Semalaman bergadang membuat badan lemas dan mata menjadi ngantuk. Gini amat si nasib gue. Udah persis babu. Sialan emang si Sintahe. Lagian Mas Lengga jadi suami kenapa mesti lembek coba. Dia itu kan yang punya kuasa di rumah ini, tapi kenapa harus takluk sama Sintahe. Tidak bisa dibiarkan kalau seperti ini. Tidak adil namanya.
*****
"Mira tolong setrikain baju saya." Mba Sinta melemparkan sekranjang pakaian lalu meninggalkannya begitu saja. Apa-apaan ini, enak saja dia mau menjadi nyonya di rumah ini. Aku yang gemas menarik kencang pergelangan tangannya sebelum dia pergi."Mba! Tunggu! Maksudnya apa seperti ini?" kesalku padanya.
"Kamu tuli? buta? Atau bodoh? Aku nyuruh kamu nyetrikain pakaianku. Kalau tidak kamu kerjakan, jatah bulanan kamu dari Lengga akan saya kurangi! Ngerti! Enak saja kamu masuk ke rumah tangga saya ketika kehidupan kami sudah jauh dari kata miskin! Kamu itu sahabat Lengga kan? Lalu kenapa kau menggodanya di saat Lengga sudah sukses dan memiliki istri serta anak? Kau itu, tak lebih seorang wanita jalang yang bersembunyi dalam topeng kemunafikan ataupun sok bodoh! Kau pikir dengan sikap sok bodohmu itu, aku akan luluh dan nerima kamu? Jangan mimpi kamu!" Dia mendorong kasar tubuhku setelah puas memaki.
"Apa salahku, Mba?" Aku masih tidak terima. Dia menerima pernikahan ini. Mba Sinta kembali menghampiriku dengan wajah siap mengeluarkan sungu.
"Kamu menggoda suami saya?"
"Tidak, Mba. Cuma nyari perhatian," ucapku, memang seperti itu kenyataannya.
"Mira!!!!!! Kamu bodoh apa pura-pura?"
"Dulu, saya mengorbankan karir demi menikah dengan Lengga, kami membangun jerih payah dari nol tanpa menerima seperak pun bantuan dari orang lain. Kamu tahu? Modal dengkul untuk menjadi seperti ini. Bangun pagi, nyuci pakaian, beres-beres ngurus keluarga, itu juga saya kerjakan. Sedikit demi sedikit rupiah kami kumpulkan, kegigihan Lengga membuatnya seperti ini. Dulu waktu Lengga melarat tidak nampak wajahmu diantara kami!" bentaknya membuatku bergidik. Habis aku kalau berdebat dengannya, ngeri.
"Terus saya harus bagaimana?"
"Rasakan apa yang pernah saya rasakan! Jangan pergi kesalon kamu selama satu tahun! Enak saja mau menghabiskan uang suami saya!"
"Nanti saya jelek, item dekil, ogah agh, Mba. Kalau gitu saya kerja aja," protesku. Ya kali setahun gak nyalon, bisa budukan.
"Resiko pernikahanmu! Makanya, cari tahu dulu siapa Sinta istri Lengga. Jangan karena kau merasa cantik lantas bisa sepadan denganku. Lupa kau syarat yang aku beri untuk bisa menikah dengan Lengga? Jangan mau enaknya aja kamu racun!" makinya. Dasar Mba Sinta, masih saja ngungkit masa lalu.
"Ya udah, Mba. Saya mau beli sayur dulu," ucapku meninggalkan Mba Sinta dan mengakhiri perdebatan. Sakit hati aku diperlakukan seperti ini. Demi Tuhan aku ingin memakinya. Perasaan sebelum menikah, enak saja hidupku. Shoping, makan-makan, diperhatikan, dinomor satukan oleh Mas Lengga. Kenapa setelah menikah justru sebaliknya sih ….
****Aku udah sampai di tukang sayur langgananku Mang Bejo. Tatapan sinis Ibu-Ibu tukang gosip mulai menerkam. Risih deh diriku. "Eh Mira, gimana rasanya jadi istri kedua?" tanya Bu Inem."Ih si Ibu, kepo banget sama urusan orang. Mending Ibu urusin tu badan Ibu, biar suaminya gak diambil orang," makiku kesal.
"Siapa yang berani ngambil suami saya? Bakal saya bunuh keduanya." Waduh ngeri kali Bu Inem.
"Iya Mira. Kamu cantik-cantik kok mau si sama orang udah punya istri?" Kali ini Bu Titin menimpali.
