Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 94 - Peta Harta Karun Kekaisaran

Share

Bab 94 - Peta Harta Karun Kekaisaran

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-04-16 08:30:17

Angin malam meniupkan udara dingin ke sela-sela jubah Li Feng. Ia berdiri di balkon belakang istana, memandangi langit malam yang diselimuti awan tipis. Di tangannya, selembar perkamen kuno tergenggam erat—peta yang baru saja diserahkan oleh Kaisar sendiri. Peta Harta Karun Kekaisaran.

“Ini… sungguh tak masuk akal,” gumam Li Feng sambil menatap lekuk-lekuk gambar yang sudah nyaris pudar.

Di dalam ruang rahasia istana, Kaisar telah memanggilnya secara pribadi. Tak ada saksi. Tak ada pengawal. Hanya suara pelan Kaisar dan tatapan matanya yang seakan penuh beban bertahun-tahun.

“Li Feng… ini bukan sekadar misi. Ini adalah takdir yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di ujung utara kekaisaran, tersembunyi senjata yang bahkan Pedang Naga Langit tak mampu menandingi. Tapi untuk menemukannya… kau harus membaca peta ini dengan hati, bukan hanya mata.”

Dan kini, ia memegang warisan itu. Tapi—hah—apa benar ia siap menanggung beb
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 95 - Pengejaran di Pegunungan Salju

    Angin menggigit menusuk kulit, mencambuk wajah seperti cambuk tak kasat mata yang kejam. Salju turun tiada henti, memburamkan pandangan dan menutupi jejak langkah siapa pun yang berani melintasi Pegunungan Salju Beiwan. Di sinilah Li Feng berlari. Napasnya membeku, tubuhnya dilumuri darah beku dan keringat dingin. Di tangan kirinya tergenggam erat peta kuno yang kini basah oleh salju, dan di tangan kanannya... ya, Pedang Naga Langit yang tak pernah benar-benar diam. "Hah... hah... Astaga... apakah mereka tidak akan berhenti memburuku?!" desah Li Feng, matanya memelototi lereng putih di belakangnya. Dari kejauhan, suara kaki kuda menginjak salju bergema seperti genderang perang. Pasukan negeri seberang, berjumlah puluhan, mengejar tanpa henti. Mereka telah mengetahui bahwa Li Feng memegang peta menuju salah satu senjata legendaris Kekaisaran — Tombak Awan Emas. Senjata yang, jika digabungkan dengan Pedang Naga Langit, akan membentuk kekuatan yang cukup u

    Last Updated : 2025-04-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 96 - Bentrokan dengan Klan Rahasia

    Salju masih turun deras, menutupi jejak kaki yang memanjang di antara tebing-tebing tajam Pegunungan Salju Utara. Nafas Li Feng mengepul di udara dingin, matanya menyipit menatap gerbang batu raksasa yang berdiri sunyi di tengah kabut. "Huh... jadi ini tempatnya," gumamnya pelan, menggenggam erat peta lusuh di tangannya. Garis-garis kasar di peta itu mengarah tepat ke gerbang batu yang tertutup ukiran naga bersisik perak. Tak salah lagi—di balik gerbang itu tersembunyi senjata legendaris yang selama ini dicarinya. Tapi... ada yang aneh. "Kenapa... terasa seperti sedang diawasi?" bisiknya, tengkuknya meremang. Tiba-tiba— "WUSHH!" Anak panah melesat, nyaris menghantam pundaknya! Li Feng berguling ke samping, lalu mencabut pedangnya. "Siapa di sana?! Tunjukkan dirimu!" Tak ada jawaban. Tapi dari balik kabut, siluet-siluet muncul perlahan—tubuh-tubuh berjubah hitam dengan simbol naga

    Last Updated : 2025-04-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 97 – Duel Melawan Pewaris Klan

