Vanka menatap Lintang, Vino, dan Roy yang sedang berdiri di tengah lapangan.
Ketiganya sedang dihukum oleh Bu Reni.
"Berdiri yang tegak. Hormat yang benar," ucap Bu Reni tegas.
Mereka bertiga segera menegakkan tubuh lalu menaruh tangan di pelipis.
"Lagi-lagi mereka yang dihukum. Mereka bertiga kayaknya hobi banget dihukum sama Bu Reni," ucap Lia yang baru datang lalu berdiri di samping Vanka.
"Lintang emang benar-benar. Padahal, gue udah peringatin dia berkali-kali, tetap aja buat masalah."
"Ya kalau orang yang suka buat masalah, mau dinasehati berapa kali pun tetap aja gak pernah mau dengar. Jadi percuma kalau lo nasehati dia."
Vanka manggut-manggut membenarkan ucapan Lia. Orang-orang seperti Lintang, Vino, dan Roy memang tidak akan pernah mendengar nasehat orang lain. Meskipun dihukum berulang kali, mereka tidak akan pernah jera.
"Gak ke kantin?" tanya Lia saat mendengar suara bel istirahat.
"Lo duluan aja sama Sela. Gue mau sa
Vanka menatap layar ponselnya dengan raut wajah kesal. Sesekali ia berdecak."Ini serius dia gak mau balas chat gue?" gumamnya.Sedari tadi, Vanka terus mengirim pesan pada Lintang, namun cowok itu sama sekali tidak membalas pesannya. Jangankan membalas, membacanya saja pun tidak.Vanka pikir ucapan Lintang tadi cuma bercanda. Ternyata cowok itu benar-benar tidak mau membalas pesannya. Bahkan, Vanka juga sudah berulang kali menelepon Lintang, tapi tidak juga diangkat oleh cowok itu."Benar-benar si Lintang. Oke kalau dia cuekin gue. Gue juga bakal cuekin dia. Lo kira lo doang yang bisa? Gue juga bisa."Vanka menekan kontak Lintang lalu memblokir kontak Lintang.Biarlah cowok itu terkejut. Walaupun Vanka tidak rela memblokir nomor Lintang, tapi ini hanya sementara. Vanka harus mengerjai cowok itu agar Lintang tidak semena-mena padanya.*****Lintang baru saja sampai di rumahnya. Tadi, ia menemani Sarah ke minimarket untuk membel
"Hai cantik," sapa seorang cowok pada Vanka.Vanka yang hendak berjalan ke perpustakaan pun, mendadak berhenti karena cowok itu menghadang jalannya. Sialnya, bukan hanya cowok itu, tapi ada tiga cowok juga yang ikut menghadangnya."Minggir, gue mau lewat.""Eits, jangan pergi dulu dong. Kita kan mau kenalan sama lo.""Anak IPA, ya?""Iya. Kenapa?""Gak nyangka ternyata anak IPA ada yang bening juga, ya," ucap cowok itu sembari tersenyum.Namun, senyuman cowok itu membuat Vanka merasa risih.Vanka menatap mereka satu per satu. Keempat cowok ini sepertinya niat sekali ingin menganggunya."Mendingan kalian minggir. Jangan gangguin gue, sebelum kalian dipukul sama cowok gue." Ucapan Vanka membuat keempat cowok itu tertawa. Vanka mengernyit heran. Apa mereka pikir Vanka sedang bercanda?"Panggil aja cowok lo. Kita gak takut."Vanka menghela napas. Empat cowok ini memang benar-benar ingin cari masalah dengannya.&
"Lintang?"Lintang mendekati dua orang itu yang masih tampak terkejut."Kenapa? Kaget karena gue udah dengar semuanya?" tanya Lintang sinis."Lis, gue cabut dulu," pamit cowok yang tadi mengobrol dengan Lisa.Kini, tinggal Lintang dan Lisa.Lisa hanya menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap wajah Lintang."Jadi, lo yang nyuruh tuh cowok buat lecehin Vanka?"Lisa mengangkat kepalanya menatap Lintang."Dengarin dulu penjelasan gue, Tang." Lisa hendak meraih tangan Lintang, namun cowok itu langsung menepis tangannya."Kenapa lo nyuruh tuh cowok buat lecehin Vanka? Emangnya Vanka ada salah apa sama lo?" Lintang berusaha untuk menahan emosinya di depan Lisa. Ia tidak ingin membuat cewek itu takut dan berujung tidak mau menjawab pertanyaannya."Gue benci sama dia, Tang. Gara-gara dia, kita gak jadian. Lo malah fokus sama dia. Sekarang juga lo udah gak pernah peduli sama gue lagi. Padahal, gue udah nunggu lo dari
Vanka terus menatap ponselnya. Ia baru saja tiba di sekolah. Vanka pikir Lintang sudah membalas pesannya, nyatanya tidak. Vanka sudah menelepon Lintang, tapi nomor Lintang tidak aktif.Setibanya di kelas, Vanka menaruh tasnya di meja, lalu keluar dari kelas. Ia ingin pergi ke kelas Lintang untuk menemui cowok itu. Memastikan apa Lintang ada di kelasnya atau tidak."Eh, pagi Vanka cantik," sapa Vino yang sedang duduk di depan kelas. Cowok itu tidak sendiri, melainkan bersama Roy."Lintang udah datang belum?" tanya Vanka."Belum. Palingan juga dia telat. Biasalah, tuh anak kan hobinya tidur mulu," ucap Vino."Semalam lo berdua sempat chatingan sama Lintang gak?"Vino menggeleng. "Enggak. Semalam sih gue sempat chat dia, tapi cuma centang satu. Mungkin kuotanya habis.""Mana mungkin kuotanya Lintang habis? Tuh, anak kan hobi nge-game, ya pasti kuotanya full terus," sahut Roy."Iya juga ya. Dia kan nge-game mulu. Gue aja sering minta hotsp
Diego menatap Vanka yang masih menangis. Cewek itu menyeka air matanya dengan tisu. Mereka sedang berada di sebuah taman. Vanka menyuruh Diego untuk tidak langsung mengantarnya pulang. Ia ingin selesai menangis dulu baru ia akan pulang. Vanka tidak ingin Erin tahu kalau ia menangis."Van," panggil Diego setelah Vanka sudah berhenti menangis."Kalau masih mau nangis ya nangis lagi aja. Gue bakal tunggu lo sampai selesai.""Enggak. Gue udah selesai nangis kok.""Sorry, nih, bukannya gue kepo, tapi kalau boleh gue tahu, lo kenapa nangis?" tanya Diego hati-hati. Takut jika pertanyaannya menyinggung perasaan Vanka."Ternyata Lintang bukan nemenin nyokapnya, tapi dia nemenin Lisa," ucap Vanka."Jadi, Lisa yang sakit?" Vanka hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Diego."Gue pikir Lintang udah gak peduli lagi sama Lisa. Gue pikir dia bakal fokus ke gue, tapi kayaknya enggak."Vanka tersenyum miris lalu melanjutkan ucapannya.
Lintang hanya bisa menghela napas karena Lisa yang sedari tadi terus menempel padanya. Hari ini mereka sudah datang ke sekolah. Kemarin, Lisa sudah keluar dari rumah sakit. Lintang menyuruh Lisa untuk beristirahat dulu di rumah, tapi Lisa tetap ingin masuk sekolah hari ini. Jadi Lintang hanya membiarkannya saja."Tang, gue haus. Temenin gue beli minum dong.""Pergi aja sendiri. Gak usah manja sama pacar orang," sahut Vino membuat Lisa mendelik ke arahnya."Gak usah ikut campur.""Gue gak ikut campur. Cuma sekedar ingatin lo aja kalau Lintang itu punya cewek, jadi jangan bersikap seolah-olah lo itu ceweknya."Lisa tidak mempedulikan ucapan Vino. Cewek itu kembali menatap Lintang, masih berusaha mengajak Lintang untuk menemaninya ke kantin."Tang, mau kan?"Lintang yang sedang memainkan game online di ponselnya langsung menaruh ponselnya ke dalam saku celana. Cowok itu bangkit berdiri."Ayo. Cepat ya. Takutnya Bu Diah masuk
"Vanka." Panggilan Lisa membuat Vanka yang hendak masuk ke kelas harus terurungkan karenanya.Vanka membalikkan badannya menghadap Lisa. Wajah Lisa tampak kesal membuat Vanka sedikit bingung."Senang ya karena sekarang lo udah bisa dapatin hatinya Lintang?""Maksud lo apa?" tanya Vanka mengerutkan keningnya.Lisa mendorong pelan bahu Vanka, membuat Vanka sedikit terdorong ke belakang."Lo pikir lo bisa rebut Lintang dari gue gitu aja? Hah?" ucap Lisa."Sorry, tapi gue gak pernah rebut Lintang dari lo. Karena dari awal emang gue itu pacarnya Lintang.""Pacar? Lo itu cuma orang baru yang masuk ke hidupnya Lintang. Asal lo tahu ya, Lintang itu gak cinta sama lo. Dia itu cuma terpaksa pacaran sama lo.""Enggak. Lintang gak terpaksa pacaran sama gue. Dia itu pacaran sama gue karena emang dia cinta sama gue." Ucapan Vanka membuat Lisa tertawa sinis."Cinta? Gak usah mimpi. Lintang itu gak cinta sama lo. Dia itu cuma cinta sama gue. Lin
Lintang melirik Vanka yang sedari tadi sedang sibuk membaca novelnya. Mereka kini sedang berada di depan kelas Vanka. Lintang sengaja ke kelas Vanka agar ia bisa terbebas dari Lisa.Lintang pikir setelah ia memberitahu Lisa kalau ia sudah tidak menyukai cewek itu, Lisa akan berhenti menunggunya. Namun, nyatanya lebih parah. Lisa bukan hanya menunggunya saja melainkan cewek itu juga terus mengganggunya. Tentu saja Lintang terganggu."Baca novel apa? Serius banget."Vanka menutup novelnya lalu beralih menatap Lintang. "Baca novel horor. Mau baca?" Vanka menyodorkan novelnya, namun langsung ditolak oleh Lintang."Gue gak suka baca novel.""Udah baca aja. Ini seru kok. Gue yakin lo yang malas baca novel bakal ketagihan baca novel ini. Karena novelnya itu selalu bikin kita penasaran.""Enggak. Gue gak mau. Ngapain baca novel? Yang ada buang-buang waktu. Kayak gak ada kerjaan yang lebih penting aja." Ucapan Lintang membuat Vanka mengerucutkan