Share

Keras hati

Penulis: Emaknya Daru
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-28 21:15:49

"Kalau Mas Roni yang pilih, gak mungkin salah. Gak mungkin Mas Roni asal-asalan pilih istri. Ibu pasti seneng punya mantu kayak Mbak Dewi." Bik Jum justru semakin membuat Dewi tersipu malu. 

"Bapak sama Ibu, ada Bik?" tanya Roni. Keadaan rumah memang sangat sepi. Itu sebabnya Roni bertanya. Diedarkannya pandangan ke sekeliling rumahnya, mencari sosok Bapak dan Ibunya. 

"Ada Mas, lagi di ruang keluarga. Sudah menunggu Mas Roni. Makanya Bapak sengaja nggak pergi ke kebun. Yuk, bibik antar," tawar bik Jum. 

"Gak usah Bik. Roni sendiri saja kesana," tolak Roni halus.

"Memang, Mas Roni tau tempatnya?" tanya bik Jum. 

Dewi merasa aneh mendengarnya. 'Bukankah ini rumah mas Roni, pasti mas Roni tau dimana letak ruang keluarga. Mas Roni baru setahun saja tak pulang, semenjak menikah denganku' batin Dewi.  

"Di tempat biasa kan, Bik?" Roni menjadi agak ragu. 

"Kan, Mas Roni tau kebiasaan Bapak. Ada saja bentuk rumah ini yang di ubah-ubah. Sekarang ruang keluarga ada di atas. Tempat yang biasa, udah jadi ruang makan," jelas bik Jum. 

"Oh iya, saya lupa Bik. Ya sudah saya ke atas langsung ya Bik. Bik, tolong bawakan tas ini ke kamar saya. Kamar saya masih di tempat biasa kan?" Roni menyodorkan tas yang berisi baju Dewi dan dirinya ke tangan bik Jum. Wanita itu menerimanya dengan senang hati. 

"Kalau kamar Mas Roni masih tetap di tempat yang dulu. Gak ada diubah sama sekali. Paling kalau Ibu mange, Ibu suka tidur di situ kalau siang," kata Bik Jum. Roni termangu mendengarnya, ternyata Ibunya begitu merindukannya. 

"Ya sudah, Mas Roni langsung ke atas saja. Bapak sama Ibu sudah nungguin dari tadi."

"Terima kasih, ya Bik."

Roni menggenggam erat jemari tangan Dewi yang dingin. Dewi sedang sangat nervous saat ini, sehingga membuat tangannya menjadi begitu dingin. Roni dan Dewi mulai melangkahkan kaki untuk masuk lebih lagi ke dalam rumah. Satu persatu anak tangga mereka naiki dengan perlahan. Sampai di atas mereka langsung melihat Bapak dan Ibu Roni sedang bercengkrama, menonton televisi. 

"Sudah sampai kamu Nak," sambut Ibu Roni, Bu Wati begitu melihat mereka. Bu Wati langsung bangkit mendekati Roni. Bu Wati memeluk hangat Roni. Binar bahagia terlihat dari matanya. Dia sangat merindukan Roni. Anak semata wayangnya.

"Ini, istrimu?" tanya Ibu Roni memastikan. 

"Iya Buk," jawab mas Roni. Dewi mencium tangan Ibu mertuanya. Ibu Roni memeluk Dewi. Dewi sangat terharu. Baru kali ini dia merasakan kehangatan pelukan seorang Ibu. 

"Ayune, mantuku," puji Bu Wati dengan senyum menghiasi bibirnya. Dia terus memandangi Dewi, seakan begitu mengagumi kecantikan menantunya itu. 

Bapak Roni masih terlihat asik menonton tivi, seakan tak perduli dengan kehadiran mereka. Roni kembali menggenggam tangan Dewi, membawa Dewi berjalan ke arah Bapaknya. 

"Pak," sapa Roni. Mengulurkan tangannya ingin bersalaman dan mencium punggung tangan Bapaknya. 

