"Hehhh, sampai kapan Bapak seperti itu?"
[Sabar Bung. Banyak-banyak berdoa, semoga Allah segera mengembalikan kesadaran Pak Darma. Tadi kau bilang mau minta tolong, Bung. Minta tolong apa?]
"Aku mau minta tolong, lihat-lihat rumahku untuk beberapa hari ini. Aku akan berangkat ke kampung siang ini. Ada hal yang harus aku urus."
[Insha Allah, besok aku kesana. Masih ada sedikit pekerjaan di sini]
"Apa gak bisa sore ini atau nanti malam Wan? Bik Jum takut ditinggal. Mungkin dia masih teringat kejadian kemaren."
[Aku usahakan. Kalau nanti aku sudah selesai di sini. Aku langsung ke rumahmu]
Dewi memeluk erat pinggangnya. Takut jatuh dan mungkin dia takut akan suasana yang langsung menjadi gelap karena hujan. Roni terus saja melajukan motornya, jarak pandangnya pun jadi terbatas. Lampu motor sengaja disorot ke bawah, agar lebih jelas melihat jalan yang semakin tergenang air.Jlebb, tiba-tiba motornya terjerembab di lubang yang cukup dalam. Dewi langsung turun, untuk memudahkan motor keluar dari lubang. "Sial," umpat Roni, karena motornya malah mati. Padahal dia taksir masih setengah perjalanan yang mereka tempuh."Yang, kita jalan kaki saja ya!" Roni berbicara dengan agak berteriak agar Dewi bisa mendengar."Iya." Dia juga menjawab dengan agak berteriak.Tak mungkin mereka bertah
Roni mendengar ada yang memanggil namanya. Dia melihat ke belakang, melihat istrinya masih mengikutinya. "Kamu manggil Mas?" tanya Roni. Dewi yang ada di belakangnya hanya menggeleng. Mereka melanjutkan lagi perjalanan.Cepat-cepat Dewi yang asli berlari, berusaha menyusulnya, sambil terus menggaungkan nama suaminya. "Mas Roniiii!"Dewi melihat Roni menoleh ke belakang, tapi dia seperti tak melihat Dewi yang masih belum ada melewati gapura sawit. Dewi terus berusaha mengejar. Dewi merasa ada yang aneh, karena dia tak sampai-sampai. Dewi seperti berlari di tempat.Roni semakin jauh masuk ke dalam pemukiman warga. Dewi terus berteriak, hingga suaranya parau. "Ya Allah, kenapa suamiku tak mendengarku. Kenapa aku tak bisa keluar dari jalan ini." Dewi mulai menangis dan ketakutan
Sementara Dewi masih terjebak di dalam hutan sawit. Dia terus berusaha untuk bisa keluar, tapi tetap tak bisa. Gapura selamat datang yang sudah ada di depan matanya, seakan menjadi begitu jauh, saat dia semakin melangkah untuk mendekat."Ya Allah, ada apa ini? Kenapa aku terjebak di sini." Dewi mulai mengisak. Dia mulai kelelahan, dihenyakkan bokongnya begitu saja ke tanah yang becek."Ikut kami.""Sini.""Suamimu tak sayang lagi.""Dia pergi bersama orang lain."Dewi mendengar suara-suara berbisik. Suara itu jelas terdengar di telinganya. Karena hujan sudah reda, hanya tinggal gerimis kecil saja. Horor sekali tempat itu. Hari juga s
'Apa dia tak melihatku? Tidak mungkin! Sorot lampunya jelas menerangi wajahku tadi. Lagipula aku mengenakan mantel berwarna pink cerah. Kalau terkena lampu motornya, pasti langsung kelihatan. Kenapa dia bisa langsung melewati gapura itu?' Banyak tanya dan keanehan yang Dewi rasakan. Dia mulai merasa, tempatnya sekarang berada, ada sesuatu yang tak beres.Dewi terduduk lagi, air matanya merembes. Tak terbayang, dia harus terjebak di sini. Tak bisa keluar. Dia kebingungan harus berbuat apa lagi. Mungkin karena ini lah, makanya tadi siang, dia terus merasakan perasaannya ada yang mengganjal. Dia merasa sangat berat ingin pulang ke kampung Roni. Padahal dia sendiri yang ingin ikut."Dewiiii hehehehe.""Sini ikut kami."Dewi tak lagi menghiraukan s
Dewi mencoba melirik dengan ekor matanya ke arah belakang, jantungnya berpacu melebihi batas normal membuat dadanya bergerak naik turun mengikuti irama jantungnya yang berpacu dengan sangat kencang. Perlahan dia palingkan kepalanya untuk melihat ke belakang. Diabaikan, keringat yang mengalir di pelipisnya.Astaga, Dewi menutup mulutnya, dia langsung menjauh dengan merangkak. Tak mungkin untuk berlari, dengan kondisi kakinya yang terkilir. Dewi melihat makhluk dengan tubuh yang sangat besar sekali, ada di belakangnya. Makhluk itu sangat menyeramkan. Matanya merah, kulitnya hitam legam, hanya sinar bulan yang mengintip dari balik awan yang membantu Dewi memberi penerangan. Makhluk apa lagi itu, rambutnya acak-acakan dengan perut yang sangat buncit."Huahahahaha.""Hahahahaha "
Dewi berhasil. Makhluk itu menghentikan langkahnya. Untuk sejenak, dia diam memperhatikan Dewi. Matanya nyalang melihat ke arah Dewi, membuat siapa pun akan jatuh pingsan bila berhadapan dengannya. Dewi mencoba untuk bangkit, dia harus bisa berdiri, dibantu kayu di tangannya sebagai tongkat."Hihihihihhihi."Makhluk itu tertawa lagi, cekikikan. Jauh lebih menyeramkan daripada tadi.Dewi harus bisa mengalahkan rasa takutnya. Atau akan mati konyol di tempat itu. Dewi tak mau hal itu terjadi. Setelah Roni berhasil bangkit, Roni berusaha lari menjauh. Namun … bagaimana dia bisa lari? Dengan kondisi kaki terkilir seperti itu. Dewi, orang yang pantang menyerah, dia seret paksa kakinya. Dia terus berjalan dengan susah payah, dibantu kayu di tangannya. Mumpung makhluk itu
"Saya tak tau makhluk apa itu. Seperti hantu," kata Dewi, rasa takut itu hadir kembali di hatinya kala mengingat makhluk-makhluk tadi."Kamu sudah pernah kerasukan. Gerbang mereka untuk masuk mengganggumu sudah terbuka. Sebab itu mereka mudah menunjukkan diri di hadapanmu." Dahi Dewi mengernyit mendengar perkataan Ibu itu. 'Bagaimana dia bisa tau, kalau aku pernah kerasukan?' batin Dewi."Ibu kok tau, saya pernah kerasukan?" tanya Dewi. Dewi sangat tak sabaran, dia sudah bosan banyak menyimpan tanya hanya di dalam hati. Ada baiknya langsung bertanya saja pikirnya."Tak perlu tau, saya tau darimana. Istirahat saja lah dulu," kata Ibu itu."Ini dimana Buk?"
Roni pun terpaksa masuk ke kamar. Dia harus bersabar menunggu besok. Kamar itu sudah seperti kamarnya sendiri. Sejak dulu, kalau dia datang menginap, dia selalu tidur di kamar ini. Tak ada yang berubah dari kamar ini. Masih seperti dulu. Makanya Bu Ipah tak lagi memberi tahu nya, dia harus tidur dimana.Roni mengganti bajunya, dengan baju yang benar-benar kering. Walaupun baju yang dikenakannya tak basah, tapi terasa lembab dipakai."Yang, ganti baju dulu. Baju yang ini agak terasa lembab. Nanti masuk angin.""Gak papa Mas, masih kering kok. Aku tidur duluan ya. Ngantuk sekali." Dewi langsung tidur memunggungi Roni."Sholat Isya dulu Yang," ajak Roni. Hening tak ada jawaban. Hanya terdengar suara d