Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 71 - Bertemu dengan Pertapa Sakti

Share

Bab 71 - Bertemu dengan Pertapa Sakti

Author: Andi Iwa
last update Huling Na-update: 2025-04-05 08:15:16

Li Feng terengah-engah, tubuhnya dipenuhi luka setelah berhasil menghindari jebakan terakhir yang hampir saja mencabut nyawanya. Gunung Terlarang ternyata lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Bayangan hitam berkelebat di sekelilingnya, suara bisikan dari roh-roh jahat bergema di udara. “Kau tidak akan selamat… Kau akan menjadi bagian dari kami…”

Li Feng menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. “Tidak… Aku harus bertahan!” batinnya. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Pandangannya kabur, kakinya melemas, dan akhirnya semuanya berubah menjadi gelap.

Saat kesadaran kembali perlahan, Li Feng merasakan tubuhnya terasa ringan, seakan beban yang selama ini ia pikul menghilang. Perlahan ia membuka mata. “Di mana ini?” gumamnya. Atap bambu yang sederhana menyambut pandangannya. Aroma herbal menyengat hidungnya, bercampur dengan hawa sejuk khas pegunungan.

“Akhirnya kau
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 72 - Latihan yang Menyakitkan

    Li Feng masih terpaku di hadapan sang pertapa tua. Setelah menyelamatkannya dari amukan roh jahat di Gunung Terlarang, pertapa itu akhirnya mengungkapkan tujuan sebenarnya: mengajari Li Feng cara mengendalikan Pedang Naga Langit. Namun, sebelum itu, ada satu hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. "Dengarkan baik-baik, bocah. Pedang Naga Langit bukanlah senjata biasa. Ia memiliki kutukan yang hanya bisa dikendalikan oleh mereka yang telah menguasai seni bela diri tingkat tinggi dan mengendalikan hati mereka sepenuhnya," ujar sang pertapa dengan suara yang dalam dan misterius. Li Feng mengangguk, merasakan bulu kuduknya berdiri. "Apa yang harus aku lakukan, Guru? Aku siap menjalani latihan apa pun!" Sang pertapa tertawa pelan, lalu menunjuk ke sebuah gua besar di balik rerimbunan pohon tua. "Masuki gua itu. Kau akan menghadapi cobaan pertama. Jika kau bisa keluar dengan selamat, barulah kita bicara soal latihan sebenarnya."

    Huling Na-update : 2025-04-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 73 - Lawan dari Dunia Lain

    Hening. Itulah suara pertama yang menyambut Li Feng saat ia membuka matanya. Tapi bukan keheningan biasa. Ini adalah keheningan yang menelan, membungkam, membekukan—seakan seluruh dunia menahan napas. “Ngh… Di mana ini…?” gumamnya, matanya menyipit menatap sekeliling. Tak ada langit. Tak ada tanah. Hanya kabut kelabu yang tak berujung, menggulung seperti awan mati. Udara dingin menusuk tulangnya, tetapi tak ada angin. Yang ada hanyalah tekanan—tekanan yang menindih tubuh dan jiwanya. Baru saja ia melewati latihan yang hampir membunuhnya. Tubuhnya remuk, jiwa terkoyak. Tapi ia bertahan. Bertahan demi ibunya, demi tanah kelahirannya… dan demi dirinya sendiri. Tapi sekarang? “Apakah aku… mati?” tanyanya, suara bergetar. Tiba-tiba… suara langkah terdengar. Tap… tap… tap… Li Feng menoleh cepat. Jantungnya berdetak kencang. Dari balik kabut, muncul sesosok bayangan. Langkahnya mantap,

    Huling Na-update : 2025-04-06
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 74 - Pengkhianatan di Balik Bayangan

    “Apa yang kau lihat belum tentu kebenaran. Dan mereka yang berdiri di sisimu... bisa jadi adalah orang pertama yang menusuk dari belakang.” Angin malam di Gunung Terlarang menggigit seperti seribu jarum dingin yang menusuk hingga tulang. Kabut tebal turun perlahan, membungkus bumi dalam selimut kelabu yang mencekam. Di tengah kabut itu, Li Feng berdiri terpaku. Matanya menatap sosok bercahaya merah yang baru saja muncul dari balik bayangan. "Apa ini...?" gumamnya, napasnya membeku di udara. Sosok itu melayang tanpa suara. Wujudnya samar, bercahaya merah seperti bara api yang tertutup debu. Tetapi ada yang aneh. Li Feng merasakan... kehangatan. "Li Feng..." suara itu serak, tetapi familiar. Deg! Jantung Li Feng berdetak lebih cepat. "Itu... suara..." “Guru Fan?” bisiknya, nyaris tak percaya. Sosok itu tersenyum samar, tapi senyumnya tak membawa kedamaian seperti dulu. "Aku bukan l

    Huling Na-update : 2025-04-06
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 75 - Pertarungan Melawan Diri Sendiri

    "Haaah… haaah…" Nafas Li Feng tersengal. Darah menetes dari sudut bibirnya. Di tengah kehancuran aula batu itu, ia berdiri limbung, menatap sosok bercahaya merah yang kini perlahan berjalan mendekat, langkah demi langkah, seolah tak terburu-buru—seolah waktu tunduk padanya. "Zhou Ming… Nona Lan… kalian…" gumamnya lirih, tak percaya. Pengkhianatan mereka barusan seperti luka yang tak tampak di tubuh, namun terasa jauh lebih menyakitkan dari ribuan tusukan pedang. Namun, sebelum ia bisa berkata lebih, dunia mendadak runtuh. Grrrkk! Dinding-dinding gua bergetar. Cahaya merah dari sosok misterius itu tiba-tiba melonjak, menelan segalanya, dan—brengsek!—segala sesuatunya menjadi putih. “Ugh…” Li Feng terbangun dengan tubuh dingin oleh keringat. Ia tidak tahu di mana dirinya. Tempat itu putih. Tak ada dinding. Tak ada langit. Tak ada tanah. Hanya kabut. Dan suara.

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 76 – Kembali ke Dunia Nyata

    Angin pagi menyapu puncak Gunung Terlarang, membawa serta aroma tanah basah dan dedaunan tua yang gugur. Kabut perlahan-lahan menyingkir dari celah bebatuan, seperti tirai yang dibuka perlahan, memperlihatkan seorang pemuda berdiri diam di tengah lingkaran batu suci. Li Feng. Tubuhnya tegak, meski jubahnya compang-camping dan bercak darah mengering di lengan kanan. Matanya... ya, mata itu bukan lagi mata seorang pemuda desa yang lugu. Ada kilatan api di dalamnya, seperti bara yang telah menyala terlalu lama di dalam kegelapan. "Hufff..." Ia menarik napas panjang, lalu menatap langit. "Sudah cukup lama, ya?" Tidak ada jawaban, kecuali desir angin dan bisikan halus pepohonan. Tapi Li Feng tahu, di tempat ini, diam pun bisa berbicara lebih nyaring dari teriakan. Tiga bulan. Tiga bulan penuh penderitaan, pertarungan, dan latihan. Tiga bulan ia menghilang dari dunia, terkubur dalam kutukan Pedang Na

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 77 - Kembali ke Ibu Kota dengan Dendam

    Kabut pagi belum sepenuhnya sirna saat langkah-langkah berat itu menyusuri jalan berbatu menuju gerbang utara ibu kota. Suara derap langkah kuda terdengar pelan namun penuh tekad. Di atas punggung kuda itu, duduk seorang pemuda yang telah lama menghilang dari mata dunia—Li Feng. "Hah…" Li Feng menarik napas panjang. Wajahnya yang dulu polos kini penuh dengan ketegasan. Garis rahang yang lebih tajam, sorot mata yang dalam, dan rambut hitam panjang yang diikat ke belakang dengan pita merah—semuanya menandakan satu hal: pemuda itu bukan lagi orang yang sama. Di punggungnya, Pedang Naga Langit bergetar pelan, seakan merasakan tujuan dari tuannya: balas dendam. "Aku kembali, Jenderal Zhao," bisiknya lirih. "Dan kali ini… aku tidak akan memaafkanmu." Gerbang utara ibu kota menjulang tinggi, dijaga oleh belasan prajurit kerajaan yang tengah bosan menjalankan tugas. Salah satu dari mereka, seorang pemuda bertubuh kurus dengan tomba

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 78 - Kaisar yang Terkejut

    Langkah-langkah kaki itu menggema di lorong istana yang panjang, menggema seperti dentang takdir yang tak bisa dihindari. Tap… tap… tap… Para pengawal berdiri tegak di sepanjang jalur emas menuju Balairung Naga, tempat di mana Kaisar Agung biasanya duduk di singgasananya yang megah. Namun pagi itu, tidak ada upacara penyambutan, tidak ada genderang perang, dan tidak ada pengumuman resmi dari sang juru bicara istana. Semua diam. Bisu. Menanti. Satu sosok berjalan perlahan di antara pilar-pilar tinggi yang mengkilap oleh pantulan cahaya matahari pagi. Sosok itu tidak lain adalah… Li Feng. Tapi bukan Li Feng yang dulu. Tidak—bukan pemuda desa yang tertatih-tatih naik ke dunia yang penuh intrik dan darah. Bukan pula prajurit canggung yang dulu tak tahu membedakan musuh dari sahabat. Yang datang pagi itu adalah seorang pendekar sejati—tatapannya tajam bag

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 79 – Konspirasi Besar Terungkap

    “Bagaimana bisa… kau tahu semua itu, Li Feng?” Suara Kaisar bergetar, nyaris tak terdengar di balik gema ruang takhta yang megah namun kini terasa seperti gua pengakuan yang menyekap napas. Cahaya matahari sore menembus celah tirai sutra emas, memantul pada lantai batu giok, tetapi tak sanggup mengusir hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Li Feng berdiri tegap, walau hatinya berdegup kencang. “Hamba tidak bermaksud melewati batas,” ucapnya lirih, namun tegas. “Tapi kebenaran ini… harus Paduka dengar.” Kaisar memejamkan mata. Napasnya berat. “Ucapkan… dari awal.” Li Feng menghela napas. “Semuanya bermula saat hamba berada di Gunung Terlarang. Dalam pelatihan terakhir yang hampir merenggut nyawa, hamba menyaksikan sesuatu—bukan hanya mimpi atau ilusi—tapi sepotong ingatan yang entah bagaimana, terhubung dengan kutukan pedang ini.” Ia menatap gagang Pedang Naga Langit yang tergantung di punggungnya, aura hitamnya be

    Huling Na-update : 2025-04-09

Pinakabagong kabanata

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 138 – Jebakan Api dari Langit

    Lembah Tujuh Langit telah menjadi saksi bisu dari ribuan pertarungan legendaris. Terkubur dalam sejarah panjang yang berabad-abad, tempat ini terkenal sebagai medan yang hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang benar-benar memiliki jiwa seorang pendekar. Namun, saat ini, tanah yang dipenuhi dengan aura kekuatan tersebut terasa semakin sunyi dan mencekam. Hanya ada dua pasukan yang mengisi kesunyian itu, satu pasukan yang terdesak, dan satu lagi yang datang dengan harapan untuk merenggut kehidupan mereka. Li Feng berdiri di bibir jurang yang menatap lembah yang terhampar luas di bawah kakinya. Hanya ada tiga ribu prajurit yang tersisa di pihaknya—pasukan yang tersisa setelah bertahan melawan serangan pasukan Shen Lu yang tak kenal ampun. Angin malam yang dingin berdesir melalui rambutnya, menciptakan ketenangan yang seolah bertentangan dengan pertempuran yang sudah di depan mata. “Bai,” panggilnya, suaranya sedikit tercekat, “Apakah kau yakin ini satu-satunya cara?”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 137 – Satu Pasukan Terakhir

    Lembah Tujuh Langit—tempat yang dikenal sebagai tanah suci bagi para pendekar sejati—menjadi saksi dari perjuangan yang semakin mendekati garis akhir. Di sini, Li Feng berdiri tegak di samping Jenderal Bai, memandang lurus ke depan dengan tatapan tajam yang tak terhalang. Di belakang mereka, tiga ribu pasukan yang tersisa, masing-masing dengan wajah yang penuh keteguhan, namun tak bisa menutupi ketegangan yang terasa di udara. "Jenderal Bai," suara Li Feng menggema di antara batu-batu besar yang mengelilingi lembah. "Ini adalah satu-satunya tempat di mana kita bisa bertahan." Jenderal Bai mengangguk perlahan, meski raut wajahnya penuh kerut mendalam, seolah beban sejarah masa lalunya kembali menghantui setiap langkah yang ia ambil. "Tujuh Langit... tempat ini menyimpan banyak rahasia," jawabnya, suaranya serak. "Dan aku tidak yakin kita akan keluar dari sini hidup-hidup." Li Feng merasakan beratnya kata-kata itu, namun ia tahu bahwa pilih

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 136 – Pertarungan Jiwa Jenderal Bai

    Li Feng berdiri tegap di hadapan gua yang gelap. Udara di sekitar Padang Asin ini terasa lebih berat dari biasanya. Angin yang seharusnya menyegarkan malah menambah kesan angker, menggulung sepi yang semakin menyesakkan. Pikirannya berkelana, meraba ke segala arah, berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati seorang pria yang telah terasing begitu lama—Jenderal Bai. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah arah pertempuran yang akan datang. Bai, yang dulu dikenal sebagai Jenderal Perang terkuat, kini tinggal bayangannya sendiri, seolah terlupakan oleh dunia. Namun, ada satu hal yang Li Feng tahu pasti: hanya Bai yang bisa menghentikan pasukan Shen Lu yang datang bagaikan badai, menggulung semua yang ada di hadapannya. Li Feng melangkah memasuki gua, diikuti oleh Putri Ling’er yang setia. Setiap langkahnya terasa semakin berat. Mereka mendekati tempat di mana Bai mengasingkan diri, tempat di mana dia memilih untuk melupakan semua

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 135: Jenderal yang Terlupakan

    Li Feng menatap horizon dengan pandangan kosong. Langit yang kelabu, penuh dengan awan mendung, seakan menggambarkan beratnya perjalanan yang harus dilalui. Di depan matanya, medan perang semakin mendekat, dan Shen Lu dengan pasukannya yang tak terhentikan hampir mencapai gerbang ibu kota. Namun, Li Feng tahu bahwa ada satu harapan terakhir yang bisa mencegah kehancuran. “Jenderal Bai... di mana dia?” pikirnya, menggenggam erat Pedang Naga Langit yang ada di tangannya. Pedang itu masih terbalut energi gelap yang terus-menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengingatkannya akan kutukan yang kerap mengganggu. Namun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit itu—lebih baik rasa sakit itu daripada kehilangan segalanya. Dari dalam kedalamannya, suara Putri Ling’er terngiang, mengingatkannya pada kata-kata terakhir mereka sebelum berpisah. “Kamu bisa menghadapinya, Li Feng. Tak peduli betapa beratnya jalan ini, kamu harus menemukan jalan keluarnya. Jangan biarkan peda

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status