Lare Angon seorang anak yatim piatu yang bekerja menjadi penggembala. Tak sengaja mendapat kekuatan Kitab Mustika Jagad. Memungkinkan dia memiliki tenaga dalam tingkat tinggi. Namun karena kekuatan itu pula ia diburu oleh para pendekar yang ingin mengambil alih kekuatan tersebut. Di mana membutuhkan seratus hari sebelum kekuatan itu benar-benar menyatu sempurna dengan raga Lare Angon. Di bawah perlindungan pendekar golongan putih ia berhasil melarikan diri. Dalam pelarian ia bertemu dengan seorang gadis yang menyelamatkannya. Saat di masa depan mereka kembali bertemu, keadaan berbalik. Lare Angon harus membalas budi menyelamatkan gadis tersebut dari para prajurit kerajaan. Ia pun diburu sebagai penjahat. Bahkan harus berseberangan dengan para pendekar golongan putih yang dulu sempat menjadi pelindungnya.
Lihat lebih banyakCetar!!
Gema suara cambuk yang dihentakkan ke tanah menyusuri hutan. Membuat suara serangga malam yang sudah mulai berbunyi seketika bungkam. Suramnya cahaya di sela pohon-pohon raksasa menjadi tanda jika hari semakin mendekati surup. Sebentar lagi matahari akan tenggelam. Lare Angon, bocah berusia sebelas tahun itu mulai menyesal dengan keputusannya menggembala hingga ke tempat ini. Sudah cukup lama kemarau melanda Ringinanom. Para penggembala dan pencari rumput mulai kesulitan. Yang semula mau berbagi, kini harus berebut lahan penggembalaan. Hari ini ia sedikit kesiangan. Semua tempat yang masih memiliki rumput hijau telah ditempati orang lain. Ditambah hari ini ia pergi tanpa Kang Sukra. Lebih mudah bagi penggembala lain untuk mengusirnya menjauh. Saat itulah ia teringat akan cerita sebuah tempat yang subur. Sayangnya tempat itu terlalu dekat dengan hutan Larangan yang konon masih dihuni oleh beragam penghuni menyeramkan. Mulai dari hewan buas hingga makhluk-makhluk semacam siluman atau hantu. Ia sempat ragu dan takut membayangkannya. Tetapi saat melihat hewan-hewan yang mulai gelisah karena lapar ia merasa tak punya banyak pilihan. Ia akhirnya nekad membawa hewan gembalaannya ke tempat ini. Mulanya ia senang menemukan sebuah padang rumput yang begitu subur dan belum terjamah. Di sisi padang rumput itu bahkan terdapat sebuah aliran sungai yang jernih. Satu tempat pengembalaan yang sempurna. Ia bisa sekaligus memandikan kerbau-kerbaunya tanpa perlu jauh-jauh menggiringnya lagi. Namun masalah muncul kemudian. Meski telah pergi cukup jauh, nyatanya anak Ki Demang yang bernama Sewaka tetap bisa menemukan jejaknya. Bersama gerombolannya, bocah yang sedikit lebih tua darinya itu sangat senang mengganggu dan menindas Lare Angon. Sepertinya suara cambuk Lare Angonlah yang jadi pemantiknya. Suara cambuknya memang sangat nyaring. Satu-satunya keahlian yang dibanggakan Lare Angon. Mungkin dari seluruh penggembala di Kademangan Ringinanom, ia adalah penggembala termuda yang memiliki kemampuan terbaik dalam bermain cambuk. Memang tak pernah ada pertandingan resmi, tetapi banyak sesama penggembala yang membicarakannya. Mereka yang pernah bertemu dengannya banyak yang mengakui. Sejak tiba, ia membunyikan cambuk terus menerus untuk mengusir rasa takut sekaligus menjaga kerbaunya agar menjauh dari hutan. Juga mengusir hewan buat yang mungkin saja ingin mendekat. Tak mengira, malah Sewaka dan gerombolannya yang muncul. Sebenarnya Lare Angon sudah kebal dengan gangguan Sewaka. Sayangnya kali ini mereka jauh dari orang lain. Membuat Sewaka lepas kendali dan sedikit keterlaluan. Pada saat terakhir ia bahkan membuat kerbau terbesar gembalaan Lare Angon berlari ke hutan. Kerbau itu