.” Doni melemparkan bajunya ke meja belajar. Doni memang suka olah raga dan dia member aktif gym dekat kampus. Tentu, dadanya bidang dan atletis.
Karena hal itu tidak terlalu membantu, dia memutuskan untuk keluar sejenak diambang pintu. “Permisi mas, mau buang sampah.” Ucap seorang perempuan dari unit lain, bernama Erna Sarasvati.“Eeh iya mbak, silakan. Saya menghalangi ya? Maaf.” Ucap Doni menjauh dari tong sampah utama. Memang, semua sampah dari unit apartemen dikumpukan di tong sampah itu, baru akan diambil tukang sampah.
“Mas orang baru ya? “ Tanya Erna. Indera penglihatan Erna tertuju ke dada bidang Doni, dan melipat bibirnya. Tentu, Doni buru-buru menutup dadanya dengan kedua tangan.
Melihat Doni cangung, Erna langsung mencairkan suasana. “Gak apa-apa mas. Memang gerah sini.”
Doni nyengir, sambil mengangguk. Tidak lama, terdengar kembali suara keributan di unit sebelah.
Erna melirik ke arah unit tersebut, “Biarin aja mas. Udah biasa ribut itu,”.
Mengimbangi Doni yang gerah, Erna menggulung rambu panjangnya dengan mengangkat kedua tangan dan membusungkan dada.
“Besok juga begituan lagi.” lanjut Erna.Dia mengenakan daster tipis berwarna merah muda bergambar pohon kelapa dan pantai. Pakaian khas, dari pusat oleh-oleh wisata yang biasanya dibanderol Rp 50 ribuan.
Sorotan lampu teras, membuat lekuk tubuh perempuan itu terlihat jelas. Menerawang dan menembus sampai bagian sensitif terlihat. Juga kulit putih dari perempuan itu yang tidak kalah menggoda mata siapapun yang memandang. Namun, sepasang buah dada yang terlihat begitu ranum. Tersinari cahaya lampu, membulat dengan ujung yang menggoda. Semuanya tampak jelas saat perempuan itu menunduk lebih rendah di depan Doni. Apabila diamati lebih dekat, wajahnya cantik seperti artis i*******m yang berulang kali mengiklankan produk skin care. Kaki panjang, mulus, rambut panjang lurus, kulit putih, dan bokong menonjol. Sativa di mulut Doni kembali di telan. “Si4lan. Baru hari pertama jugak!”Pandangan netra Doni lurus, satu tangan memegang stir. Tangan satunya tanpa sadar dia arahkan ke bibir. Giginya secara refleks mengigit ujung kukunya. Sambil melamun memecah kemacetan, dia mengurangi panjang kuku tersebut.Hingga tiba-tiba…..dia harus segera menginjak rem secara mendadak.Seorang pria tua menyeberang jalan tanpa melihat kanan kiri. Doni terperanjat.“Ya Tuhan!”Ia membanting setir, kaki menghantam pedal rem sekuat tenaga. Suara ban berdecit panjang, tubuhnya dan Sylvi terhentak ke depan.Sylvi menjerit, “DONIII!!!”Doni mencoba menghindar, tapi ruang terlalu sempit. Dalam sekejap, dunia seakan melambat. Bayangan tubuh pria itu semakin dekat ke depan mobil...Ban mobil berdecit panjang, asap tipis mengepul dari gesekan karet dengan aspal. Tubuh Doni menegang, tangan gemetar mencengkeram kemudi. Mobil berhenti hanya beberapa sentimeter dari kaki pria tua yang menyeberang sembarangan itu.Pria itu melongo, wajahnya pucat. Ia buru-buru mundur dengan langkah goyah, hampir
Ayam jago sudah berkokok untuk kesekian kali. Udara juga semakin dingin. Lalu lalang kendaraan semakin sedikit. Sehingga, suara semut berjalanpun di dini hari seperti itu akan terdengar.Jarak unit apartemen Doni dengan Nadia hanya beberapa centi meter, dengan pembatas triplek. Tentu, suara napas yang memburu dari tetangganya itu akan jelas terdengar. Begitu memang yang Doni dengar sebelumnya. Hanya, kali ini berbeda.Ada Alisha yang ikut mendengar. Satu ruangan dengannya. Dua orang dewasa. Tanpa hubungan.Baik Alisha maupun Doni saling beradu pandang. Erangan maupun desahan Nadia benar-benar masuk ke pikiran mereka melalui saraf auditori mereka.Doni berusaha kewarasan. Dia tidak mau kepala bawah sampai menguasa kepala atasnya. Apalagi Alisha adalah seorang guru pendidik juga seorang istri yang setia. Begitu yang dia tahu. Doni membalik badan.Di sudut dekat, Alisha berbaring membungkuk. Seperti bulan di tanggal muda. Bibirnya tergigit, giginya bergeser dan tiada sadar tangannya masu
Jam di ponsel menunjukan pukul 01.30. Udara bergerak yang mereka sebut angin itu terasa lebih dingin. Beberapa derajat lebih dingin, wajar sudah dini hari.Kaki Doni lunglai. Tubuhnya sangat lelah. Netranya boleh dibilang sangat ingin dan ingin terpejam. Hanya saja gangguan karena desahan tetangga itu tetap membayangi. Bahkan, saat sangat lelah seperti itu. Apalagi, saat ini ada sesosok perempuan yang sangat dikenali ada di depannya.“I..I..Iya mbak Alisha eh…Bu Guru Alisha.” Jawab Doni sedikit tergagap.Perempuan muda yang sehari-hari bekerja sebagai guru PAUD itu menunduk. Bergerak beberapa centi meter pundaknya ke arah Doni.“Mbak saja, ini di luar sekolah. Apa aku bisa menginap di unit mas Doni?” Kata Alisha yang tentu sangat menganggetkan batin Doni.Mimpi apa Doni kemarin? Alisha yang awalnya cuek bek itu kini sangat akrab. Dia juga lebih ramah pada Doni. Dan..lihatlah. Perempuan itu tanpa sungkan ingin menginap di unit Doni.Sekilas pikiran Doni traveling:Apakah Alisha akan me
Jarum jam tetap bergerak. Meski Doni secara jujur berharap semua berhenti.Andai hidup ini bisa tiba-tiba memiliki sistem atau kekuatan seperti di berbagai novel dan film. Semua akan mudah dan ajaib, tanpa perlu berpikir keras. Sayangnya, hidup harus tetap berjalan. Terlepas apapun keadaan. Juga pilihan, harus tetap ditekan.Erna mengetuk pintu. Sejurus kemudian, Doni sudah membukakan pintu itu untuknya.Perempuan pekerja keras yang pertama ada untuk Doni juga selalu ceria membantu Doni, dari menyisihkan makanan untuknya, meminjamkan setrika, membawakan lauk, menolong ketika ia sakit, hingga sekadar menyapanya ramah.“Doni…” suara Erna lembut, tapi ada kegugupan. “Maaf mengganggu malam-malam begini. Aku ada reuni sekolah. Aku nggak enak pergi sendirian. Kebetulan semua kerjaan sudah selesai, juga kafe libur. Bisa… bisa temani aku?”Doni tercekat. Tatapan mata Erna tulus, seolah benar-benar membutuhkan kehadirannya. Batin Doni kian bergejolak. Di satu sisi, ponsel Doni bergetar. Sylvi
Beberapa waktu lalu,Doni berdiri mematung agak lama. Tawaran gaji dari Sylvi sangat menggoda. Namun tantangan kerja yang diberikan Sylvi juga berat. Dia butuh uang, ayahnya sudah tidak memberikan uang lagi sejak bulan lalu. Maka, menerima tawaran Sylvi adalah langkah yang realistis untuk dia ambil.Lebih jelas, pekerjaan itu bukan pekerjaan biasa. Ada satu syarat yang membuat Doni gamang: selama jam kerja, ia harus berperan sebagai kekasih Sylvi. Bergandengan tangan, menyiapkan keperluan sampai masuk ke apartemen Sylvi.Sylvi terkekeh kecil. “Ingat, di luar jangan panggil aku Mbak atau Ibu. Anggap aku pacarmu. Mengerti?”Doni mengangguk, walau dalam hati ia bergolak. Baginya, bekerja sebagai sopir seharusnya hanya menunggu perintah, bukan harus berpura-pura menjalin cinta. Tapi lagi dan lagi. Uang yang dijanjikan Sylvi terlalu besar untuk ia tolak.Mobil hitam mengilap meluncur menuju pusat kota. Mereka berhenti di sebuah mall mewah. Sylvi menggandeng lengan Doni begitu turun dari mo
Doni terpaku di dekat pintu. Jari tangan yang awalnya lincah seperti akan mengunci pintu, kini terhenti. Kakinya menyandar sebagian ke tembok.“Baju? Baju yang mana ya mas?” Doni menatap tajam ke arah Ikhsan.Ikhsan mendekat ke Doni. Memberinya sebungkus rokok.“Ini baju yang ada tulisan jurusan manajemen.”Doni mengambil bungkus rokok dari tangan Ikhsan, lalu mengambil pula baju yang diberikan Ikhsan padanya.“Oh aku kira baju apa mas. Bagaimana bisa ada di apartemen Mas Ikhsan?”“Iya bisa bro, halaman depan dipakai senam ibu-ibu PKK bukan? Jadi semua jemuran diangkat. Kebetulan tadi pagi kamu masih tidur, jadi bajumu juga diangkat Nadia.” Jelas Ikhsan.Kini semua menjadi jelas. Memang, kemarin sore Doni menjemur beberapa baju dan celana dalam di jemuran bersama depan. Dia terbiasa mencuci pakaian dalamnya sendiri, sedangkan baju yang memang berat-berat saja dia bawa ke laundry. Jadi, seharusnya juga da beberapa potong pakaian dalam yang terbawa ke apartemen Nadia dan Ikhsan.“Oke m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments