Bagaimana jika kamu terjebak dalam pilihan sulit. Antara keselamatan anggota keluargamu atau masa depanmu. Antara kasih sayang keluarga atau kebencian orang asing. Penasaran baca aja males bikin deskripsi *.*
View MoreSeorang perempuan dengan gaun putih pernikahan menjuntai berjalan di tengah ramainya tamu yang datang. Wajahnya tidak terlihat jelas dengan tudung yang menutup. Rambutnya tergerai dengan sebuah mahkota yang tertutup pula. Semua mata masih memandang, saling mengagumi dengan penampilan juga bertanya akan bagaimana rupa dari sang pengantin perempuan.
Di depan sana, seorang pria dengan seulas senyuman memandang bagaimana wanitanya berjalan mengarah padanya. Begitu anggun dan tampak jauh lebih sempurna.
Senyuman itu menghilang begitu saja begitu menyadari sesuatu. Matanya menyorot tajam pada cara berjalan serta bentuk tubuh yang sedikit kebesaran mengenakan gaun pengantin tersebut. Langkah perempuan itu semakin dekat, begitu pula dengan kernyitan pada kening sang pria.
Dia … bukan wanitanya!
“Siapa dirimu?!”
Alena, gadis itu yang yang sejak tadi berusaha menahan diri untuk tidak kabur dari acara sacral ini gelisah. Pandangannya menyorot pada pria di depannya meski samar.
“A-aku-”
Pria itu berjalan bahkan sebelum Alena sempat menjawab. Semua tamu terlihat bingung dengan keadaan yang begitu tiba-tiba. Pengantin pria pergi begitu saja bahkan sebelum membuka tudung pengantin perempuan.
Situasi macam apa ini? Tidak ada penjelasan dengan banyaknya tamu yang hadir pengantin pria tidak peduli dengan reputasi bahkan di depan banyaknya orang? Dan kenapa dengan pengantin perempuannya?
Alena berusaha tenang dan segera menyusul kepergian pria yang akan menjadi tanggungjawabnya. Mengabaikan semua pandang mata para tamu yang menatap semakin bingung dan saling bertanya sesama hadirin yang ada.
“Tuan … tunggu.”
Alena berusaha mengejar langkah pria di depan sana. Matanya mulai berkaca-kaca dengan rasa bersalah yang membumbung dalam benak.
Semua terjadi empat jam terakhir sebelum acara pernikahan dilaksanakan. Alena yang dijebak ibunya dalam sebuah ruangan dengan beberapa orang asing tidak dikenalnya.
“Maafkan, Ibu. Ibu harus melakukan ini demi kehidupan kamu yang lebih baik dan Freya bisa mendapatkan biaya.”
Ingatan suara bagaimana ibunya terlihat menyesal masih bertahan dalam benak Alena. Gadis itu hanyalah korban, tapi kenapa juga dirinya harus mengalami hal sebesar ini sendirian?
“Tuan aku mohon berhenti.”
Suara Alena tercekat dengan berusaha menyeret gaun dan dadanya yang sesak karena menangis dalam diam.
“Jangan berusaha menjelaskan apa yang seharusnya tidak kamu ucapkan. Kita tidak saling kenal dan kamu beraninya mempermalukanku dalam acara yang ku nantikan hampir tujuh tahun!”
Alena tersentak dengan suara keras pria di depannya. Ia menunduk. Bersalah dan malu tentu saja. Namun, memangnya siapa juga yang mau berada dalam posisinya jika tidak terpaksa?
Alena juga tidak akan melakukannya karena mengingat sakitnya dikhianati oleh orang yang kita cintai.
“Dimana Alisya?!”
“Aku tidak tahu,” jawab Alena takut-takut.
“Kamu pikir aku akan percaya? Aku bisa buat keluargamu menanggung semua akibat kecerobohan yang kamu lakuin saat ini.”
Alena menarik lengan sang pria begitu pria itu berbalik. Merendahkan dirinya dengan menjatuhkan diri dan berlutut di depan pria ini.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku dipaksa melakukan semua ini. Aku juga tidak mengenalmu, Alisya atau bahkan semua orang yang ada di dalam sana. Aku benar-benar tidak tahu.”
Geovano, pria itu melihat bagaimana wajah frustasi yang sama dalam wajah cantik perempuan tidak dikenalnya. Ia bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi hingga Alisya tidak hadir dan mengganti perempuan lain?
Geovano tidak merasa ada yang salah dengannya selama ini, tetapi kenapa Alisya mempermalukan dirinya seperti sampah dalam pernikahan sacral yang harusnya mereka lakukan hari ini?
“Berdiri!”
Alena masih tidak bergeming. Geovano yang tidak sabar langsung menarik tubuh Alena agar menuruti permintaannya. Meski muak dengan hal tidak terduga seperti ini, tetapi Geovano tetaplah harus mencari kebenarannya. Dan … mempertahankan perempuan itu disisinya sepertinya cukup membantu.
***
“Persiapkan kamar untuk perempuan ini. Aku tidak mau ada yang menggangguku sampai malam hari.”
Geovano berjalan menuju anak tangga yang mengarah pada kamar bagian atas, mengabaikan bahwa ia sedang ditatap oleh beberapa pelayan juag satu perempuan yang telah ia bawa. Kepalanya penuh akan berbagai pertanyaan dan belum ada jawaban sama sekali.
“Mari saya antar ke kamar, Nyonya.”
Alena merasa begitu kaku dengan sebutan yang diberikan untuknya. Nyonya? Alena bahkan tidak pernah terpikirkan akan dilayani oleh seorang pelayan seperti ini.
Alena berjalan mengikuti satu pelayan yang menuntun jalannya. Sedangkan di belakangnya, ada dua pelayan lagi yang membawakan barang bawaannya.
Mata Alean berpencar, meneliti setiap bagian ruangan dengan beberapa kali berdecak kagum. Interior rumah begitu mewah, ada beberapa guci terpasang yang tampak mahal dengan kilau porselen yang menarik perhatian, sofa panjang berada di tengah ruangan dengan bagian bawah karpet beludru berwarna merah maroon, lantainya begitu bersih dengan denting sepatu yang beradu ketika berjalan.
Alena … tidak pernah menyangka dirinya bisa berada dalam rumah sebesar dan semegah ini sebelumnya.
“Ini kamar Anda, Nyonya.”
Alena menghentikan langkahnya setelah memasuki sebuah kamar. Kamar yang begitu luas dengan ranjang besar di tengahnya, jendela yang tersembunyi dibalik tirai mewah, TV dengan ukuran 32 inch yang terpasang menghadap ranjang, serta nakas dengan bunga asli yang terpajang dengan indah disisi ranjang.
“Apa ada yang ingin Nyonya rubah atau menambahi sesuatu? Kami akan berusaha mendapatkan apapun yang Anda inginkan.”
Alena masih terpaku dengan fasilitas yang Geovano berikan untuknya. Pria itu padahal terlihat begitu kaku dan kasar setelah membentaknya, tapi siapa yang menyangka dirinya yang bukan siapa-siapa dilengkapi dengan hal seperti ini.
“Nyonya?”
“Eh?” Alena menatap pelayan yang ada di depannya. Ia menggeleng pelan seraya tersenyum kaku. “Aku tidak butuh apapun.”
Pelayan itu tersenyum dan mengangguk mengerti. “Baiklah. Luna, Mai, tolong pindahkan barang-barang Nyonya ke lemari dan merapikan semuanya.” Satu pelayan itu mengisyaratkan pada dua pelayan lain untuk melakukan pekerjaannya.
“Baik.”
“Aku akan bantu,” ucap Alena seraya ingin mengambil tas-nya saat sentuhan tangan pelayan mencegahnya.
“Nyonya tidak perlu melakukannya. Kami akan menyelesaikan tugas kami dengan baik. Anda silakan beristirahat.”
“Tidak, tidak. aku tidak terbiasa mendapatkan pelayanan seperti ini. Jadi, biarkan aku membantu kalian agar aku tidak merasa berat hati.”
“Nyonya … jika tuan tahu kami akan kena marah. Tolong bantu kami juga menyelesaikan tugas kami tanpa ada kesalahan.”
“Tapi-”
“Sudah. Nyonya istirahat saja di ranjang, kami akan selesai dengan cepat jika Anda mau bekerja sama.” Luna mengisyaratkan Alena untuk segera menuju ke ranjang beristirahat.
“Baiklah. Maaf merepotkankalian dengan barangku.” Alena kemudian berjalan menuju ke ranjang meski hatinya berat meninggalkan pekerjaan untuk orang lain. Ia sesekali masih menatap ke arah dua pelayan yang membereskan barangnya, sedangkan pelayan satunya sudah pergi sejak tadi.
“Masih marahan sama pak Geo?”Alena menoleh begitu suara Abraham terdengar mendekatinya. Ia menerima secangkir teh hangat lalu menatapnya. “Siapa yang marahan?”Abraham terkekeh. “Muka kalian itu nggak bisa disembunyikan kalau nahan sesuatu.”Alena menyesap teh-nya. Jika saja Abraham bukan rekan kerja sekaligus sepupu Geovano, betapa beruntungnya Alena karena cukup akrab dengan pria baik sepertinya. Sayangnya, meski hanyalah pernikahan abal-abal, tetapi Alena tidak mau merendahkan dirinya demi kesenangan sekilas. Ia akan menghargai keberadaan Geovano sebagaimana suami.“Aku nggak marah, cuma kecewa saja, Pak. Saya nungguin dia 3 jam lebih. Kalau bukan karena cowok asing itu yang online taksi saya juga masih di sana sampai malem.”Abraham tersenyum kecil. “Pak Geo memang terkadang kekanakan, tapi percayalah dia orangnya perhatian. Semua diperhatikan bahkan hal sepele sekalipun.”“Semua diperhatikan tapi kalau melakukan kesalahan diabaikan. Begitu?”Abraham tersedak kopinya. Mau mengata
Abraham yang diundang ikut makan dengan Alena dan Geovano merasa ada yang aneh. Alena yang lebih pendiam dengan wajah cuek, lalu Geovano dengan wajah tidak pedulinya. Sangat terlihat jelas keduanya sedang tidak baik-baik saja.Alena makan dengan cepat, lalu pergi. Mengabaikan Geovano yang melirik dan Abraham yang terlihat tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Pertengkaran antar pasangan suami istri memang sedikit ngeri-ngeri sedap.“Kamu apakan itu istrimu?” tanya Abraham kemudian karena terlanjur penasaran. Sejak kedatangannya keduanya mendadak menjadi patung dimuseum. Tidak ada yang bicara sama sekali dan fokus dengan kegiatan masing-masing.Geovano mengedikkan bahunya. “Cuma aku tinggal di supermarket tapi sudah berubah menjadi sumala.”Abraham tidak habis pikir dengan ucapan enteng Geovano. “Tolol!”Geovano tidak menyukai Abraham yang terlihat membela Alena dibandingkan dirinya. “Kalau tidak ada alasan juga tidak mungkin aku tinggalin.”Abraham geleng-geleng kepala. “Padahal ta
Geovano menghembuskan napas. “Bisakah sekali saja jangan memalukan diri sendiri?”Alena mengambil beberapa bahan masakan di tangan Geovano sembari terkekeh. “Aku nggak malu. Memang bukan style kehidupan aku buat gaya-gayaan.”Geovano lagi-lagi harus dibuat menahan kesabarannya menghadapi Alena.“Kamu mau hidup di sini sampai berapa hari lagi? Ini terlalu banyak kalau buat 3 orang.”“Masak buat pengemis jalanan.”Alena memberikan tepuk tangan kecil. “Hebat juga pemikirannya.”Geovano yang berjalan berhenti lalu berbalik. “Tunggu di kasir sekalian bawa semua. Aku ada urusan,” ujar Geovano yang memberikan semua bahan masakan di tangannya kepada Alena yang terlihat kuwalahan.Alena menggerutu karena bahan masakan yang dialihkan oleh Geovano hampir menutupi penglihatannya saking banyaknya. Sedangkan pria itu sudah pergi entah kemana.“Selain menjadi istri ternyata terlihat seperti pembantu juga kalau seperti ini.”“Saya bantu bawa boleh?”Alena hampir berjengit kaget karena seseorang datan
Geovano diam saja. Alena masih terpejam digendongannya tetapi ucapannya membuat Geovano berpikir. Apakah sejak hidup bersama, dirinya terlalu jahat kepada perempuan ini?Geovano kembali meneruskan langkahnya. membaringkan tubuh Alena dan menyelimuti gadis itu. Hotel yang lebih mirip seperti apartement versi sederhana ini hanya memiliki satu kamar dan satu ranjang. Tidak mungkin Geovano tidur bersama Alena, kan? Meskipun mereka menjadi suami istri tetapi selama ini Geovano menjaga betul batasan mereka karena tidak mau menghancurkan Alena dengan tindakan sembrono.Geovano berbaring di sofa yang ada di ruang tengah. Menunggu kabar Alisya adalah hal terbodoh yang dirinya lakukan, tetapi karena tidak mau lagi salah dalam langkahnya, alangkah lebih baik menunggu kepastian juga memantapkan hati Geovano dalam memilih nantinya.Jika kembali melihat masalalu, Alisya lebih dari apa yang ia inginkan. Bukan paras cantik saja, kebaikan, perilaku serta apapun yang ada dalam diri Alisya, Geovano men
“Abraham yang mengajukan. Kalau menurutku tidak.”Alena mengangguk. “Memang sudah aku duga sih.”Geovano mengernyit. “Duga bagaimana?”“Ya itu, kamu tidak akan setuju.”“Bukan tidak setuju, tapi aku kasih pilihan lain.”Alena menerima sodoran map. Dilihatnya map tersebut yang berisi beberapa gambar desain pakaian yang berbeda-beda.“Aku akui gambar kamu bagus. Polanya tersusun dan desainnya tidak muluk-muluk, tapi kamu baru bekerja belum ada satu minggu di perusahaan sebagai asisten Abraham. Jadi aku buat opsi lain.”Alena menatap Geovano.“Tetap jadi asisten Abraham tapi kamu juga kerja sama dengan bagian desain. Kamu bagian gambar saja, untuk urusan lain biar mereka bagian desain yang kerjakan. Paham?”“Kerja rodi kalau begitu.”Geovano memutar bolanya malas. “Kerja rodi bagaimana? Kamu jadi asisten Abraham juga tidak terlalu banyak pekerjaan. Jadi disela-sela waktu luang kamu buat gambar untuk dikerjakan bagian desain. Selain kamu hobi gambar, juga menguntungkan perusahaan.”“Gajin
“Mau mempermalukanku dengan cara apalagi, hah?!”Alena melihat penampilannya lagi. Tidak ada yang salah, kenapa Geovano pagi-pagi harus banyak ceramah seperti sapi belum diberi makan?“Apa yang salah?” tanya Alena polos.Geovano menarik baju bagian pundak Alena dan menyeretkan kembali ke kamar. Membawa gadis itu masuk ke dalam walk in closet dan mencarikannya baju yang sekiranya ‘lebih baik’.“Selain tidak tahu nama makanan mahal paling tidak harus bisa berpenampilan menarik.”Alena diam saja melihat Geovano berpindah ke tempat satu ke tempat lain untuk mengambil beberapa set baju serta tidak lupa dengan aksesorisnya. Alena bukannya tidak bisa berpenampilan menarik, dia hanya menyukai sesuatu yang simple dan menggunakan banyak aksesoris atau tas mahal hanya akan membuatnya memiliki banyak keraguan. Ragu jika saja tiba-tiba dirinya dimaling kan tidak lucu apalagi semua barang hanya di ‘sewa’ kan saja kepadanya sebelum menemui tuannya. Ya … tuan dari semua barang wanita di rumah ini ada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments