Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 77 - Kembali ke Ibu Kota dengan Dendam

Share

Bab 77 - Kembali ke Ibu Kota dengan Dendam

Author: Andi Iwa
last update Huling Na-update: 2025-04-08 08:15:59

Kabut pagi belum sepenuhnya sirna saat langkah-langkah berat itu menyusuri jalan berbatu menuju gerbang utara ibu kota. Suara derap langkah kuda terdengar pelan namun penuh tekad. Di atas punggung kuda itu, duduk seorang pemuda yang telah lama menghilang dari mata dunia—Li Feng.

"Hah…"

Li Feng menarik napas panjang. Wajahnya yang dulu polos kini penuh dengan ketegasan. Garis rahang yang lebih tajam, sorot mata yang dalam, dan rambut hitam panjang yang diikat ke belakang dengan pita merah—semuanya menandakan satu hal: pemuda itu bukan lagi orang yang sama. Di punggungnya, Pedang Naga Langit bergetar pelan, seakan merasakan tujuan dari tuannya: balas dendam.

"Aku kembali, Jenderal Zhao," bisiknya lirih. "Dan kali ini… aku tidak akan memaafkanmu."

Gerbang utara ibu kota menjulang tinggi, dijaga oleh belasan prajurit kerajaan yang tengah bosan menjalankan tugas. Salah satu dari mereka, seorang pemuda bertubuh kurus dengan tomba
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 78 - Kaisar yang Terkejut

    Langkah-langkah kaki itu menggema di lorong istana yang panjang, menggema seperti dentang takdir yang tak bisa dihindari. Tap… tap… tap… Para pengawal berdiri tegak di sepanjang jalur emas menuju Balairung Naga, tempat di mana Kaisar Agung biasanya duduk di singgasananya yang megah. Namun pagi itu, tidak ada upacara penyambutan, tidak ada genderang perang, dan tidak ada pengumuman resmi dari sang juru bicara istana. Semua diam. Bisu. Menanti. Satu sosok berjalan perlahan di antara pilar-pilar tinggi yang mengkilap oleh pantulan cahaya matahari pagi. Sosok itu tidak lain adalah… Li Feng. Tapi bukan Li Feng yang dulu. Tidak—bukan pemuda desa yang tertatih-tatih naik ke dunia yang penuh intrik dan darah. Bukan pula prajurit canggung yang dulu tak tahu membedakan musuh dari sahabat. Yang datang pagi itu adalah seorang pendekar sejati—tatapannya tajam bag

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 79 – Konspirasi Besar Terungkap

    “Bagaimana bisa… kau tahu semua itu, Li Feng?” Suara Kaisar bergetar, nyaris tak terdengar di balik gema ruang takhta yang megah namun kini terasa seperti gua pengakuan yang menyekap napas. Cahaya matahari sore menembus celah tirai sutra emas, memantul pada lantai batu giok, tetapi tak sanggup mengusir hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Li Feng berdiri tegap, walau hatinya berdegup kencang. “Hamba tidak bermaksud melewati batas,” ucapnya lirih, namun tegas. “Tapi kebenaran ini… harus Paduka dengar.” Kaisar memejamkan mata. Napasnya berat. “Ucapkan… dari awal.” Li Feng menghela napas. “Semuanya bermula saat hamba berada di Gunung Terlarang. Dalam pelatihan terakhir yang hampir merenggut nyawa, hamba menyaksikan sesuatu—bukan hanya mimpi atau ilusi—tapi sepotong ingatan yang entah bagaimana, terhubung dengan kutukan pedang ini.” Ia menatap gagang Pedang Naga Langit yang tergantung di punggungnya, aura hitamnya be

    Huling Na-update : 2025-04-09
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 80 - Perang Saudara di Istana

    Konflik di dalam istana semakin panas, dan Li Feng terjebak di antara dua kekuatan besar. Langit di atas ibu kota mendung, seolah langit pun enggan melihat darah yang sebentar lagi akan menggenang di pelataran suci istana. Angin membawa aroma kebusukan—bukan hanya dari tubuh-tubuh yang telah gugur beberapa malam terakhir, tapi dari pengkhianatan yang menebar seperti wabah di jantung kekaisaran. Li Feng berdiri di gerbang utama istana bagian dalam, tubuhnya tegap, tetapi jantungnya berdegup tak karuan. "Bagaimana bisa begini…?" bisiknya lirih, tatapannya menerobos barisan pasukan berbaju besi yang telah membentuk formasi siaga. Mereka bukan musuh dari luar, bukan pemberontak Serigala Hitam… Mereka adalah saudara seperjuangan. Prajurit Kekaisaran. Tapi kini—oh, betapa getir!—mereka datang untuk saling menumpahkan darah. “Jenderal Li!” Suara tegas itu datang dari arah kanan. Seorang pengawal istana berlari, napasnya terengah.

    Huling Na-update : 2025-04-09
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 81 – Pengkhianatan dari Teman Lama

    “Haah… dunia ini… sungguh menyedihkan.” Li Feng berdiri di tengah aula pertemuan kecil di sisi barat istana, tubuhnya masih berlumur debu dan darah dari pertempuran yang belum lama usai. Cahaya remang dari lentera bergoyang ditiup angin malam, memantulkan bayangan samar di dinding yang penuh retakan. Di luar, jeritan dan suara pedang masih terdengar samar—perang saudara belum benar-benar berhenti. Tapi di dalam ruangan ini, yang terasa justru lebih sunyi… lebih dingin… lebih menusuk. "Li Feng…" suara itu pelan, hampir seperti bisikan angin yang menari di antara retakan dinding. Li Feng mendongak. Hatinya mencelos. Napasnya tercekat. "Mie Lin…?" gumamnya tak percaya. Ya, perempuan itu berdiri di hadapannya. Mie Lin. Sahabat kecilnya. Teman sepermainan di Desa Ping An. Orang yang ia kira… telah lama hilang. "Aku tidak menyangka… kita akan bertemu lagi seperti ini," ucapnya pelan, l

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 82 - Serangan Balasan

    Darah masih menetes di ujung sepatu Li Feng saat ia berlari menuruni jalanan berbatu, napasnya terengah dan jubahnya berlumuran debu dan darah. Di belakangnya, Putri Ling'er menggigit bibir, berusaha keras menyamai langkahnya. Bayangan istana yang terbakar perlahan menghilang di balik kabut malam. "Li Feng... tunggu...!" serunya lirih. Li Feng berhenti mendadak. "Maaf... aku... aku terlalu cepat..." Napasnya tidak teratur. Matanya menatap jauh ke arah istana, di mana suara ledakan dan jeritan masih menggema samar. Ia mengepalkan tinjunya. "Jenderal Zhao... keparat itu...!" gumamnya dengan suara serak. Putri Ling'er mendekat. Wajahnya pucat, rambutnya berantakan. Tapi di balik matanya yang cemas, ada api kecil yang menyala. "Kita tidak bisa kembali ke istana. Semua jalan ke sana pasti sudah dijaga. Kita harus cari tempat aman dulu." Li Feng mengangguk pelan, tapi hatinya bergemuruh. Semuanya terjadi begitu cep

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 83 – Duel Terakhir dengan Jenderal Zhao

    Hujan turun deras malam itu. Petir menyambar langit yang gelap seolah menandai murka langit terhadap segala kebusukan yang telah lama berakar di istana. Di tengah pelataran istana yang penuh genangan darah dan tubuh-tubuh tak bernyawa, Li Feng berdiri tegak. Jubah perangnya koyak, tubuhnya penuh luka, namun matanya—ya, matanya—masih menyala dengan bara yang tak kunjung padam. "Zhao!" serunya, napasnya terengah, tapi tegas. "Sudah cukup! Hari ini—kau dan aku… selesai di sini!" Jenderal Zhao berdiri di seberang, rambutnya kusut, jubahnya penuh noda darah, sebagian darah dari para prajuritnya sendiri, sebagian lagi… mungkin dari pengkhianatan yang ia lakukan sendiri. Ia tertawa kecil—dingin dan meremehkan. "Hmph! Bocah desa! Kau pikir karena berhasil lolos dari jebakan dan menyerangku dari belakang, kau sudah layak mengangkat pedang padaku? Kau bukan apa-apa selain bidak kecil yang tersesat dalam permainan besar!" Li Feng menc

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 84 - Kemenangan yang Pahit

    “Ugh—!” Tubuh Jenderal Zhao terhuyung ke belakang. Pedang Naga Langit—bergetar oleh darah dan kutukan yang menyelimuti bilahnya—menancap tepat di dada sang jenderal. Kilatan cahaya hitam menyala sekejap, lalu sirna. Wajah Jenderal Zhao menyeringai kaku, seperti belum bisa menerima kenyataan bahwa ia kalah. Li Feng, terengah-engah, lututnya bergetar hebat. Tubuhnya basah oleh peluh dan darah, sebagian miliknya, sebagian milik musuh. Matanya menatap lawannya yang jatuh perlahan ke tanah. “Haah... Haaah...” napasnya berat. Ia nyaris tak percaya ia menang. Tapi mengapa... mengapa hatinya terasa hampa? “Zhao...!” teriak salah satu prajurit setia sang jenderal, hendak berlari ke depan, namun dihentikan oleh para pengawal istana. “Hentikan...!” suara Kaisar menggema dari kejauhan. Ia menyaksikan duel itu dari balik tirai emas, wajahnya muram, seperti melihat sesuatu yang tak terelakkan. Li Feng menuru

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 85 – Kaisar Memberi Keputusan Baru

    "Li Feng... bangunlah..." Suara itu... lembut namun seperti sembilu yang menusuk ke dalam jiwanya. Li Feng perlahan membuka matanya. Aroma obat dan kayu cendana memenuhi hidungnya. Langit-langit istana kekaisaran melengkung di atasnya, dihiasi lukisan naga dan awan keemasan. Namun tak ada keindahan yang mampu menutupi luka di hatinya. Luka yang baru. Luka yang nyata. Luka karena kehilangan. "Putri Ling’er..." bisiknya, nyaris tak terdengar. Hatinya kembali dihantam gelombang kesedihan. Wajahnya yang cantik, tawa riangnya, semangatnya yang menyala saat di medan perang—semuanya kini hanya tinggal kenangan yang menggantung di benaknya seperti hantu. "Dia menyelamatkan kita semua," suara Panglima Wei terdengar dari dekat. Lelaki tua itu duduk di sisi tempat tidur, mengenakan jubah perang yang lusuh, namun matanya tetap tajam. "Kalau bukan karena dia menahan pasukan pemberontak di sisi barat... kita takkan sempat tiba untuk memb

    Huling Na-update : 2025-04-12

Pinakabagong kabanata

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 129 – Air Mata Pendekar

    Api masih membara di mana-mana. Langit di atas Kota Tianxiang bukan lagi biru — melainkan merah darah, seperti dewa-dewa marah menumpahkan kemarahan mereka ke bumi. Debu dan asap membuat napas terasa berat. Setiap langkah terasa seolah melangkah ke dalam dunia yang baru saja dilahirkan kembali… lewat penderitaan. "Li... Feng..." Suara itu... lemah, serak. Hampir tak terdengar di tengah gemuruh bangunan yang runtuh. Tapi bagi Li Feng, suara itu lebih nyaring daripada semua guntur di dunia ini. "Aku di sini!" teriak Li Feng dengan panik, berlutut di sisi tubuh rapuh Putri Ling'er yang tergeletak di atas reruntuhan bata dan kayu. "Ya Tian... ya Langit..." gumamnya. Luka di tubuh Ling’er begitu parah—darah mengalir di sudut bibirnya, dan kulitnya lebih pucat dari salju. Tapi matanya... mata itu masih mencari-cari dirinya. Masih hidup. Li Feng meraih tangan Ling’er yang gemetar, mengangkat tubuhnya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 128 – Api yang Tak Bisa Dipadamkan