"Akhirnya kamu datang juga," kata Bapak Roni tanpa melihat ke arah mereka. Dia juga mengabaikan tangan Roni tanpa menyambutnya. Roni menarik tangannya kembali. 

Dewi  semakin mengeratkan genggaman tangan mereka. Jantungnya masih berdegup kencang. Deg-degan luar biasa, sedang melanda hati Dewi saat ini. 

"Kalau Bapak belum bisa menerima kami di sini. Kami akan pergi dari sini," kata Roni dengan tegas tapi berusaha tetap santun. 

Dia berbalik badan, ingin melangkah pergi. Dia merasa harga dirinya tercabik melihat sikap arogan Bapaknya. Apalagi hal itu terjadi di hadapan Dewi. Dewi hanya menurut saja kemana Roni melangkah. Apalagi tangan Roni begitu erat menggenggam tangannya. 

"Pak … Bapak kan, udah janji akan menerima dan merestui Roni juga istrinya," kata Ibu Roni yang sepertinya tak menyukai sikap Bapak Roni kepada mereka.

"Kamu juga. Sama saja keras kepalanya dengan Bapakmu. Apa gak bisa, salah satu dari kalian mengurangi ego sedikit saja!" Bu Wati memegang bahu Roni, mencecarnya dengan kalimat omelan khas seorang Ibu terhadap anaknya.

"Hehhhhh." Terdengar helaan nafas Pak Darma, Bapak Roni. 

"Sombong kamu," kata Pak Darma tanpa sedikitpun menoleh.

"Pak, anak baru datang jangan dimarahi. Nanti kalau Roni pergi lagi, bagaimana?"

"Ibu jangan terlalu memanjakannya."

"Bukan memanjakan, Pak. Roni anak kita satu-satunya, Ibu gak mau jauh lagi dari Roni. Apa Bapak gak merasa, rumah ini sepi sekali sekarang."

Dewi dan Roni hanya bisa berdiri mematung, melihat perdebatan Pak Darma dan Bu Wati. Tak tau harus bagaimana. Bila menurutkan ego, Roni ingin segera saja membawa Dewi kembali pergi dari rumah orangtuanya. Tapi kata-kata Ibunya juga benar. Haruskah dia menghadapi sikap keras kepala Bapaknya, dengan sikap keras kepalanya juga? 

"Bapak menerima kalian, hanya karena permintaan Ibu! Bapak masih kecewa sama kamu Roni. Kamu anak kami satu-satunya, pewaris tunggal harta kekayaan Bapak. Tapi kamu tak pernah mau mendengarkan Bapak!" Pak Darma berbicara dengan ketus. Terlihat masih menyimpan rasa kecewa yang sangat besar terhadap Roni. 

Pak Darma pernah menjodohkan Roni dengan anak temannya yang dianggap sederajat. Sebelum Roni dan Dewi menikah. Tapi Roni menolak, dan lebih memilih Dewi. Wajar saja Bapaknya masih marah. Dewi sangat memakluminya. Karena Roni sudah menceritakan semua pada Dewi.

"Maafkan Roni, Pak," ucap Roni lirih tanpa membalik badan melihat Bapaknya. 

"Tapi Bapak belum mengenal Dewi. Kepribadian Dewi seperti apa? Bagi Roni, memilih istri bukan perkara hartanya saja. Yang terutama tentang keimanannya. Dan Roni merasa nyaman bersama Dewi." 

"Tau apa kamu soal kenyamanan. Anak masih bau kencur saja, sok mau menasehati orang tua. Dasar kepala batu kamu!" 

"Sudah sudah! Sampai kapan kalian harus berdebat. Pak! Dewi sudah jadi mantu kita. Apalagi yang harus dipermasalahkan? Semua sudah terjadi. Apa Bapak mau nyuruh mereka pisah! Biar keluarga kita bertambah malu lagi!" Bu Wati berusaha menengahi perdebatan Bapak dan anak itu. 