    Hawa dingin menusuk tulang. Salju berjatuhan seperti abu kematian dari langit kelabu. Di hadapan Li Feng terbentang altar batu kuno dengan pahatan naga yang seakan bernapas. Di atasnya, tergeletak sebuah peti kayu gelap, ditutup segel emas yang berkilau samar. Namun, di antara Li Feng dan peti itu, berdiri seorang pemuda berjubah ungu, rambutnya diikat tinggi, dan matanya menyorot tajam bak pedang yang terhunus. "Kau tak berhak menyentuh senjata suci klan kami," suara pemuda itu dingin, nyaris tanpa emosi, tapi justru itulah yang membuatnya terasa berbahaya. Li Feng menggenggam gagang pedangnya. Hatinya masih diguncang peristiwa sebelumnya—bentrokan dengan para tetua klan yang mencoba menghalangi langkahnya. Banyak darah tertumpah. Tapi bukan itu yang mengusik pikirannya, melainkan kenyataan bahwa orang-orang ini bersumpah menjaga senjata itu demi melindungi dunia... dan sekarang ia akan merebutnya. "Aku tidak datang untuk merampas," ujar

    Last Updated : 2025-04-18
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 98 – Kutukan Baru Dimulai

    “Tidak…” Li Feng menatap pedang di tangannya. Ia menggigil—bukan karena hawa dingin Pegunungan Salju, tapi karena aura mengerikan yang perlahan merayap dari permukaan pedang menuju pembuluh nadinya. “Ahh!” Seketika tubuhnya menegang. Suara jeritan keluar dari tenggorokannya seperti lolongan binatang yang kesakitan. Darahnya seolah mendidih. Matanya melebar, menyiratkan antara keterkejutan dan ketakutan. Pedang itu... bukan pedang biasa. Tidak hanya tajam, tidak hanya memancarkan cahaya biru keperakan yang misterius, tapi ada sesuatu yang bersemayam di dalamnya—sesuatu yang hidup... dan lapar. “Li Feng!” Teriakan Putri Ling’er menggema. Ia berlari dari balik salju, menghambur ke arah Li Feng yang kini bersimpuh, tubuhnya bergetar hebat. “Jangan sentuh—!” Terlambat. Tangan Ling’er menyentuh pundaknya. “UGH!” Keduanya terlempar seketika!

    Last Updated : 2025-04-18
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 99: Kembali ke Ibu Kota dengan Rahasia Besar

    Angin musim gugur menerpa wajah Li Feng saat ia memandang dari punggung kudanya ke arah gerbang ibu kota Kekaisaran. Tembok batu yang menjulang tinggi, bendera-bendera yang berkibar angkuh, dan siluet istana yang menjulang di kejauhan—semuanya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Namun, kali ini, segalanya terasa berbeda. Jauh di dalam dadanya, sebuah rahasia besar bergemuruh, seolah hendak meledak dari dada. Ia menggenggam erat gagang senjata yang baru saja ia dapatkan—Pedang Langit Kedua, yang terselubung dalam kutukan yang mengerikan. "Huh... akhirnya kembali juga," gumamnya pelan, lirih, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Putri Ling’er yang menunggangi kuda di sampingnya menatapnya dengan tatapan khawatir. “Li Feng... apa kau yakin ingin membawa pedang itu ke dalam istana?” Li Feng menoleh, matanya gelap, penuh beban. “Bukan soal ingin atau tidak, Ling’er. Ini perintah Kaisar. Dan... ini takdirku.” “Tak

    Last Updated : 2025-04-19
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 100 - Perang yang Tidak Bisa Dihindari

