Share

PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA
PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA
Penulis: Emaknya Daru

Pertama kali ke rumah Mertua

Dewi bergidik, melihat patung kuda berwarna coklat keemasan yang tampak berdiri gagah di halaman rumah mertuanya. Dewi merasa, mata patung kuda itu seperti sedang melihat ke arahnya dan memperhatikan setiap gerak geriknya. Patung kuda itu seperti bentuk ucapan selamat datang, bagi siapapun yang datang ke rumah mertuanya.

Dewi takut, tapi merasa takjub dengan keindahan patung kuda itu. Patung itu berdiri dengan gagah. Bak ksatria yang sedang berada di medan perang. Dewi terus saja memperhatikan setiap detail patung kuda itu. Tak ada cela, sungguh piawai orang yang membuat patung kuda ini, bathin Dewi.

"Ayo Yang, kita sudah ditunggu Bapak dan Ibu." Panggilan mas Roni, membuat Dewi kaget. Dialihkan pandangannya pada Roni, suaminya. Senyum manis yang terpaksa harus dia ditunjukkan pada suaminya, menghiasi bibirnya yang tipis. Sesungguhnya masih ada keraguan di hatinya. Akankah mertuanya, sudah bisa menerima kenyataan, kalau sekarang dia sudah menjadi istri Roni.

Dewi yang masih memperhatikan patung kuda itu dari dalam mobil, langsung beranjak keluar. Ini pertama kalinya, dia menginjakkan kaki di rumah mertuanya. Langkahnya tampak ragu, hatinya terus saja berdebaran tak karuan. Berulangkali dia menarik nafas dengan dalam lalu menghembuskan perlahan, untuk menenangkan dirinya sendiri. 

Dewi dan Roni sudah menikah selama setengah tahun, tapi baru hari ini Roni membawa Dewi menemui orangtuanya. Kedua orangtua Roni tak menyetujui hubungan mereka. Hanya karena Dewi seorang yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. 

Dewi tak mengetahui siapa orangtuanya. Kata Ibu Yanti, pemilik panti. Dulu Dewi ditemukan hanyut di sungai, sewaktu masih bayi merah. Sejak Dewi mengetahui kebenaran tentang dirinya. Tak sedikit pun terlintas di benak Dewi, untuk mencari dimana keberadaan orang tuanya. Toh … mereka sudah membuangnya. Tandanya mereka tak menginginkan kehadiran Dewi. Buat apalagi Dewi mencari mereka. Itulah yang ada di benak Dewi.

Turun dari mobil, Dewi dapat melihat patung itu lebih jelas lagi. Patung itu sangat besar, bahkan ukurannya lebih besar dari kuda sungguhan. Berdiri dengan kedua kaki depan terangkat seolah sedang mengambil ancang-ancang untuk berlari. Warnanya coklat keemasan, tampak gagah dan juga … seram. 

Dewi terus melihat dari atas ke bawah setiap detail patung itu. Sempurna. Sungguh pandai, seniman yang membuat patung kuda itu. Dewi semakin berdecak kagum, manakala melihat patung kuda itu lebih dekat lagi. Meski kagum, rasa takut tetap menggelayut di hatinya. Dewi mengusap bulu tengkuknya yang terasa meremang.  

"Ya ampun Sayang. Dari tadi merhatiin kuda aja, Mas lebih perkasa dari kuda itu," bisik Roni menggoda Dewi. Pipi Dewi langsung bersemu merah. 

"Patungnya kayak baru dibuat ya Mas," kata Dewi. Tak salah Dewi berpikiran seperti itu. Patung itu memang tampak sempurna, belum ada cacat sama sekali. Orang yang membuatnya benar-benar teliti sekali. 

"Udah lama kok. Dari Mas kecil udah ada. Mungkin baru di cat sama Bapak. Dulu, letaknya disana." Roni menunjuk ke satu sudut dekat pintu gerbang masuk ke rumah. Dewi mengarahkan pandangannya mengikuti telunjuk Roni. 

Telunjuk Roni mengarah ke sebuah taman bunga yang tertata rapi di samping rumah mertua Dewi.

"Dulu, gerbangnya masih belum seperti ini, masih dari bambu hias." Roni melanjutkan kata-katanya. Dewi mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru halaman rumah mertuanya. Rumah mertuanya begitu tertata rapi. 

"Yuk, kita masuk. Dari tadi ngeliatin patung terus. Mulai besok, setiap hari kamu akan lihat patung itu." 