adalah kesayangan Juragan Prana. Orang yang memberinya naungan sejak kecil. Kehilangan kerbau yang diberi nama Lemu itu pasti akan membuat Juragan Prana murka. Lare Angon sudah pasti tak mau hal itu terjadi. Ia bisa diusir atau paling tidak Kang Sukra akan disuruh untuk menghajarnya. Rasa panik bahkan membuat Lare Angon lupa pada kerbau-kerbau yang lain. Ia meninggalkan hewan-hewan itu beserta rombongan Sewaka yang tengah mentertawakan dirinya. Kini malam hampir tiba. Bukan saja tak menemukan jejak si Lemu. Ia juga kehilangan arah. Beberapa kali merasa hanya berputar di satu tempat yang sama. Bocah itu nyaris putus asa sampai akhirnya ia menemukan sebuah gundukan tanah yang tinggi. Hampir menyerupai bukit kecil. Semangatnya tumbuh. Dari tempat yang lebih tinggi ia bisa melihat sekitar dan memperkirakan arah untuk kembali. Kakinya yang kurus namun kuat mendaki dengan cepat. Matanya membeliak. Jantungnya nyaris berhenti sejenak. Ternyata di balik bukit itu adalah sebuah jurang yang dalam. Jika ia terlambat menghentikan langkah, maka sudah pasti tubuh kecilnya akan terjun bebas ke bawah. Namun detik berikutnya ia menatap takjub. Di bawahnya merupakan hamparan semacam lembah yang sebagian besar berwujud rawa-rawa. Semakin takjub ketika melihat pemandangan indah jauh di depan sana. Ada semacam bukit yang menjulang. Karena letaknya yang tepat di tengah, membuat bukit itu mirip pulau di pusat rawa. Jantungnya kembali berdegup lebih kencang saat menyadari ada hal yang aneh. Di atas bukit itu mengepul asap tebal. Setelah menajamkan penglihatan, Lare Angon mengerti jika asap itu berasal dari api yang berkobar di sana. Entah apa yang terbakar tak begitu jelas. Rasa penasaran kadang mengalahkan rasa takut. Lare Angon mencari jalan untuk menuruni jurang. Tetapi pada jarak yang dekat ia tak menemukannya. Tebing itu terjal sejauh mata memandang. Terbersit untuk menggunakan akar-akar dan sulur yang menjuntai. Namun baru saja ia bersiap dengan melingkarkan dan mengikat cambuknya ke tubuh, sebuah titik hitam mengusik perhatiannya. Titik hitam yang semakin mendekat dan semakin besar. Awalnya Lare Angon menebak itu adalah seekor hewan, tetapi ketika semua menjadi jelas ternyata itu adalah sesosok manusia yang tengah berlari. Lare Angon terpaku di tempatnya. Kecepatan orang itu luar biasa. Kakinya bahkan sampai terlihat seolah tak menapak. Dengan mudah ia melintas permukaan rawa yang sebagian besar adalah air. Sosok itu terus berlari lurus ke arah tebing. Lare Angon melangkah ke tepian untuk menengok apa yang terjadi di bawah sana. Berpikir orang itu akan menemui jalan buntu. Wusss!! "Aaaa.....!!" Lare Angon tak sadar berteriak. Sapuan angin membuatnya tersentak ke belakang hingga jatuh terjengkang. Tanpa ia duga sosok bayangan yang tadi terihat di bawah sana tiba-tiba saja meloncat dan muncul tepat di depannya. Orang itu, seorang lelaki yang masih cukup muda, sepertinya belum genap berusia kepala tiga. Mengenakan baju warna hijau dengan hiasan batik berbentuk teratai warna putih. Tampak sama terkejutnya dengan Lare Angon. Tak mengira akan menemukan anak kecil di tengah hutan yang setahunya jarang dirambah manusia. Namun keterkejutannya tak bertahan lama. Ia menoleh ke belakang dan kemudian terlihat gelisah. "Bocah siapa namamu?" Ia merunduk dan bertanya dengan lembut. Lare Angon yang masih setengah linglung karena terkejut, belum sempat bangun. Beringsut mundur dalam keadaan terduduk. "Jawablah! Aku tak punya banyak waktu!" Lelaki itu membentak dengan tak sabar. "Lare Angon! Namaku Lare Angon!" Dengan