Pak Darma gusar, dia mendengus dengan kasar lalu meninggalkan Roni, Dewi dan Bu Wati di ruang keluarga. Mukanya terus saja ditekuk. Hingga dia menuruni tangga rumah itu. Bu Wati hanya bisa menggeleng melihat tingkah suaminya.

"Maafkan Roni, Pak," kata Roni dengan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Dewi yang dingin. Pak Darma yang masih menuruni beberapa anak tangga, langsung menghentikan langkah kakinya. 

"Maafkan Roni tak bisa menerima jodoh yang Bapak pilihkan buat Roni. Buat Roni, menikah cukup sekali seumur hidup, dan itu harus dengan orang yang Roni cintai." Pak Darma mendengus mendengar perkataan mas Roni. 

"Bapak, mau apalagi? Bapak memang kecewa, kamu tak mau menurut perkataan Bapak. Tapi demi Ibumu, yang merengek setiap hari. Terpaksa Bapak menerima kalian," kata Pak Darma dengan angkuh. 

"Kalau Bapak belum bisa menerima Dewi sebagai istri Roni. Roni akan pergi dari sini. Roni tak butuh kekayaan ini, Roni hanya ingin menjalani sisa hidup Roni dengan istri yang Roni cintai." 

Dewi menatap Roni setelah mendengar perkataannya. Sebegitu besar cinta Roni padanya, hingga dia rela meninggalkan segala kemewahan, hanya demi Dewi, si gadis yatim piatu. 

"Hhh, sombong kamu!" Pak Darma membalik badan, mencebikkan bibirnya, seolah mengejek. 

"Pak, sudahlah. Bapak kan, sudah janji sama Ibu, gak akan lagi mempermasalahkan status istri Roni. Dewi sudah jadi anak mantu kita Pak. Ibuk gak mau, Roni pergi lagi. Rumah ini sepi sekali, cuma ada kita disini." Bu Wati mulai merengek ke Pak Darma lagi.  

★★★KARTIKA DEKA★★★

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Suka berselimut duka (TAMAT)

    "Oek oek oek!" Suara tangisan bayi yang sudah lama ditunggu akhirnya terdengar juga. Semua orang bernafas lega mendengarnya."Alhamdulillah." Mereka semua mengucap syukur dengan mengusap kedua telapak tangan di wajah masing-masing."Suaranya kenceng bener. Sehat cucu kita," kata Bu Ipah dengan mata berbinar."Cowok apa cewek ya. Nggak sabar aku, pengen lihat wajahnya." Bu Wiyah mondar mandir di luar kamar bersalin.Sementara di dalam kamar bersalin, Roni tak sanggup menahan tangisnya. Dipeluknya erat tubuh Dewi yang semakin lemah. Dewi mengalami pendarahan hebat, hal ini di luar prediksi. Karena selama kehamilan, tak ada masalah apapun. Kata Bidan yang memeriksanya, Dewi bisa melahirkan normal. Begitu pun saat

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Kabar gembira

    "Semua terserah pada Ibu. Maafkan Roni. Kali ini Roni gak bisa menuruti keinginan Ibu. Laki-laki yang tak bisa mengambil sikap, tak layak menjadi Imam." Widuri terdiam mendengar kata-kata Roni."Yang, tolong ambilkan makan Ibu," pinta Roni pada Dewi yang hanya mendengarkan dialog Ibu dan anak itu. Kali ini Dewi sama sekali tak berminat ikut campur.iDewi yang merasa kondisinya kurang fit segera bangkit, membuka rantang yang dibawa. Dan meletakkan sedikit nasi dan sup ikan pada piring makan Widuri. Setelah menyerahkan ke tangan Roni, tiba-tiba Dewi merasakan kepalanya sangat pusing."Yang, kamu gapapa?" tanya Roni melihat Dewi yang memegangi kepalanya. Dewi merasa, pandangannya seakan berputar hingga dia merasa mual. Dan ….

