Vladivostok, Mei 2025
Jalanan itu begitu lengang, para pejalan kaki yang berlalu lalang bisa dihitung dengan jari. Xabi duduk bersandar di sebuah halte bus mengamati toko-toko yang masih buka setelah matahari tenggelam. Sepintas kota itu mirip Jakarta dengan aroma berbeda. Ia sudah berada sejauh sepuluh kilometer dari fasilitas kesehatan. Setidaknya itu yang dikatakan pengemudi truk yang memberikan tumpangan gratis padanya. Gadis itu merasa tidak nyaman meninggalkan Agnes tapi apa yang baru didengarnya membuatnya memilih untuk lari. Sekitar dua jam yang lalu ia hendak mengembalikan Coove pada Agnes. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar perawat itu sedang berbicara dengan hologram yang duduk di depannya. Sang perawat tidak menyadari kehadirannya meski ia melihat ke luar langsung. Mungkin karena tertutup hologram pria yang bicara dengan suara berat itu. Xabi yang sempat melihat ke dalam sedikit memutuskan untuk tinggal dan mencuri dengar. “Membawanya ke sana bukan pilihan, Bos! Ia masih belum pulih sepenuhnya,” ujar Agnes. “Menurut dugaanku ia mengalami hilang ingatan sementara. Aku sarankan ia pergi ke rumah sakit di mana ia bisa di periksa dengan sinar X dan mendapat perawatan lanjutan terutama untuk kondisi psikologisnya. Aku takut jika terus begini ingatan-ingatannya akan hilang selamanya.” “Aku sibuk di sini, Agnie. Kupikir kau ahlinya.” “Kau pasti bercanda kan! Aku bukan dokter, aku bahkan bukan perawat sejak awal. Aku hanya operator alat-alat dari proyek terkutuk itu yang kemudian turun jabatan menjadi pengawas mereka yang kau sebut telah ditinggalkan Tuhan.” “Mustahil memindahkannya ke rumah sakit lain. Kau ingin aku melakukan apa, Agnie?” “Adakah kemungkinan untuk memulangkannya saja? Biarkan ia pulih dan hidup normal di negaranya.” “Setelah semua yang dilakukannya? Agnes, kau mungkin lupa tapi biar aku ingatkan kau lagi. Gadis itu adalah monster, ia telah menyebabkan masalah yang sangat sangat serius. Gadis itu yang membuatku dan orang-orangku terjebak di sini. Gadis itu yang menyebabkanmu terjebak di sana. Dan kau memintaku melepasnya begitu saja?” “Ya! Dan aku juga memintamu untuk berhenti. Vlklyuchi vse!(hentikan semuanya!) Tinggalkan semuanya dan mulai hidup baru. Ini sudah terlalu lama dan aku tidak melihat penyelesaian apa pun.” “Gadis itu adalah harapan terakhir kita.” “Dia lemah, traumatis …. Tvoya poslednyaya nadezhda naprasna (Harapan terakhirmu tidak berguna sama-sekali).” Perawat gadungan itu setengah berteriak mengatakannya. Lalu suasana hening cukup lama. “Istirahat lah, Agnie. Kau hanya lelah. Tunggu sebentar lagi. Xavier akan membayar semuanya. Jaga dan bantu ia menemukan kembali ingatannya. Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang.” Hologram pria itu menghilang. Xabi bisa mengetahuinya dari sinar Coove yang mengilang. Lalu terdengar isakan tangis Agnes. Xabi tak bisa berbuat apa-apa kecuali menanyai dirinya sendiri sementara dadanya berdebar kencang. ‘Apa yang sudah aku lakukan?’ ‘Apa yang sudah aku lakukan?’ Cukup lama Xabi menunggu hingga tangis Agnes mereda. Ia memberanikan diri masuk tapi perawat itu tidak ada. Nampaknya ia sedang menghapus air matanya di kamar mandi. Xabi meletakkan Coove yang ia pinjam di atas meja lalu keluar dan menuju pintu gerbang. Tanpa sepengetahuan Agnes, Xabi sudah mengambil kunci dan borgol yang selalu ia bawa di kantung jubahnya. Jika ingin pergi, inilah saatnya. Sebelum turun ke jalan menuju pintu gerbang, Xabi melihat jajaran kursi roda dan alat bantu berjalan lain dekat meja kosong resepsionis. Ia berhenti sejenak untuk mengganti kursi rodanya dengan dua buah tongkat kayu. “Kau benar-benar kehilangan ingatanmu, Xavier.” Suara Agnes terdengar dingin dan membekukan Xabi di tempatnya. “Kalau kau masih memilikinya, kau pasti sudah memukul kepalaku hingga pingsan sebelum kabur. Orang pertama yang bangun melakukannya dan ia berhasil.” ***Xabi berbalik perlahan masih di kursi rodanya. “Maaf, aku mendengar semuanya.” “Tidak apa, aku sengaja membiarkanmu berada di sana,” sahut Agnes sambil menyalakan rokok dan mulai mengisapnya.“Aku yang harus meminta maaf karena berkata buruk tentangmu. Bagaimana reuninya? Ada yang berhasil kau ingat?”
Xabi menggeleng. “Sudah kuduga.” “Agnes, aku akan ke rumah sakit …” “Kau tidak punya uang dan kartu identitas, mereka akan menolakmu mentah-mentah.” “Di mana Bos? Ia ingin aku ke sana kan? Aku akan pergi.” Agnes tertawa kecil. “Ayo kembali ke kamar,” ajaknya. Namun Xabi bergeming. “Satu kata, Agnes. Satu kata dan aku akan tetap tinggal di sini.” Mereka bertatapan. Xabi sudah bertekad pergi untuk mengembalikan ingatannya jika Agnes tidak bersedia menolong. “Kau tahu situasinya, ‘kan?” Agnes memastikan. Xabi menangguk sambil menyingkirkan bayangan dirinya yang pincang terlunta-lunta di jalan. “Baiklah, kau boleh pergi.” “Eh?” Xabi tidak mempercayai apa yang didengarnya. “Pergilah. Aku akan melakukan hal yang sama jika aku jadi kau. Dengan atau tanpa ingatan,” jelas Agnes. “Tidak perlu repot-repot memikirkan kami. Kau beruntung bisa bangun. Kau sudah bekerja cukup lama di sini. Sudah saatnya kau pulang dan hidup bahagia di negaramu. Aku tidak akan banyak membantu karena kita tidak saling mengenal satu sama lain.” “Bukankah Bos bilang …”“Tidak usah dipikirkan, kami akan menemukan jalan lain dari masalah ini. Berikan kuncinya, aku akan membuka gerbang untukmu.” Xabi mengeluarkan kunci dan melemparkannya pada Agnes yang kemudian melangkah duluan. Perlahan Xabi melangkah dengan alat bantu jalannya yang baru. Meski sempat jatuh, ia segera bangun dan menyusul Agnes. Pintu gerbang sudah dibuka dan sebuah truk berhenti di dekatnya. “Naiklah Xavier, mereka akan membawamu ke kota terdekat. Aku menyesal tidak dapat menemanimu tapi yah kami sedang kekurangan staf.” “Bisakah kau memberi tahu di mana Okami?” tanya Xabi sebelum berpisah. Agnes mengedikkan kepala ke arah ponsel yang tergantung di leher Xabi. “Gunakan itu dengan bijak dan ….” Ia seolah mengingat sesuatu dan membuka ponselnya sendiri. “Aku mengirimkan foto pemuda yang melarikan diri sebelumnya. Namanya Vasily dan Okami berpesan agar kau tidak menemuinya apa pun yang terjadi.” Xabi merasa ponselnya bergetar dan ia mengangguk. ***Vladivostok berbatasan langsung dengan Cina beserta Korea Utara dan harus menyebrang laut jika ingin ke Jepang. Namun, bukan tiga tempat itu yang menjadi tujuan Xabi. Keinginan