ketakutan Lare Angon buru-buru menjawab. Orang itu bisa mendaki tebing dengan sangat cepat. Jika bukan manusia sakti pastilah siluman. Ia tak berani main-main. Bahkan bisa selamat saja sudah bagus. "Nama yang aneh. Tetapi baguslah. Akan lebih mudah untuk mencarimu nanti. Dari mana asalmu dan apa yang kau lakukan di sini?" Tanya orang itu dengan suara kembali melembut. Lare Angon lagi-lagi tak segera menjawab. Setelah orang itu melotot kesal barulah mulutnya bergerak. "Ringinanom. Aku tersesat....." Jawab Lare Angon. Orang itu kembali menoleh ke belakang. Wajahnya semakin gelisah. Ia mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Mendekat dan menyodorkannya pada Lare Angon yang semakin kebingungan. "Aku titip ini. Simpanlah dan jaga dengan nyawamu. Sehari sebelum purnama depan, datanglah ke gunung itu. Kita bertemu di sana!" Orang itu menunjuk pada satu gunung yang kebetulan pucuknya terlihat dari tempat itu. "Jangan beri tahu siapa pun dan jangan berikan pada orang lain selain padaku! Ingat itu baik-baik atau aku akan memburumu sampai liang semut sekali pun!" Lanjutnya dengan mata berkilat tajam. Membuat bulu tengkuk Lare Angon meremang. "Tetapi jika kau bisa melakukan tugas itu, kepeng emas ini akan menjadi milikmu!" Tahu telah menakuti Lare Angon, lelaki itu lalu memamerkan sebuah kantong yang berisi penuh kepeng emas. Kali ini Lare Angon tanpa sadar menelan air liurnya sendiri. Bahkan Juragan Prana tak pernah ia lihat memegang kepeng emas sebanyak itu sekaligus. Mendadak orang itu berbalik. Seolah ada sesuatu yang datang dari belakangnya. "Pergilah dan jangan kembali kemari, apapun yang terjadi!" Ucap orang itu sambil mendorong telapak tangan kirinya yang terbuka ke arah Lare Angon. Bocah itu hendak bertanya. Tetapi sapuan angin yang begitu kuat telah melempar tubuhnya dengan keras. Ia bahkan tak sempat berteriak. Tubuhnya melayang jatuh dari atas bukit kecil itu. Untungnya dahan-dahan pohon yang rapat menahannya agar tak langsung menghantam tanah. Meski tak urung luka-luka gores menghiasi hampir sekujur tubuhnya.Lare Angon ingin menampar mulutnya sendiri. Ia sudah salah bicara. Harusnya ia tak perlu menyinggung tentang anjing hutan itu."Kang Sukra tahu jika aku pintar menggunakan cambuk bukan? Selama ini hewan-hewan buas tak berani mendekat karena ledakan cambukku. Jadi aku berhasil menggunakannya untuk mengusir anjing-anjing itu." Kata Lare Angon. Ia tak sepenuhnya berbohong. Meski bagian bagaimana anjing-anjing hutan itu pergi tak seperti yang sebenarnya. Ia bahkan masih tak tahu apa yang membuat kawanan ajag itu ketakutan."Hmmm... sepertinya Yang Maha Kuasa masih menyayangimu!" Kata Sukra.Saat itu seekor kuda terdengar meringkik. Membuat Lare Angon merasa lega karena perhatian Sukra teralihkan. Lare Angon menjalani sisa hari itu dengan hati gelisah. Ia menjadi penasaran pada isi tabung itu. Terlebih karena lelaki yang baru datang tadi tidak mengatakan tentang sebuah tabung, tetapi menyebut gulungan lontar.Tak ada lagi yang terjadi hingga hari menjelang malam dan Lare Angon memasuki bi
Lare Angon menggeliat. Sesuatu yang hangat menerpa wajahnya. Ia mengerjap dan seketika bangun dengan wajah panik."Oh tidak! Aku bangun kesiangan!" Serunya sambil meloncat berdiri.Ternyata matahari sudah bersinar terang. Kang Sukra sudah tak ada lagi di tikar yang menjadi alas mereka tidur. Biasanya lelaki itu akan membangunkannya di pagi buta.Lare Angon melangkah keluar dengan rasa bersalah. Semalam sangat melelahkan. Membuat tidurnya terlalu lelap dan tak terbangun di waktu yang seharusnya.Lare Angon menuju pakiwan. Membersihkan diri, lalu menyambar cambuk yang tergantung di pohon sawo. Ia memilih tidak sarapan. Sudah terlalu siang untuk berangkat 'ngangon'."Mau kemana kamu?" Sebuah teguran membuat langkahnya terhenti.Yu Karti yang tengah memegang sapu lidi menatapnya heran."Tentu saja menggembala, Yu! Aku sudah kesiangan!" Jawab Lare Angon."Apa yang mau kamu angon? Juragan sudah menyuruh orang untuk menggembala kerbau-kerbau itu. Lebih baik kamu makan dulu lalu temui Sukra y
Lare Angon tak tahu apa yang akan dilakukan Juragan Prana padanya. Ia telah menghilangkan semua ternaknya dalam sehari. Meski begitu rasa takut akan hewan buas menuntunnya untuk tetap melangkah kembali menuju ke Ringinanom. Satu-satunya tempat pulang yang ia tahu.Bocah itu tak tahu siapa nama aslinya. Sejak ia bisa mengingat, ia hanya tahu jika dirinya biasa dipanggil dengan nama Lare Angon atau Bocah Angon alias anak gembala. Meski tak pernah dikatakan, namun ia tahu nama itu berkaitan dengan pekerjaannya sebagai penggembala ternak milik Juragan Prana.Lare Angon juga tak pernah tahu siapa orang tuanya. Yang ia tahu sejak kecil sudah tinggal di tempat Juragan Prana. Diasuh oleh rewang sang juragan. Mbok Sumi dan Yu Karti. Dua perempuan beda usia yang tampaknya sudah seumur hidup mengabdi pada juragan itu.Keberadaan dua rewang yang merawat secara silih berganti membuatnya tahu jika ia bukanlah anak mereka. Meski mereka cukup mengasihinya, tetapi mereka merawat semata karena perintah
Bruk!!!"Aduh!!" Lare Angon tak tahan untuk mengaduh kala punggungnya beradu dengan tanah. Sejenak ia diam terkapar. Berusaha berdamai dengan rasa sakit. Ada untungnya ia sering dipukuli Sewaka. Ia menjadi terbiasa dengan rasa sakit.Lare Angon membuka genggaman tangannya. Untungnya benda itu tak terjatuh. Sebuah tabung yang dilapisi kain hitam. Entah apa isinya. Lare Angon memilih untuk menyelipkannya ke pinggang. Ia bisa memeriksanya nanti.Lare Angon tak langsung berdiri. Sementara memilih duduk. Mencoba melihat kembali ke atas bukit. Ingin mengumpati orang di atas sana. Di satu sisi ia kagum pada bagaimana orang itu bisa mendorongnya tanpa menyentuh. Namun ia juga kesal kenapa orang itu tak menyuruhnya pergi saja, alih-alih melemparnya dengan kasar. Lebih dari semua itu, ia penasaran pada alasan orang tersebut tiba-tiba mendorongnya menjauh. Suasana sore yang temaram membuat Lare Angon harus memusatkan pandangan sepenuhnya. Tak begitu jelas, tetapi ia bisa melihat jika orang it
Cetar!!Gema suara cambuk yang dihentakkan ke tanah menyusuri hutan. Membuat suara serangga malam yang sudah mulai berbunyi seketika bungkam. Suramnya cahaya di sela pohon-pohon raksasa menjadi tanda jika hari semakin mendekati surup. Sebentar lagi matahari akan tenggelam.Lare Angon, bocah berusia sebelas tahun itu mulai menyesal dengan keputusannya menggembala hingga ke tempat ini. Sudah cukup lama kemarau melanda Ringinanom. Para penggembala dan pencari rumput mulai kesulitan. Yang semula mau berbagi, kini harus berebut lahan penggembalaan.Hari ini ia sedikit kesiangan. Semua tempat yang masih memiliki rumput hijau telah ditempati orang lain. Ditambah hari ini ia pergi tanpa Kang Sukra. Lebih mudah bagi penggembala lain untuk mengusirnya menjauh. Saat itulah ia teringat akan cerita sebuah tempat yang subur. Sayangnya tempat itu terlalu dekat dengan hutan Larangan yang konon masih dihuni oleh beragam penghuni menyeramkan. Mulai dari hewan buas hingga makhluk-makhluk semacam silu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen