Share

Bab 4

Allhamdullillah …. Mba Sinta beneran pergi. Hatiku gembira riang tak terkira, mendengar berita, kabar nan bahagia. Mba Sinta kan pergi … jangan pernah kembali,,,, eh salah nyanyinya. Lupa lirik wajar, maaf ya sang pencipta lagu boneka India, Mira gak sengaja sangking seneng Mba Sinta mau ke Irlandia, eh salah, ke Bali maksudnya.

**** 

"Mir … saya pergi dulu. Jaga Revan! Yang bener jangan macem-macem," pamitnya sambil membawa koper. 

"Kan Revan udah gede, Mba. Masa di jagain?" protesku. Mba Sinta tidak menjawab lagi, dia segera pergi.

Yuhuuuuuuuuuu …. yes … yes ….

"Kenapa kamu kaya belatung nangka begitu?" Mas Lengga, kalau ngomong gak ada saringannya. 

"Mas … Mba Sinta ke Bali …." 

"Udah tahu! Aku juga mau ke Balik papan seminggu." 

"Serius, Mas? Ikut ya, please." Aku memohon.

"Gak usah, mau ngapain ikut-ikut segala! Suami mau cari duit juga!" tolaknya mentah-mentah.

"Mas, tapi inget, kalau digoda sekretaris, Mas cuekin aja, ya." Wanti-wanti lebih baik. Nanti dia diambil orang repot.

"Hem … bawel," cetusnya.

"Jutek amat," protesku. Dia tidak menjawab hanya menarik kopernya.

"Mas ….," triaku lagi. 

"Apa lagi?" 

"Dua Istri cukup!" Aku mengedipkan mata kemudian berlari ke dapur. 

****

Hari ini hanya ada aku dan Revan. Namun, Revan masih belum kembali. Kurasa dia berada di tempat orang tua Mba Sinta. Jenuh juga sendiri di rumah. Kok aku malah kangen ya sama marahnya Mba Sinta. Mba Sinta …. Hem, perempuan angkuh yang pendiam, tidak mudah ditebak. Tidak banyak menuntut, tapi sangat membenciku. Bukan hanya aku, dia juga sangat membenci Mas Lengga. Memang dia tidak mengucapkan, tapi dapat kurasakan. 

****

Ting …. Nong …. Bel rumah berbunyi, mungkin Sari. Aku tadi menghubungi dia untuk bermain ke rumahku. Segera aku membuka pintu.

"Eh Sar, Masuk." Benar dugaanku.

"Besar banget rumah suami lo, Mir," ucapnya sambil melihat isi di sekitarnya.

"Duduk yuk. Gue buatin minum dulu, lo tunggu di sini ya." 

****

Sari masih asyik melihat isi rumah, aku meletakkan minuman di meja dan langsung duduk di ruang tamu. Tidak beberapa lama Sari menghampiri dan ikut terduduk sambil terus memuji kebesaran rumah ini.

"Lo mau cerita apa? Pasti mau cerita jadi istri kedua itu enak banget ya?" cercosnya.

"Huuufttt," dengusku. Boro-boro enak, tertindas begini.  

"Kok diem di?" Ceritain dong! Kebetulan gue kan lagi Deket sama laki orang." terangnya.

"Eh buset. Mendingan jangan deh, serem tahu! Atau enggak, lo selidikin gimana dulu bininya, cupu atau semart," jelasku.

"Maksud, lo?"

"Iya jangan sampai nasib lo kaya gue." Sedikit malu aku mengakuinya.

Kuceritakan semua pada Sari. Sari mendelik kaget tak percaya. Aku meminta saran darinya untuk menghadapi sikap Mba Sinta. Tapi, dia malah sibuk tertawa dan meledekku. 

"Lo jadi orang kok kurang pinter! Gue si ogah banget dijadiin babu! Dimana-mana, Istri kedua itu ratu, bukan babu bodoh!" Dia menonyol kepalaku.

"Terus gue harus gimna ya, Sar?" 

"Mending lo kerja lagi. Jangan mau dijadiin babu, lo lawan lah! Enak aja dia mau semena-mena. Lo juga istri Lengga, lo punya hak yang sama." Diam tidak ada suara.

"Lo liat deh gimana penampilan lo sekarang, kucel banget, gue kira lo belum mandi, emang jadi babu beneran," lanjutnya. Gimana gak mau dekil and kumel, Sintahe ngelarang ke salon, setahun lagi. Nanti aku coba ngomong ke Mba Sinta.

"Lo jadi pelakor, jangan terlalu lugu! Menjatuhkan nama pelakor aja! Naksirnya sama laki orang! Giliran dinikahin, maunya dijadiin babu! Memalukan! Lawan lo jangan bodoh. Inget pelakor itu ratu bukan babu! Kalau lo bisa dinikahin, lo bisa dong jadi istri satu-satunya. Singkirkan istri pertama laki lo! Itu namanya cerdas!" Kok rasanya aku malas mendengar ocehan Sari. Pusing kepala barbie.

"Udah gue balik dulu! Percuma ngomong sama patung! Kaga ada tanggepannya!" triaknya dan berlalu begitu saja. 

Kumenjerit … membayangkan …. 

***

Sari pulang dengan perasaan penuh emosi, biarkan saja aku tak peduli. Bagaimana caranya ini? Mba Sinta please, cari pembantu. Agh kenapa aku tidak merengek padanya. Mba Sinta, walaupun angkuh, tapi aku yakin hanya mulutnya yang judes. Mba, aku akan merayumu dengan jurus memelasku. Tenang Mba, aku bukanlah pelakor yang jahat. Eh enak saja, aku bukan pelakor. Salah ngomong Mira, Mba. Mira akan menjadi adik madumu yang penurut. Akan Mira keluarkan jurus seribu melas untuk mendapatkan perhatianmu. Sejak kapan, Mba Sinta lebih penting dari Mas Lengga. Tentu Mira sudah tahu jawabannya, Mba. Sejak, Mira jadi Babu di tempat Mba Sinta. Oh my good.

"Tante … ngapain ngomong sendirian." Suara Revan membuat kaget. 

"Ih Revan, ngagetin Tante Mira aja. Tante lagi belajar ilmu melas biar Mama kamu cari pembantu. Tante capek Revan, tolongin dong. Hehhehe siapa tahu Revan mau bantu."

"Ogah, Tante usaha aja ambil hati, Mama," ucapnya sambil melangkah lunglai ke kamarnya.

Dasar ….

Ke salon ah, mumpung Sintahe lagi pergi. 

Semoga saja tidak ada mata-mata dan mengadukannya pada Sintahe. Maaf Sintahe, batinku tersiksa selama kau di rumah ini, karena sekarang kau sedang pergi, maka waktunya Mirahe memanjakan diri. Kan sayang kulitku kalau gak dirawat. Bisa-bisa Mas Lengga nambah WIL … emang Mba Sinta mau punya tambahan WIL, alias wanita idaman lain. Kalau Mira gak mau Mba.

"Revan! Jangan lupa makan! Sudah Tante siapkan di meja makan! Tante mau pergi!" triaku mengingatkan dengan suara super kencang pastinya, karena kamarnya ada di atas. 

"Iya, Tante!" jawabnya tak kalah berteriak. 

Oke, aman .... 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status