"Ih … hak saya dong, Bu ibu! Saya yang menjalani kok Bu ibu yang repot! Terserah saya dong mau jadi istri keberapa. Namanya juga cinta. Yang punya suami aja gak masalah, kok Bu Ibu yang repot!" cecarku.
"Awas lo, Mira, nanti anak kamu nurun sukaknya sama laki orang. Awas aja nanti suami kamu bisa ditaksir orang juga," cemoh Bu Titin.
"Iya Mira. Jangan sombong! Nanti kena karma tahu rasa!" Bu Inem kembali berkicau.
"Mang Bejo! Cepat bungkus belanjaan saya. Ibu-Ibu di sini kepo." Segera Mang Bejo membungkus semuanya, kemudian memberikan padaku. Aku sendiri dengan cepat meninggalkan mereka.
Emosi aku sebenarnya. Kesal, marah, campur aduk tidak karuan. Jika marah, sasaran emosiku adalah Mba Sinta. Ya dia harus segera di ceraikan oleh Mas Lengga. Biar aku menjadi istri satu-satunya. Lagi pula tidak pernah tidur bareng, tapi masih bersatu, dasar perempuan aneh. Ada apa gerangan. Sudah sikapnya santai setiap harinya, tapi mampu membuatku jengkel.
****Waduh … banyak tamu. Mataku terbelalak ketika tiba di depan pintu lalu membukanya, ya ampun Mba Sinta. Bawa teman-temannya. Kelewatan. Segala macam makanan dan minuman berjajar di ruang tamu. Padahal baru beberapa menit aku meninggalkannya. Bukanya Mba Sinta tadi pergi bekerja. Aku jadi bingung sendiri."Mira! Ngapain bengong kamu?" tanyanya.
"Ini ada acara apa si, Mba?"
"Kita lagi pada kumpul. Besok kami mau ada event di Bali. Ada beberapa yang gak bisa ikut, jadi ngumpul dulu disini."
Ada senengnya ada enggaknya. Senangnya esok dia akan pergi, semoga saja tak kembali. Sedihnya, sehabis acara ini, pasti aku yang membereskannya. Aku harus curhat seputar kehidupanku ini pada kawanku. Kebetulan besok dia pergi sehingga aku bisa mengundangnya kemari. Aku kembali melanjutkan langkahku ke dapur.
"Mira …. !" panggil Mba Sinta. Aku kembali menoleh ke arahnya.
"Jangan lupa! Baju saya di setrika, besok mau saya bawa." Ya ampun memalukan sekali.
"Iya, Mba," ucapku berlalu.
Siiiaallll ….Pov MiraJujur aku sudah merasa lelah menjaga Mas Lengga. Bukan apa, setelah dua Minggu di rawat dan di perbolehkan untuk pulang, Mas Lengga mengalami kelumpuhan dan sedikit idiot. Kini aku harus merawat dua orang sekaligus. Mengurus Mas Lengga lebih parah daripada merawat Dalisa. Rasa hati ingin mengeluh, kenapa setelah menikahi dia bukan kebahagiaan yang aku dapatkan, justru sebaliknya. Hah, ingin rasanya meminta cerai. Tapi, ada perasaan tidak enak. Apa yang harus aku lakukan sekarang?****Prang!Ya Tuhan, apa lagi yang dibuat gaduh olehnya.Aku meninggalkan Delisa di kamar dan menghampiri sumber suara itu. Ada rasa iba memandangnya meski ada juga rasa kesal padanya. Kulihat Mas Lengga sedang bersusah payah mengambil minum. Sambil berdengus aku menghampirinya. "Kan sudah aku bilang, kalau butuh apa-apa bunyikan lonceng!" ucapku sedikit ketus. Bukan apa, kalau dia mencoba sendiri, justru tidak akan beres dan menambah pekerjaan untukku. Seperti ini contohnya, aku harus membe
POv Rakha~~~~~~~~~Tidak ada rasa menyesal setelah aku menghabisinya. Yang ada hanya kepuasan tersendiri. Puas telah menghabisi perempuan murahan seperti dia. Hanya dengan kematian yang mampu mengakhiri penghianatannya. Jika terus kumaafkan, dia pasti akan melakukannya lagi dan lagi.Terbukti ini bukan kali pertama dia melakukan perselingkuhan. Aku sudah berusaha menjadi suami yang baik, dan bertanggung jawab. Tapi, dia tidak sedikitpun mau menghargaiku. Dia pandai bersilat lidah, pandai juga menyimpan kebohongan, seolah-olah dirinya benar-benar telah berubah. Selama menjadi suami Fera, aku sudah cukup sabar dan diam menghadapi dirinya. Aku juga tidak pernah meminta agar Fera bekerja, dia sendiri yang memaksa untuk bekerja, dengan alasan tidak bisa membeli ini dan itu jika memakai uangku. Padahal, aku tidak pernah melarang dia belanja apapun. Ya, karena dia bekerja memang untuk kebutuhannya sendiri, karena hobinya adalah belanja online. Apapun yang iya suka dan mau pasti iya beli. Ma