"Serem patungnya Mas." 

"Serem, tapi kok dipandangi terus?"

"Gak tau juga, kayaknya … um …."

"Kayaknya apa?

"Kayaknya patung itu bisa menghipnotis siapa aja yang melihatnya, deh Mas."

"Ah, itu perasaan kamu aja, Yang. Karena baru pertama kali melihatnya." 

"Iya, kali ya." 

"Kita apa mau di sini aja? Ngeliatin patung kuda itu, sampai bisa gerak."

"Ih amit-amit, gak lah Mas," kata Dewi seraya mengedikkan bahunya seolah merasa ngeri. Roni tertawa melihat ekspresi istrinya.

Roni menggamit sebelah tangan Dewi, membawanya masuk ke rumah orangtuanya. Sementara sebelah tangannya lagi membawa tas, berisi baju-baju Dewi dan dirinya. 

Jantung Dewi berdebar semakin kencang, kala kakinya mulai menginjak teras rumah yang megah itu. Dewi tetap saja merasa khawatir, orangtua Roni belum bisa menerimanya. Walaupun sebelum mereka datang ke sini, Roni sudah memastikan, bahwa Bapaknya yang meminta mereka untuk pulang.

Dewi masih memandang takjub rumah mertuanya. Selain megah, desainnya begitu elegan. Biasanya Dewi hanya melihat di sinetron rumah semegah ini. Padahal dia masih lagi ada di teras rumah mertuanya. 

Mulai dari pintu gerbang yang besar terbuat dari besi-besi yang berjajar rapi, dengan aksen kuda terbang di sisi kanan kirinya. Ada air mancur berikut kolam ikan kecil di halaman rumahnya. Sebuah ayunan di tengah taman bunga yang berjajar rapi. Rumput-rumput taman yang tampak seperti permadani terhampar di halaman rumah mertuanya. Terlihat sekali, kalau mertuanya orang yang menyukai seni dan keindahan.

Rumah ini sangat besar bagi Dewi, yang biasa hidup di panti. Dengan desain yang bagus membuat rumah terkesan mewah dan megah. Selama menikah dengan Roni, mereka masih mengontrak di rumah petakan. Wajar saja kalau Dewi merasa takjub melihat rumah mertuanya. Dalam mimpi pun tak pernah terlintas, bisa menginjakan kaki di rumah semegah itu. 

Ting tong.

Suara bel pintu yang dipencet Roni. Dewi dan Roni saling melempar senyum untuk mengurangi kegugupan. Tak lama seorang wanita paruh baya, membukakan pintu.

"Mas Roni?" Wanita itu seakan merasa tak percaya melihat Roni di hadapannya. Diperhatikannya Roni dari atas hingga ke bawah. 

"Iya bik, ini saya," kata Roni seraya memeluk perempuan itu. Sepertinya Roni menyayanginya dan begitu dekat dengannya.

"Kenalkan bik, ini istri saya. Namanya Dewi. Sayang, ini bik Jum. Bik Jum ini, sudah lama kerja disini. Dari Mas masih bayi. Bik Jum ini yang ngerawat Mas. Kalau Bapak sama Ibuk kerja." 

Roni memperkenalkan Dewi pada wanita itu, yang ternyata asisten rumah tangga di rumah orangtuanya. Dewi tersenyum kepada perempuan itu, dia membalas senyum Dewi. 

"Cantik sekali istri mas Roni." Bik Jum memuji Dewi, membuat Dewi tersipu malu. 

"Pilihan Roni gak salah kan, Bik? Selain cantik, Dewi juga pinter masak. Yang utama, Dewi ini istri solehah Bik." Roni memuji Dewi di hadapan pengasuhnya itu. Membuat semburat merah di pipi Dewi semakin kentara. Dia menunduk berusaha menutupi rasa groginya. 

"Kalau Mas Roni yang pilih, gak mungkin salah. Gak mungkin Mas Roni asal-asalan pilih istri. Ibu pasti seneng punya mantu kayak Mbak Dewi." Bik Jum justru semakin membuat Dewi tersipu malu. 

"Bapak sama Ibu, ada Bik?" tanya Roni. Keadaan rumah memang sangat sepi. Itu sebabnya Roni bertanya. Diedarkannya pandangan ke sekeliling rumahnya, mencari sosok Bapak dan Ibunya. 

★★★KARTIKA DEKA★★★

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status