Share

PELAKOR KAPOK
PELAKOR KAPOK
Penulis: RENA ARIANA

BAB 1

Ya ampun ….  lelahnya aku hari ini, nasib ya nasib, berharap nikah sama pengusaha hidup enak, malah jadi babu. Bagaimana tidak jadi babu, kalau semua pekerjaan rumah aku yang mengerjakan, benar-benar keterlaluan Mba Sinta.

Perkenalkan, namaku Mira. Tepatnya, Amira Larasati. Wanita cantik berkarir cemerlang seketika harus redup karena nasib jadi istri kedua. Mba Sinta adalah istri pertama Mas Lengga. Cantik …, cerdas …, tapi angkuh menurutku.  Beberapa tahun yang lalu, aku adalah sahabat kecil Mas Lengga. Pernikahan ini terjadi ketika aku bekerja menjadi sekretaris di kantornya. Karena seringnya bersama, akhirnya ada rasa diantara kami berdua, rasa itu semakin hari semakin kuat dan berubah menjadi cinta. Aku tahu, Mas Lengga sudah menikah dan memiliki istri serta anak laki-laki yang tampan. Tapi perasaan cinta yang aku miliki dapat mengalahkan segalanya. Suatu kejutan ketika sahabat masa kecil mengajak untuk melangkah ke pelaminan. 

"Aku nyaman sama kamu, Mir …" kata Mas Lengga saat itu.

"Aku juga nyaman sama, Mas." ucapku kala itu. Indah memang ketika mengingatnya. Kedekatan aku dengannya, membuat banyak staf kantor bergunjing sepanjang hari. Masa bodo dengan semua itu. Sungguh, aku tidak peduli. Hampir semua orang menggunjing kalau akulah yang menggoda Mas Lengga. Sebenarnya tidak juga begitu, aku tidak menggoda, hanya saja, mencari perhatiaannya, bagaimana caranya? Tentunya memperlakukannya dengan lembut, manis, selalu tersenyum, dan berpenampilan cantik tentunya. Satu lagi, laki-laki sangat suka kalau dimengerti, aku berusaha mengerti tentangnya, mencoba membuatnya merasa nyaman, hingga akhirnya diapun tidak sungkan berbagi masalah rumah tangga denganku. Disitu, lubang kecil untuk dapat menyusup ke dalam hati Mas Lengga. 

Huhuhu …. betul saja, Mas Lengga menaruh hati padaku. Mulus, usahaku berjalan dengan lancar. Dan satu hal yang semakin membuat diri ini semakin percaya diri, kecantikanku setara dengan istrinya, jelas dong aku mampu tersenyum puas. Setelah menjalin hubungan terlarang dengan suami orang, semakin lama aku meras jenuh, masa iya setiap mau bertemu atau sekedar berjalan harus mengumpat dan sembunyi-sembunyi, jelas tidak bisa terus seperti ini. Sebagai seorang wanita, berhak dong meminta kejelasan hubungan. Tanpa berfikir panjang aku meminta Mas Lengga menikahiku dan dia menyetujui. 

Gerak cepat dan sigap, sepulang dari kantor, Mas Lengga membawaku bertemu istrinya. Yuhu … betapa senangnya diriku. Beberapa rekan ada yang sudah tahu kalau aku akan menikah dengan atasan mereka. Sumpah serapah dari setaf nyinyir menghujam jantung, oh …  aku tak peduli.

Sampai di rumah Mas Lengga, awalnya aku disambut manis oleh istrinya. Namun, setelah Mas Lengga memperkenalkanku dan mengutarakan maksud serta niatnya, wajah orang yang menyebut namanya Sinta, berubah menjadi masam seperti buah kedondong mentah, bayangkan, betapa kecut rasanya. Tidak ada protes dari Mba Sinta. Dia bilang, dari pada kami berzinah, lebih baik menikah. Lagi dan lagi lampu hijau …. 'ckckck aku tertawa puas'

"Tunggu … aku memberikan dua syarat pernikahan," pintanya saat itu.

"Apa itu?" tanya Mas Lengga.

"Mira harus berhenti bekerja dan tinggal di rumah ini, itu syarat pertama."

"Dan yang kedua?" tanya Mas Lengga lagi.

"Tidak ada pembantu di rumah ini, dan aku akan memulai karirku kembali seperti dulu. Bagaimana? Setuju?" jawab Mba Sinta memberi pilihan. Mas Lengga menatap ke arahku, aku yang sudah siap mengangguk mantap. Tapi apa maksudnya tidak ada pembantu di rumah sebesar ini. Oh, mungkin Mba Sinta akan bekerja sama denganku. Tidak masalah, justru enak ungkang-ungkang kaki shoping menghabiskan uang suami. 

***

Pernikahan di laksanakan sederhana hanya di hadiri beberapa rekan dan keluarga. Keluargaku awalnya menolak, tapi setelah dijelaskan mereka menyetujui. Mba Sinta tidak hadir di pernikahan kami. Padahl Mas Lengga menunggu kehadirannya. Revan juga tidak nampak di acara, hanya ada rekan, keluarga besar Mas Lengga, dan keluargaku. Awalnya Ibu Mas Lengga juga menolak, tapi akhirnya dia pasrah dengan keputusan anak emasnya. Iyalah anak emas, dia penghasil puing-puing rupiah. Revan itu anak tiriku.

****

Setelah acara pernikahan usai, baru Mba Sinta dan Revan keluar dari kamar. Menghampiri kami dan mengucapkan selamat. Setelah sebulan pernikahan, baru terasa tidak ada pembantu yang dimaksud Mba Sinta, huft lemes deh aku, apes … apes …

****

"Mira … ngapain kamu bengong?" Suara lantang Mba Sinta membuyarkan lamunanku. Ternyata Nyonya sudah kembali dari pekerjaannya. 

"Eh iya, Mba. Baru pulang?" tanyaku sok manis, tapi hati Ingin melemparnya menggunakan lap meja yang kupegang. 

"Nah kamu lihatnya gimana? Pake nanya!" jawabnya lantang sambut berlalu ke kamarnya. Dasar malas! Sepatu saja tidak di masukan langsung ke rak, masa iya pekerjaan seringan ini juga harus aku yang melakukannya. Dasar keterlaluan.

Awas saja kamu Mba, aku balas nanti. Biar sekarang aku mengalah terlebih dahulu. Wah dikasih hati minta jantung sepertinya mengajak untuk peperangan sengit. Mari kita mainkan game kita Mba. Siapa yang akan menang. Masa iya hidupku harus berakhir menjadi babu di tempat Kaka maduku. Terlalu ... awas saja nanti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status