Pov Mira[Telah terjadi pembunuhan sadis yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Motif pembunuhan itu, dikarenakan pelaku sakit hati berkali-kali diselingkuhi oleh sang istri. Pelaku mengaku, istrinya yang berinisial FA, dipergoki sedang melakukan hal tidak senonoh di kontrakan yang di sewa oleh korban dan selingkuhan korban berinisial LA. Keluarga selingkuhan korban termasuk istri menggerebek, kejadian itu. Pelaku yang sudah kalap mata, mengantarkan kedua anaknya pergi ke rumah orang tua pelaku, lalu kembali lagi ke kontrakan. Awalnya pelaku mengaku ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Namun, ketika pelaku sampai di rumah kontrakannya, pelaku melihat sang istri menangis dan terus menyebut nama selingkuhannya. Sehingga menyebabkan pelaku hilang kesadaran kemudian mengambil sebuah parang dan menebaskannya ke leher korban. Sebelum itu, pelaku juga mengaku telah menyakiti selingkuhan korban dengan memukul kepalanya menggunakan batu besar, sehingga selingkuhan korban mengalami lu
Pov FeraPOV Fera.Salahkah aku jika mencintai dia yang telah beristri? Entah kenapa aku melakukan hal yang sama? Tiga kali aku melakukan perselingkuhan. Pertama dengan mantan kekasihku, hubungan kami berakhir karena istrinya mengetahui perselingkuhan ini. Namun, hubungan ini tetap berlangsung meski hanya sebatas teman. Walau kutahu, dia masih memiliki perasaan sama. Perselingkuhan kedua dengan Wendra, dia juga mantan kekasihku. Aku sangat mencintainya. Dia seorang anak band … meski usianya sudah matang, dia tetap terlihat muda. Bahkan lebih muda dari suamiku. Hubungan kami berakhir, karena Mas Raka mengetahui perselingkuhan ini. Seiring berjalannya waktu, Mas Raka memaafkanku. Aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Saat itu, aku meminta cerai dari Mas Raka, tapi dia tidak mau menceraikanku dan memilih untuk bertahan. Setelah beberapa tahun, aku sudah tidak ada lagi berhubungan selingkuh dengan siapapun, rasa cinta pada Mas Raka pun sudah kembali tumbuh. Namun, kesetiaan cinta u
Pov Mira"Siapa dia, Mas!" Siapa perempuan itu?!" pekiku bertanya. Emosi kembali mencuak setelah aku melihat adegen mesum tadi.Mas Lengga hanya terdiam. Aku kembali mengambil pisau yang telah kujatuhakan dan mengarahkan ke lehernya. "Jawab, siapa perempuan tadi!" gretaku. "Lebih baik kamu mati, Mas. Daripada aku melihat kamu bersama perempuan itu! Tega sekali kamu sama aku, Mas! Apa salahku? Huhuhuhuhu." Aku terus menangis. Setelah merasa lelah telah meluapkan amarah, aku kembali masuk tertidur dengan perasaan hati yang melelahkan. ****Berhari-hari setelah kejadian itu aku mendiamkannya. Tidak ada sepatah kata manis atau sapaan untuknya. Kusibukan diri untuk fokus mengurus putriku yang mungil, hanya dia yang membuatku kuat. Setiap kali aku berbaring memandang wajah Delisa, mataku selalu berkaca, air mata tumpah dengan sendirinya. Sakit … luar biasa, aku tidak pernah menyangka Mas Lengga tega menduakanku. Wajahnya yang kalem, sifatnya yang pendiam, tutur katanya yang ramah, terny