pertamanya adalah menuju rumah sakit yang lebih normal daripada yang sebelumnya ia tempati. Jalan itu dilewati bus sekali setiap lima belas menit. Xabi meninggalkan halte bus dan berdiri di tepi jalan yang tidak memiliki tanda penyeberangan. Beberapa detik sebelum bus berikutnya lewat, ia tiba-tiba berlari dengan harapan tertabrak. Sayangnya sang sopir menekan pedal rem tepat pada waktunya sehingga ia hanya terjatuh dan diselamatkan oleh orang-orang yang lewat. Tentunya ia tetap mendapat sambutan tak hangat sopir yang merasa Xabi sengaja melakukannya. “Kau tidak apa-apa?” tanya seorang gadis manis yang memapah Xabi kembali ke trotoar. Xabi mengangguk dan mengambil dompet dari tas punggungnya. Gadis penolongnya itu pun berlalu dan Xabi mencoba berjalan sepelan yang ia bisa. Hingga terdengar pekikan sang gadis dari dalam bus yang menyadari dompetnya hilang ketika hendak membayar ongkos bus. Xabi mempercepat jalannya setelah memastikan sang gadis melihatnya membawa dompet dan mengejarnya sambil berteriak-teriak “Кarmannik. (pencuri)” ***Firage Mountain, Juni 2025Lucifer tak habis pikir kenapa para Archangel bisa memiliki pasukan yang mampu menyaingi monster-monsternya. Sedangkan ia tahu persis seratus lima puluh pasukan yang mereka miliki masih berada di Twillight Valley. Perlahan tapi pasti, pasukan yang berada dibawah kendalinya tumbang dan musuh pun semakin mendekat. Ketika jarak antara mereka hanya terpaut jarak pandang mata, barulah Lucifer sadar apa yang tengah ia hadapi.“Necromancer!” desisnya lirih.Yang menjadi lawan game master kali ini adalah kumpulan nyawa-nyawa dari jiwa yang telah mati. Mereka beterbangan dalam bentuk separuh hantu separuh wujud asli ketika hidup. Meskipun Mikail belum menjadi Archmage, ia adalah seorang dark magician[1] yang bersembunyi di balik jubah putih. Orang penting nomor dua di Archangel itu bahkan bisa menggunakan jiwa orang-orang yang masih hidup. Jadilah ia menggunakan seluruh pasukan yang ia miliki unt
Moscow, Juni 2025Begitu tiba di bandara internasional Vnukovo, Tara langsung melesat menuju apotik. Pemuda Indonesia itu mengatakan bahwa ia kehabisan obat yang biasa ia konsumsi ketika jetlag. Vash pun tidak punya pilihan selain mengikuti. Begitu tiba di konter obat yang sepi pengunjung, Tara menyerahkan secarik kertas pada sang pelayan bertubuh gempal yang terlihat sudah mengenalnya dengan baik.“Lama tak jumpa, Sergei. Aku pikir kau tidak akan ke sini dalam waktu dekat,” sapanya.“Tadinya aku juga berpikir begitu, Shasha.” Tara melempar senyum terbaiknya.Shasha melihat kertasnya sebentar, lalu melihat ke arah Tara dan Vash di belakangnya. Mata sang penjual obat seolah menanyakan sesuatu. Tara tetap tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.“Tunggu sebentar, aku akan mengecek persediaan.”“Okay!”Bagi
Vorkuta, Juni 2025Ruangan itu begitu temaram dengan sedikit cahaya yang datang dari sela-sela atap. Para Ghoul berjalan pelan dan tak beraturan mengelilingi Cry yang duduk di atas gundukan koin emas dari dunia lain.“Percuma saja punya sebanyak ini kalau tidak ada partner untuk membangkitkan.” Pemuda itu mengeluh lirih. Ia menoleh ke arah serpihan-serpihan cermin yang berserakan di seantero ruangan. Kepingan-kepingan kecil itu mulai bergerak, berputar-putar lalu membentuk cermin baru dengan banyak retakan. Benda itu menghadap tepat padanya dan menampilkan pantulan diri yang perlahan berubah menjadi wajah Lucifer.“Kau masih saja bermalas-malasan,” ujar Lucifer.“Kau juga tidak ada perkembangan sama sekali,” balas Cry sambil tiduran di atas gundukan koin lalu melempar satu persatu koin pada wajah Lucifer. Hal itu tentu saja membuat sang raja iblis geram.&nb
Vorkuta, Juni 2025Tumpukan file di atas meja Okami terlihat lebih tinggi dari biasanya. Sejak kebangkitan Lucifer, kekacauan di Vorkuta memuncak. Meski bantuan berdatangan baik dari Pandora Box dan pemerintah, jumlah Ghoul yang berkurang belum menunjukkan angka yang signifikan seperti halnya berkas-berkas di meja kepala Seagull tersebut. Meski ia bukanlah tipe yang suka menunda pekerjaan, data-data dalam kertas itu menunjukkan betapa banyak jumlah prajurit yang berpartisipasi lengkap dengan anggaran konsumsi serta senjata.Okami tidak pernah menduga jabatan yang ia terima lima tahun lalu telah membawanya ke titik terendah dalam hidup. Pada awal pembentukannya, Seagull hanyalah unit kecil khusus yang bertugas mengawal program Vacuum. Operasi mereka tak jauh dari pengawalan para player hingga penutupan mulut para saksi yang tidak perlu.Meski bertugas mengawal, organisasi yang biasanya tak memiliki anggota lebih dari sepu
Menara Trophaeum, Mei 2025Anak tangga selebar dua meter mengisi terowongan spiral yang kelihatanya mengelilingi bangunan menara. Menurut hemat Xabi, menara itu mulai berbentuk seperti cerobong asap mulai dari lantai dua puluh hingga puncak. Bagian bawah terasa seperti istana dari istana dongeng. Entahlah, Xabi belum sempat menelusuri jengkal demi jengkal semua bagian dan ruangan di sana.Xabi tak jua berhenti berjalan karena mendapati pintu-pintu tiap lantai sudah terbuka. Lumayan juga kemampuan orang ini bisa terus naik, pikirnya. Urielle yang juga berperan sebagai pendukung, terus mengalirkan energi agar teman-temannya, kecuali Xabi, tidak kehabisan tenaga.Akhirnya mereka berhenti di depan pintu lantai dua puluh satu dan yang menunggu di sana adalah sang Rhea, Florence.“Flo!” Urielle menyeruak maju. Ia membungkukkan badan sedikit lalu menyalami kedua tangan peri pendek tersebut. Tarm
Westminstone Mountains, Juni 2025Xabi terus menaiki tebing tanpa mempedulikan rasa sakit di jari-jari tangannya. Hatinya jauh lebih sakit setelah kepergian orang-orang yang dekat dengannya. Gadis itu mencoba fokus meraih satu persatu batu pegangan dan terus bergerak naik. Ada kalanya Vasily, Ravil, atau Gabriel melintas di pikirannya. Saat itu terjadi, ia akan limbung, kehilangan keseimbangan, kaki terperosok, atau hampir melepas pegangan.Pedang rantai Ramielle pernah menangkapnya sekali saat tubuhnya meluncur tertarik gravitasi bumi.“Fokus, Xavier! Fokus!” protesnya sambil berteriak.Beruntung bagi skuad Xabi yang masih terdiri dari Tarmielle dan Urielle, kali ini Ramielle ikut sebagai tenaga tambahan. Pedang besar di punggungnya bisa mengeluarkan rantai yang memudahkan mereka menaiki tebing.Tempat tujuan mereka masih jauh berada di atas. Pegunungan daerah barat