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Keinginan Widuri

    "Ibu baik-baik di sini ya. Pokoknya Roni dan kami semua akan menepati janji. Setiap hari akan menemani Ibu di sini." Roni berjongkok di hadapan Widuri, menggenggam tangannya dengan hangat. Widuri mengangguk, dia sudah sangat senang Roni menempatkannya di tempat yang sangat baik. Puluhan tahun dia tinggal di kandang kambing, dan terpisah dari anaknya. Kalau hanya menunggu beberapa saat lagi, hal itu masih bisa dia lakukan."Bu kami pamit ya. Besok kami datang lagi." Dewi memeluk tubuh Widuri. Widuri membelai lembut kepala wanita yang memakai pasmina berwarna pastel itu. Bu Ipah dan Bu Wiyah juga melakukan hal yang sama terhadap Widuri."Ndok, Bapak tinggal ya. Sesok Bapak teko meneh. Kowe sing apik berobatnya. Biar ndang sembuh." Kek Warno memeluk putri semata wayangnya itu. Baru kali ini dia akan berada jauh dari anaknya.

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Ganjalan di hati Widuri

    Hanya satu yang mengganjal di hati Widuri. Roni masih belum bisa menerima, kalau Surya lah ayah kandungnya. Kesalahan yang Surya lakukan memanglah teramat besar. Namun Widuri bisa memaklumi, saat itu Surya masih terlalu belia, untuk bisa mempertahankan yang seharusnya menjadi miliknya. Hatinya dan Surya telah menyatu sejak lama, sebab itu Widuri tau, Surya tulus meminta maaf dan benar menyesali kebodohannya di masa lalu. Sorot mata Surya menyiratkan penyesalan yang begitu besar dan pengharapan akan maaf dari putra biologisnya. Widuri melihat, tak ada kebohongan di mata Surya, sebab itu bersedia menerima Surya kembali. Pun rasa cintanya di masa remaja, masih melekat kuat di hatinya. Tak terkalahkan, meski puluhan tahun raganya dikuasai iblis laknat."Ibu jangan takut ya, disana juga ada Bapak." Alis mata Widuri bertaut mendengar yang Roni bilang barusan.

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Mulai membaik

    "Gimana Ko, panen beberapa hari ini, apa sudah lebih baik?" tanya Roni pada Joko, salah satu orang yang dipercaya mengurus kebun milik Pak Darma."Masih belum ada perubahan yang signifikan Mas. Tapi sudah sedikit lebih baik dari beberapa hari lalu," jawab Joko yang berjalan mengikuti di samping Roni. Roni ingin melihat langsung, kondisi pohon-pohon sawit yang ada di kebun milik Pak Darma. Yang sekarang sudah diserahkan padanya."Oh iya. Kenalin, ini Kakek saya." Roni memperkenalkan Kek Warno pada Joko. Joko dengan sopan menyalami Kek Warno. Mereka lanjut lagi berkeliling kebun."Tapi biaya operasional bisa di atasikan?""Alhamdulillah, bisa Mas. Bahkan dua hari ini, bisa menambah isi kas, biarpun sedikit

  • PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA   Kehangatan keluarga 2

    "Mungkin karena belum terbiasa dengan rumah ini Bulek," kata Dewi. Tangannya terus mengaduk nasi yang sudah mulai menjadi bubur. Sementara Bik Jum membantu menyiapkan bahan pelengkap untuk bubur ayam.Hati Dewi sebenarnya sedikit ragu akan kata-katanya sendiri, tapi dia tak mau membuat Bu Ipah khawatir. Hal yang dia dan Widuri bisa rasakan, sangat sulit untuk dijelaskan."Bulek bawakan teh ini dulu ke depan ya. Tadi sepertinya Roni sama Lek Warno keluar.""Paling di halaman depan, Bulek. Kata Mas Roni, dia mau olahraga sedikit.""Ya sudah, Bulek antar ke teras. Bik, tolong ambilkan biskuit," kata Bu Ipah pada Bik Jum.Bik Jum membuka salah satu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status