Pov MiraDari kedatangan Adrian dan Sinta hingga mereka pulang, sampai Ibu pun ikut pulang, Mas Lengga belum juga kembali. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Namun, ponselnya ia matikan. Tidak ada aktifitas lain selain aku memikirkan suamiku. Sebelumnya, aku tidak berfikir sejauh ini. Apa harta memang mampu merubah seorang suami?Setelah melahirkan, bukan perhatian yang kudapatkan, justru sebaliknya. Mau mengeluh pada Ibu? Aku jelas malu. Dalam keadaan masih lemah seperti ini, aku harus mengurus anakku seorang diri. Alhasil, sepanjang malam, aku hanya memikirkan Mas Lengga, rasanya makan hati. Kepalaku jadi sakit, loyo, lemas dan tidak bersemangat. Ingin marah, ingin melontarkan makian, ingin bertanya selama seminggu belakangan, dia kemana? Apa yang dia lakuin, dan sama siapa. Aku sungguh ingin mencabik-cabik wajah Mas Lengga.*****Krek ….Bunyi pintu di buka, membangunkan tidurku yang sembari memberi asi pada putriku. Kulepas pelan payudaraku dari mulutnya dan berjalan perlah
Pov Mira"Akhirnya, kamu siuman juga … Mira," ucap Ibu … memegang tanganku. "Mas Lengga mana, Bu?" tanyaku sambil mata mengitari seluruh ruangan."Lengga kan kerja, kamu tahu sendiri menjadi karyawan di kantor Adrian sudah pasti padat jadwalnya." Aku hanya terdiam. "Apa Mira, pinsan, Bu?" tanyaku."Iya, dua hari kamu tidak siuman.""Anak Mira di mana, Bu?" "Anak kamu ada di ruang bayi, keadaannya masih lemah," jawab Ibu lemas. "Perempuan atau laki-laki?" tanyaku lagi."Perempuan, wajahnya sangat mirip kamu. Semoga saja nasibnya tidak seperti kamu," lirih Ibu. "Ha? Ibu ngomong apa barusan? Mira gak denger, Bu." Memang aku gak dengar bunyi kalimat terakhir yang Ibu ucapkan.****Seminggu sudah aku di rumah sakit, rasanya sudah tidak betah, luka bekas operasi caesar-ku juga masih sangat basah. Aku sendiri bingung mengapa luka ini tak kunjung kering. Dalam satu Minggu, Mas Lengga hanya datang mengunjungiku dua kali. Sedangkan Kedua mertuaku tidak nampak pun batang hidungnya. Kata ib
Pov MiraSeperti yang Adrian katakan, saat hari pernikahannya, Mas Lengga yang akan menggantikan pekerjaan dia. Sudah dua Minggu ini Mas Lengga mengurus pekerjaan di perusahaan baru milik Adrian, Karena dirinya harus pergi berbulan madu dengan Nenek lampir alias Sinta. Untung saja suamiku ini sangat cerdas, sehari Adrian memberi tahu semua pekerjaannya, dia langsung sigap dan tangkap. Penampilannya kini kembali tampan seperti Lengga yang aku kenal dulu, pokoknya sudah cocok untuk menjadi suami Mira, Adrian juga memberi cuma-cuma uang dua puluh juta rupiah sebelum dirinya pergi. Lumayan, untuk melunasi sisa cicilan kredit motor. Kehidupan kami sudah mulai membaik. Semua jelas berkat sepupuku yang baik hati itu.******____*******Dua bulan berlalu, kehamilanku sudah menginjak detik-detik melahirkan, hubunganku dengan Sinta juga sudah membaik, kami telah saling memaafkan. Bahkan, aku sering berkunjung ke rumah Sinta. Jelas perdamaian ini terjadi atas permintaan sepupuku Adrian, setelah
Pov Mira"Mas buruan! Lama banget!" Heran punya suami lelet banget. "Sabar kenapa, jangan grasah grusuh! Emang udah kelar semuanya?" "Kalau belum kelar, gak mungkin aku nyuruh kamu cepetan!" Segera mungkin suamiku itu mulai mengeluarkan sepeda motornya. "Cepet naik! Tadi nyepet-nyepetin!" sungutnya. "Sabar dong! Aku kan lagi hamil," kilahku. Namanya juga perempuan, harus selalu menang dong. Di sepanjang jalan aku tidak habis pikir, kenapa sepupuku yang terkenal kaya, tampan, dan sukses itu mau nikah sama janda, punya anak lagi, gak salah milih calon istri gitu? "Acaranya dimana?" tanya Mas Lengga."Di hotel Adnita, Mas," cetusku."Waow, keren. Orang kaya kah?" cetusnya."Iyalah orang kaya! Usahanya giat, otaknya cerdas! Beruntung itu perempuan yang jadi istrinya," pujiku. "Oh iya, pengusaha lagi. Kerjanya aja keluar masuk negara orang!""Owh, bagus dong," ucapnya singkat. Aku tidak berniat lagi untuk menjawabnya. ***Mataku begitu takjub ketika tiba di depan hotel Adnita, dari