LOGINRaynar selalu dianggap sampah sekte—lemah, tidak berbakat, dan hanya cocok menjadi pesuruh. Tak ada yang memandangnya lebih dari bayangan di sudut ruang pelatihan. Hingga suatu malam, sebuah glyph naga kuno tiba-tiba menyala di tubuhnya… dan seluruh hidupnya hancur berantakan. Glyph itu bukan tanda biasa. Itu adalah Warisan Dewa Naga yang telah hilang ribuan tahun, sebuah kekuatan yang dulu membuat kerajaan tunduk dan sekte-sekte besar saling membunuh demi memilikinya. Sejak saat itu, Raynar menjadi buruan semua pihak— para tetua sekte yang ingin memanfaatkannya, klan kerajaan yang ingin menguasainya, hingga makhluk kegelapan yang ingin menghancurkannya. Namun warisan itu memiliki kehendaknya sendiri. Ia mulai membangkitkan kekuatan naga purba dalam tubuh Raynar… kekuatan yang dapat menyelamatkan dunia—atau memusnahkannya. Ketika rahasia asal-usulnya terungkap, Raynar harus memilih: menjadi senjata para petinggi, atau menjadi penerus naga terakhir yang mampu mengguncang langit dan bumi. Sayangnya… setiap pilihan memiliki harga. Dan harga kekuatan ini adalah jiwanya sendiri.
View MoreMalam turun seperti tirai hitam yang menelan seluruh gunung Thevrion. Tidak biasanya angin berhenti bergerak, seolah semua alam menahan napas. Langit begitu gelap hingga lentera-lentera sekte tampak seperti titik cahaya rapuh yang bergetar di tengah kekosongan. Raynar berjalan pelan keluar dari ruang penyembuhan. Tubuhnya masih terasa lemah, tapi pikirannya resah. Suara gema—halus seperti bisikan angin—bergetar di benaknya sejak bangun. “Pewarisku… Kegelapan telah mencium jejakmu.” Ia menggigil. Suara itu bukan suara manusia, bukan pula suara dari dalam dirinya. Itu… suara naga itu lagi. Ketika Raynar menatap ke kejauhan, ia melihat kabut hitam tipis mulai turun dari puncak hutan di bawah gunung. Kabut itu bukan kabut biasa. Terasa berat. Pekat. Seolah memiliki kehendak sendiri. Dan dari kejauhan terdengar sesuatu— suara gesekan yang tidak seharusnya dimiliki makhluk hidup. Sek-sek-sek… Raynar merinding. “Raynar!” Ia menoleh cepat. Linara berlari menghampirinya, napasnya me
Suasana lembap menyelimuti kamar kecil tempat Raynar tinggal. Dinding kayu yang mulai rapuh itu belum pernah terasa sedingin malam itu. Api lampu minyak menari kecil, seolah takut padam, sementara Raynar duduk di lantai, kedua tangannya menggenggam lutut, napasnya pendek—penuh tekanan yang bukan berasal dari tubuhnya sendiri. Glyph naga itu kembali berdenyut. Cahaya keperakan muncul dari balik kulitnya, merayap seperti sulur hidup hingga ke lengan dan dada. Setiap denyutan seperti memukul jantungnya dari dalam, membuatnya terhuyung, menahan teriakan. “A—ahh… tidak lagi… tolong berhenti…” desis Raynar, menekan dadanya. Tetapi glyph itu tidak peduli pada permintaannya. Ia hidup. Ia bergerak. Ia memilih. Dan ia memilih dirinya. Raynar merasakan energi asing mengalir melalui nadi, mengikis batas tubuhnya, membuat ototnya menegang dan tulangnya seolah retak oleh sesuatu yang tak terlihat. Bayangan suara—gema asing—tiba-tiba mengalun di benaknya. “Pewarisku…” Raynar terhenti. Tub
Angin malam menyusup melalui celah jendela Paviliun Dalam, membawa hawa dingin yang menempel pada kulit Raynar. Ruangan itu jauh lebih luas daripada gubuk pesuruh tempat ia tinggal sebelumnya—lantai kayu mengilap, tempat tidur empuk, dan lentera kristal yang berpendar lembut. Namun tak ada rasa nyaman sedikit pun. Karena di setiap sudut ruangan ini… Raynar merasa ada mata yang terus mengawasinya. Ia duduk di tepi ranjang, memegang dada tempat glyph naga itu tertanam. Meski cahayanya sudah mereda, kulitnya masih hangat, seolah simbol itu bernapas bersamanya. “Warisan… pewaris…” gumam Raynar dengan suara lirih. “Aku tidak mengerti apa yang kalian inginkan dariku…” Suara itu—suara naga purba—tidak muncul lagi sejak kejadian di aula. Tapi keheningan ini bukan perlindungan. Rasanya seperti ketenangan sebelum badai. Raynar mengelus dadanya perlahan. Setiap kali ia menyentuh simbol itu, tubuhnya terasa berat, seperti ada kekuatan yang berputar di dalam dirinya, menunggu dilepaskan.
Suara pintu besar yang terbuka paksa membuat seluruh aula utama Sekte Serakan Cahaya dipenuhi gaung berat. Cahaya lentera bergoyang-goyang, seolah ikut menggigil melihat apa yang dibawa masuk oleh para tetua malam itu. Raynar. Tubuhnya masih melemah, pakaian lusuhnya sobek di beberapa bagian, dan napasnya pendek seperti baru ditarik paksa dari kematian. Dua tetua memapahnya menuju pusat aula, tepat di depan altar batu tempat biasanya para murid bersumpah setia pada sekte. Kini, altar itu terasa seperti panggung eksekusi. Aula dipenuhi puluhan orang: murid tingkat tinggi, penatua, penjaga sekte, bahkan beberapa tamu terhormat yang biasa tinggal di paviliun atas. Semua mata tertuju padanya—mata yang tidak lagi berisi penghinaan… melainkan ketakutan, keserakahan, dan hasrat. Tetua Rengard, lelaki tua dengan janggut putih panjang dan mata tajam seperti elang, melangkah maju. Ia adalah tetua tertinggi kedua di sekte, terkenal karena keras dan ambisius. “Letakkan pemuda itu.” Raynar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.