    Langit di atas ibu kota tampak suram. Awan gelap menggantung berat, seolah tahu bahwa tanah di bawahnya akan segera dibasahi bukan oleh hujan, tapi oleh darah. Suara dentang lonceng dari menara pengawas menggema—tanda bahaya. Orang-orang berlarian. Pintu-pintu rumah ditutup rapat. Anak-anak dipeluk erat, dan doa-doa terucap dalam bisik yang hampir tenggelam oleh langkah-langkah sepatu prajurit yang mengguncang jalanan berbatu. "Tuan! Mereka sudah mencapai Gerbang Barat!" Suara panik seorang penjaga membuat Li Feng menoleh tajam. Ia berdiri di puncak Menara Angin, mengenakan zirah perak kekaisaran yang telah ternoda oleh lumpur dan darah dari pertempuran sebelumnya. Matanya merah. Tapi bukan karena kutukan pedang. Bukan. Itu karena... kemarahan. Kebingungan. Dan rasa sakit yang tak kunjung reda. "Berapa jumlah mereka?" "Lebih dari dua puluh ribu, Tuanku. Jenderal Zhao... dia memimpin langsung."

    Last Updated : 2025-04-19
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 101 - Bayangan Kudeta di Ibukota

    Hujan rintik membasahi atap-atap istana kekaisaran saat Li Feng berdiri di depan gerbang utama. Matanya menatap tajam ke arah aula besar di kejauhan—tempat segala intrik dan keputusan besar ditentukan. Ia baru kembali dari medan perang, tubuhnya masih dibalut luka dan lelah, tapi firasatnya jauh lebih mengkhawatirkan daripada rasa sakit yang ia derita. "Hmm… mengapa suasananya terasa berbeda?" gumamnya pelan. Langkah kakinya mantap menyusuri pelataran istana, namun tiap langkah seakan bergema aneh di dalam hati. Seolah-olah tanah di bawahnya menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Ia tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa tak semua orang menyambut kepulangannya dengan hangat. Beberapa bangsawan yang dahulu menyambutnya dengan senyum palsu kini bahkan tak menoleh. Beberapa prajurit justru berbisik-bisik saat melihatnya lewat. "Ada apa ini…?" Li Feng tak perlu bertanya lama. Begitu sampai di kediama

    Last Updated : 2025-04-20
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 102 – Mata-Mata dalam Istana

    Angin malam berdesir lembut melewati jendela-jendela istana, membawa bisikan rahasia yang tak bisa didengar oleh telinga biasa. Di balik tirai megah yang membalut istana utama, Putri Ling’er duduk diam di dalam ruang pribadinya, matanya tertuju pada sebuah lencana besi yang tampak asing di telapak tangannya. “Ini... ini bukan milik pasukan kekaisaran,” bisiknya, nyaris tak terdengar. Lencana itu bersimbol kepala naga terbelah dua—lambang militer dari negara bagian sebelah barat, Bai Yue. Tapi, bagaimana bisa benda seperti ini ditemukan di kamar salah satu pengawal pribadi Kaisar? Hatinya bergemuruh. Dadanya sesak oleh kekhawatiran yang belum punya bentuk. “Tidak mungkin... tidak mungkin ini hanya kebetulan,” gumamnya sembari berdiri dan menyembunyikan lencana itu dalam lengan bajunya. Beberapa jam sebelumnya... Ling’er, dengan langkah hati-hati dan penuh curiga, menyusuri koridor sempit yang hanya digunakan o

    Last Updated : 2025-04-20

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 138 – Jebakan Api dari Langit

    Lembah Tujuh Langit telah menjadi saksi bisu dari ribuan pertarungan legendaris. Terkubur dalam sejarah panjang yang berabad-abad, tempat ini terkenal sebagai medan yang hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang benar-benar memiliki jiwa seorang pendekar. Namun, saat ini, tanah yang dipenuhi dengan aura kekuatan tersebut terasa semakin sunyi dan mencekam. Hanya ada dua pasukan yang mengisi kesunyian itu, satu pasukan yang terdesak, dan satu lagi yang datang dengan harapan untuk merenggut kehidupan mereka. Li Feng berdiri di bibir jurang yang menatap lembah yang terhampar luas di bawah kakinya. Hanya ada tiga ribu prajurit yang tersisa di pihaknya—pasukan yang tersisa setelah bertahan melawan serangan pasukan Shen Lu yang tak kenal ampun. Angin malam yang dingin berdesir melalui rambutnya, menciptakan ketenangan yang seolah bertentangan dengan pertempuran yang sudah di depan mata. “Bai,” panggilnya, suaranya sedikit tercekat, “Apakah kau yakin ini satu-satunya cara?”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 137 – Satu Pasukan Terakhir

    Lembah Tujuh Langit—tempat yang dikenal sebagai tanah suci bagi para pendekar sejati—menjadi saksi dari perjuangan yang semakin mendekati garis akhir. Di sini, Li Feng berdiri tegak di samping Jenderal Bai, memandang lurus ke depan dengan tatapan tajam yang tak terhalang. Di belakang mereka, tiga ribu pasukan yang tersisa, masing-masing dengan wajah yang penuh keteguhan, namun tak bisa menutupi ketegangan yang terasa di udara. "Jenderal Bai," suara Li Feng menggema di antara batu-batu besar yang mengelilingi lembah. "Ini adalah satu-satunya tempat di mana kita bisa bertahan." Jenderal Bai mengangguk perlahan, meski raut wajahnya penuh kerut mendalam, seolah beban sejarah masa lalunya kembali menghantui setiap langkah yang ia ambil. "Tujuh Langit... tempat ini menyimpan banyak rahasia," jawabnya, suaranya serak. "Dan aku tidak yakin kita akan keluar dari sini hidup-hidup." Li Feng merasakan beratnya kata-kata itu, namun ia tahu bahwa pilih

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 136 – Pertarungan Jiwa Jenderal Bai

    Li Feng berdiri tegap di hadapan gua yang gelap. Udara di sekitar Padang Asin ini terasa lebih berat dari biasanya. Angin yang seharusnya menyegarkan malah menambah kesan angker, menggulung sepi yang semakin menyesakkan. Pikirannya berkelana, meraba ke segala arah, berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati seorang pria yang telah terasing begitu lama—Jenderal Bai. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah arah pertempuran yang akan datang. Bai, yang dulu dikenal sebagai Jenderal Perang terkuat, kini tinggal bayangannya sendiri, seolah terlupakan oleh dunia. Namun, ada satu hal yang Li Feng tahu pasti: hanya Bai yang bisa menghentikan pasukan Shen Lu yang datang bagaikan badai, menggulung semua yang ada di hadapannya. Li Feng melangkah memasuki gua, diikuti oleh Putri Ling’er yang setia. Setiap langkahnya terasa semakin berat. Mereka mendekati tempat di mana Bai mengasingkan diri, tempat di mana dia memilih untuk melupakan semua

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 135: Jenderal yang Terlupakan

    Li Feng menatap horizon dengan pandangan kosong. Langit yang kelabu, penuh dengan awan mendung, seakan menggambarkan beratnya perjalanan yang harus dilalui. Di depan matanya, medan perang semakin mendekat, dan Shen Lu dengan pasukannya yang tak terhentikan hampir mencapai gerbang ibu kota. Namun, Li Feng tahu bahwa ada satu harapan terakhir yang bisa mencegah kehancuran. “Jenderal Bai... di mana dia?” pikirnya, menggenggam erat Pedang Naga Langit yang ada di tangannya. Pedang itu masih terbalut energi gelap yang terus-menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengingatkannya akan kutukan yang kerap mengganggu. Namun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit itu—lebih baik rasa sakit itu daripada kehilangan segalanya. Dari dalam kedalamannya, suara Putri Ling’er terngiang, mengingatkannya pada kata-kata terakhir mereka sebelum berpisah. “Kamu bisa menghadapinya, Li Feng. Tak peduli betapa beratnya jalan ini, kamu harus menemukan jalan keluarnya. Jangan biarkan peda

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status