Share

Penyihir Besar Orde Silverwing

Аппети́т прихо́дит во вре́мя еды́

(Ahpeteet prihohdit va vryemya yedy)

“Nafsu makan datang dengan makan.”

Vladivostok, Mei 2025

Pertandingan absurd sore itu bermula ketika Xabi mengizinkan Vash masuk. Melihat penampilan dan cara bicara Vash, sulit dipercaya ia adalah seorang assassin. Dengan mudah Xabi membuka pintu karena baik Wayne maupun Ravil selalu membiarkan pintu depan tidak terkunci sebelum jam sebelas malam.

“Isyanov kau di dalam?”

“Lihat siapa yang datang! Kupikir kau sudah lari ke ujung dunia,” sambutnya dari lantai dua yang dibatasi beranda kayu. “Apa maksudmu hah? Melarikan diri seperti itu.”

“Ada tamu yang ingin bertemu Wayne.”

“Dia sudah pergi, katakan untuk datang lagi nanti.” Ravil tidak suka jika lawan bicaranya mengalihkan pembicaraan.

“Maaf, aku tidak bisa kembali dengan tangan kosong,” timpal sang tamu tanpa diminta. “Perwakilannya saja sudah cukup.”

Kedua pasang mata pemuda Rusia itu saling bertemu. Seorang pembunuh bisa dengan mudah mengenali pembunuh lainnya.

“Naik dan tunggulah di ruang makan. Aku akan mempersiapkan teh,” ajak Ravil. “Kau pasti lapar kan, Xavier?” Memberi makan gadis hilang ingatan itu sudah menjadi kegiatan rutinnya.

Mereka duduk di sekeliling meja makan. Hidangan hangat mengepul di ruang itu. Kini Xabi mengerti kenapa tadi Ravil tidak jua mengangkat telepon. Ia pasti sedang memasak sup berwarna merah terang bernama Borsch. Ada pula пельмень (pelmeni), dimsum dari Rusia yang berisi daging dan sayuran. Gadis itu tersenyum lebar sambil memohon dalam hati, ‘Tolong jangan masukkan racun ke makananku.’ Demi dilihatnya Vash yang ikut makan, ia pun dengan lahap menikmati semuanya.

“Kau marah soal Yuri dan Annet, ‘kan?” Tanya Xabi setelah menghabiskan makanannya.

“Tentu saja.”

“Dan kau pikir itu salahku?”

“Tadinya iya, tapi aku masih cukup waras untuk tidak membunuhmu. Aku yang lengah membiarkan mereka beraksi tanpaku.”

“Jadi kalau kau ikut, mereka tidak akan tertangkap?”

“Конечно[1] (konechno).”

“Syukurlah, tadi aku sempat khawatir.”

“Зачем?[2] (Zachem?)”

“Yaa … Siapa tahu ada pembunuh bayaran yang datang. Kau pasti bisa menghadapinya kan? Jika ada yang datang tentunya.”

“Ehem,” Vash mencoba memberi signal bahwa ia ada di sana dan bisa mendengar semuanya dengan jelas. Xabi dan Ravil sama-sama menatapnya tajam.

“Aku memang seorang pembunuh, maksudku aku tidak sembarangan membunuh tapi yah itu pekerjaanku sih,” jelas Vash. “Meskipun begitu aku adalah tipe orang yang lebih suka mengambil langkah diplomasi.”

“Kau mengenalku selama di Seagull?” tanya Xabi.

“Iyyaap!” jawab Vash agak ragu-ragu.

“Он лжет [3](on Izhet),” sentil Ravil.

“Uhm, aku adalah kekasihmu.”

Xabi menyemburkan teh yang sedang ia teguk pada Vash. “Tidak mungkin!”

“Kenapa tidak?” Vash berusaha seelegan mungkin mengelap semburan teh Xabi.

“Tolong jangan tersinggung, tapi aku tidak merasakan kontak batin apa pun.”

Ravil tertawa terbahak-bahak mendengarnya, “Kau benar-benar pembohong yang buruk, bocah. Ngomong-ngomong apa nama cewek kurus ini di kelompokmu?”

“Dia dikenal dengan nama Archmage dari Orde Silverwing.”

Ravil hampir tersedak mendengarnya, “Apa itu? Sejenis nama kue?” ujarnya sambil bangkit dan mengambil Sushka dari lemari penyimpanan.

“Maaf, siapa tadi?” Xabi memutar jari kelingking di lubang telinganya pertanda Vash tidak perlu mempedulikan reaksi Ravil.

“Archmage, kau punya jabatan penting di Seagull.”

Xabi melempar senyum puas sambil menggerlingkan matanya pada Ravil yang mendadak sakit leher dan tak mau menatapnya.

“Jadi, apa yang kalian lakukan di Vorkuta, Vash?” tanya Ravil merasa basa-basi nya sudah cukup.

“Kami hanya menjaga keamanan dan memastikan semuanya baik-baik saja.”

“Bagaimana dengan harta karunnya?”

“Tidak ada harta karun. Kalian salah paham.”

Jika saja Sergei tidak mengirimkan foto siang tadi, Ravil mungkin bisa sedikit mempercayainya.

“Lalu apa tujuanmu datang ke sini?”

“Ah iya, aku membawa tiga pesan dari kelompokku untuk Pandora Box setelah kami menangkap dua anggota kalian sedang berada di Vorkuta. Pertama, kami ingin memberi peringatan agar kalian menghentikan operasi pencarian harta karun di wilayah utara. Kedua, dua anggota kalian yang kami tangkap sekarang dalam keadaan baik-baik saja, mereka akan kami kembalikan jika kalian bersedia menukarnya dengan Nona Xavier. Ketiga, kami ingin kalian merahasiakan semua informasi mengenai Seagull dan keberadaan kami di Vorkuta.”

Ravil berpikir sejenak lalu meminum habis tehnya sebelum menjawab.

“Sebagai ketua, Wayne yang seharusnya memutuskan, tetapi ia tidak ada di sini jadi aku sebagai asistennya yang akan mewakili. Vash, dengan berat hati kami Seagull tidak bisa mengabulkan permintaan kalian kecuali perihal merahasiakan tentang keberadaan kalian. Mengungkap eksistensi kalian sama saja membuka identitas kami sebagai pemburu harta karun. Namun, untuk permintaan pertama dan kedua kami tidak bisa menerimanya sama sekali. Xavier, salah satu anggota kalian memutuskan untuk berpihak pada kami dan menyerahkan hartanya.”

“Bagaimana dengan kedua rekanmu?” Vash tetap terlihat tenang karena memang sudah memprediksi reaksi Seagull.

“Akan kami urus dan sejujurnya, kedatanganmu telah membuatnya semakin mudah. Sebagai wakil Seagull aku menuntut kalian untuk: pertama, bebaskan teman kami; kedua, pergi dari Vorkuta dan biarkan kami melakukan pekerjaan kami.”

“Kau mengatakan bahwa Nona Xavier berpihak pada kalian. Apa benar begitu?” tanya Vash.

“Дa!” jawab Xabi tegas. “Dan aku juga punya tuntutan, pertama jangan libatkan aku apa pun yang terjadi pada organisasi kalian; kedua, pulangkan aku ke Indonesia. Vash, kau mungkin berpikir kalau aku berkhianat. Aku hanya hilang ingatan dan ingin pulang, itu saja.”

“Hmm, bahkan Nona Xavier pun tidak sepakat dengan salah satu dari kita.”

“Itu masalahnya sendiri, dia tidak punya kekuatan di sini.”

“Aku benci harus menggunakan kekerasan tapi aku tidak diperintahkan untuk pulang dengan tangan kosong,” sahut Vash.

“Oh ya? Bagaimana kalau kau menyerahkan diri agar bisa ditukar dengan kedua rekan kami yang kalian sandera.”

“Maaf itu juga tidak bisa.”

“Lalu apa rencanamu?”

“Bagaimana denganmu? Ada solusi yang bisa kau tawarkan?”

Ravil dan Vash sama-sama menatap Xabi.

Russian roulette?” ujar sang gadis yang tidak punya kekuatan apa-apa di sini. Jika salah satu dari mereka mati, ia tinggal membereskan satu lainnya.

“Nah, aku tidak bisa membunuh Tuan Isyanov. Masakannya enak dan ia harus mewariskan resepnya dulu.”

“Aku juga tidak, Vash masih lebih berguna dari pada kau.”

“Kalau begitu jangan tanya pendapatku!” Emosi Xabi meledak.

“Rumah ini terlalu kecil untuk berkelahi. Pergi keluar juga terlalu beresiko.” Vash memikirkan kemungkinan lain.

‘Tembak saja kepalanya Vash, kau ini pembunuh bayaran bukan sih?’ Runtuk Xabi dalam hati.

“Bagaimana kalau permainan tag?” tawar Xabi. Kedua lelaki di samping kanan-kirinya terlalu lama berpikir sedangkan ia ingin segera tidur.

“Apa itu?” tanya keduanya hampir berbarengan.

“Permainan kejar-kejaran yang sudah menjadi salah satu cabang olah raga yang dipertandingkan. Pemainnya dua orang, yang satu harus mengejar yang lain hingga berhasil menangkap atau menyentuhnya saja. Ada arena khusus yang berisi banyak halang rintang dan durasinya sebentar.”

“Ide bagus!” sahut Ravil. “Kita bisa menggunakan rumah ini.”

“Yup! Jika kau ingin menghancurkan semuanya,” sahut Xabi. Lalu ia ingat rumah ini sudah digadaikan.

“Tidak masalah. Bagaimana Vash?”

“Terdengar bagus. Bagaimana dengan aturannya?”

“Xavier yang akan jadi wasitnya. Pertandingan dalam lima babak masing-masing terdiri dari lima menit. Batas arena hanya di dalam rumah ini. Yang berhasil menangkap lawan paling banyak ia lah pemenangnya.” 

“Hadiahnya?” timpal Xabi.

“Semua tuntutan pihak pemenang yang tadi disebutkan akan dipenuhi oleh pihak yang kalah.”

“Setuju!” sambut Vash

Keduanya bersalaman di depan Xabi yang memutar bola matanya ke atas karena sebal.

***

[1] Tentu saja

[2] Kenapa?

[3] Dia bohong

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status