    Angin malam menerpa keras, membawa bau logam darah dan asap terbakar ke setiap sudut kota. "Sialan... Apa ini?!" Li Feng terhuyung beberapa langkah ke belakang, matanya membelalak saat melihat lautan api melalap jalanan utama Kota Tianxiang. Gedung-gedung kayu runtuh satu demi satu, jeritan manusia, ringkik kuda, dan dentang senjata saling bertubrukan di udara, menciptakan kekacauan yang mencekik. "Tidak mungkin..." bisiknya. Hanya dalam semalam, kota megah itu — yang dulunya penuh hingar-bingar pedagang dan rakyat yang bercanda riang — berubah menjadi neraka di bumi. "Li Feng!" Teriakan Mei Yue mengembalikannya ke dunia nyata. Wanita itu berlari mendekat, wajahnya dipenuhi abu dan darah — entah darah siapa. "Pasukan asing! Mereka menyerang!" serunya, napas memburu. "Kita harus segera keluar dari sini sebelum—" BOOM! Ledakan keras mengguncang tanah. Dari kejauhan, sebuah menara pengawas runtuh, meng

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 127 – Kepingan Takdir

    "Tidak mungkin..." bisik Li Feng, suaranya nyaris tak terdengar di tengah kesunyian Hutan Terlarang. Bayangan-bayangan makhluk hitam yang tadinya mengepung mereka telah lenyap, sirna bersama alunan nyanyian kuno Mei Yue. Namun, yang tersisa bukanlah ketenangan—melainkan kekacauan yang menggerogoti batin mereka. Mei Yue berdiri terpaku, matanya membelalak, bibirnya bergetar. "Aku..." katanya dengan suara serak. "Aku tak pernah tahu... bahwa ibuku..." Li Feng mengatupkan kedua tangan, mencoba menahan getaran di dadanya. Sial! Dunia terasa seakan terbalik. Seluruh perjalanan mereka, seluruh pertarungan mereka, semuanya—ternyata terikat pada sesuatu yang lebih besar, lebih kelam daripada yang pernah ia bayangkan. "Aku harus tahu lebih banyak," katanya tegas, langkahnya tertatih mendekati Mei Yue. "Kau... kau harus memberitahuku semua!" Mei Yue menggeleng perlahan. "Aku... aku hanya i

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 126 – Nyanyian Kematian

    Kabut hitam itu... astaga, seperti lautan tak berujung, bergulung dari segala penjuru. Li Feng menggenggam erat Pedang Naga Langit di tangannya yang gemetar. Tubuhnya penuh luka gores, nafasnya memburu. "Li Feng!" seru Mei Yue, matanya membelalak ngeri. "Kita harus menyanyikan lagu itu... atau kita mati di sini!" Li Feng mengayunkan pedangnya, membelah satu makhluk hitam. Namun, sialan, tubuh itu tak hancur — malah membentuk diri kembali seperti asap pekat! "T-tidak mungkin...," desah Li Feng, mundur selangkah, lalu dua langkah. Makhluk-makhluk itu mendekat dengan gerakan aneh, seperti boneka-boneka yang digerakkan oleh tali tak kasatmata. "Apa maksudmu lagu? Lagu apa?!" raung Li Feng, kebingungan di tengah kekacauan. Mei Yue menggigit bibirnya, wajahnya pucat. Lalu, dengan suara yang bergetar, ia mulai bersenandung. Nada itu... oh! Nada itu seperti desir angin di padang gurun, sedih, mera

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 125 – Penghuni Hutan Terlarang

    Kabut tipis menggantung rendah di atas pepohonan raksasa, melilit batang-batang tua yang menghitam bagai jari-jari kematian. Udara di Hutan Terlarang terasa berat, seolah setiap helai napas yang dihirup membawa serta beban seribu arwah yang belum tenang. "Huff... tempat ini..." Mei Yue menarik napas pendek, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Terasa... salah." Li Feng menggenggam gagang Pedang Naga Langit lebih erat. "Aku tahu," katanya serak. "Tapi kita tak punya pilihan lain." Di balik suara burung hantu yang sesekali mengerik aneh, terdengar bunyi gemerisik—seperti sesuatu yang merayap perlahan di antara semak-semak. Li Feng menghentikan langkah. Mei Yue mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam. Tiba-tiba—SRRAK!—sebuah bayangan melintas cepat di depan mereka. "Siapa itu?!" seru Li Feng sambil bersiap bertarung. Tak ada jawaban. Hanya keheningan... lalu suara bisikan. Seolah-olah

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 124 – Luka Lama yang Menganga

    Li Feng duduk di sudut sebuah rumah sederhana di sebuah desa terpencil, memandangi hutan yang menghitam di kejauhan. Sesekali angin malam yang dingin membawa kabut tipis, menambah kesan sunyi dan mencekam. Mei Yue duduk di hadapannya, wajahnya keras, namun di balik matanya, Li Feng bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi — seakan-akan dia menanggung beban yang tak terungkapkan. "Kita tak bisa terus bersembunyi selamanya," Li Feng berkata pelan, matanya tajam menatap jalan setapak yang mengarah ke desa. "Kau tahu itu." Mei Yue menghela napas panjang, kemudian mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini." Li Feng terdiam. Kehidupan yang ia kenal telah berubah. Segalanya terasa begitu rumit. Kutukan Pedang Naga Langit yang menghantuinya, serta misteri yang terus mengungkapkan lapisan-lapisan kelam dari masa lalu. Tak hanya itu, keberadaan Mei Yue yang entah kena

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 123 – Aliansi dengan Pembunuh

    Angin malam itu menderu, berhembus kencang, membawa kabut dingin dari gunung-gunung yang menjulang di kejauhan. Li Feng berjalan cepat, menunduk di bawah jubahnya, berusaha menyamarkan kehadirannya di lorong-lorong sempit kota yang sunyi. Di luar sana, kehidupan terus berlanjut seperti biasa, namun bagi Li Feng, dunia telah berubah menjadi medan perang yang tak terduga. Sejak malam itu, setelah pertemuannya dengan Mei Yue, segala sesuatunya terasa lebih pelik, lebih berat. "Perjalanan ini tak bisa dihentikan, apapun yang terjadi," gumamnya, seraya menyentuh gagang Pedang Naga Langit yang tergantung di pinggangnya. Pedang itu, meski memiliki kekuatan luar biasa, juga merupakan kutukan yang tak bisa dia hindari. Setiap langkahnya selalu dipenuhi dengan bayangan yang datang dan pergi, jejak-jejak masa lalu yang menuntut balasan. Beberapa malam lalu, saat Mei Yue muncul di hadapannya, dia tak bisa langsung mempercayainya. Seorang pembunuh bayaran terbaik ya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 122 – Pemburu Bayaran Terbaik

    Malam menggantung pekat di atas langit Kekaisaran, seakan menyembunyikan aib dan darah yang tumpah dari intrik para penguasa. Tak ada bintang malam itu. Hanya awan kelabu yang mengambang, menebar hawa dingin yang menusuk ke tulang. Di ruang bawah tanah Istana Utara, aroma lilin dan tinta bercampur menjadi satu, menggantung di udara bersama bisikan pembunuhan. "Bawa surat ini ke dia. Tak seorang pun boleh tahu kecuali kalian yang ada di ruangan ini," ucap Kaisar, nadanya lebih dingin dari biasanya. Mata-mata Dewan Perang menunduk hormat. Di balik tirai merah gelap, sesosok bayangan melangkah keluar—rambut panjang tergerai seperti air malam, mata tajam berkilat bagai pisau yang terhunus. Ia tak berbicara. Tak perlu. Semua sudah tahu siapa dia. Mei Yue. Pemburu bayaran terbaik di daratan timur. "Targetmu bernama Li Feng," kata Jenderal Liang, sambil meletakkan gulungan berisi informasi. "Namun berhati-hatilah… i

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status