Allhamdullillah …. Mba Sinta beneran pergi. Hatiku gembira riang tak terkira, mendengar berita, kabar nan bahagia. Mba Sinta kan pergi … jangan pernah kembali,,,, eh salah nyanyinya. Lupa lirik wajar, maaf ya sang pencipta lagu boneka India, Mira gak sengaja sangking seneng Mba Sinta mau ke Irlandia, eh salah, ke Bali maksudnya.
****"Mir … saya pergi dulu. Jaga Revan! Yang bener jangan macem-macem," pamitnya sambil membawa koper.
"Kan Revan udah gede, Mba. Masa di jagain?" protesku. Mba Sinta tidak menjawab lagi, dia segera pergi.Yuhuuuuuuuuuu …. yes … yes ….
"Kenapa kamu kaya belatung nangka begitu?" Mas Lengga, kalau ngomong gak ada saringannya. "Mas … Mba Sinta ke Bali …." "Udah tahu! Aku juga mau ke Balik papan seminggu." "Serius, Mas? Ikut ya, please." Aku memohon."Gak usah, mau ngapain ikut-ikut segala! Suami mau cari duit juga!" tolaknya mentah-mentah."Mas, tapi inget, kalau digoda sekretaris, Mas cuekin aja, ya." Wanti-wanti lebih baik. Nanti dia diambil orang repot."Hem … bawel," cetusnya."Jutek amat," protesku. Dia tidak menjawab hanya menarik kopernya."Mas ….," triaku lagi. "Apa lagi?" "Dua Istri cukup!" Aku mengedipkan mata kemudian berlari ke dapur.****
Hari ini hanya ada aku dan Revan. Namun, Revan masih belum kembali. Kurasa dia berada di tempat orang tua Mba Sinta. Jenuh juga sendiri di rumah. Kok aku malah kangen ya sama marahnya Mba Sinta. Mba Sinta …. Hem, perempuan angkuh yang pendiam, tidak mudah ditebak. Tidak banyak menuntut, tapi sangat membenciku. Bukan hanya aku, dia juga sangat membenci Mas Lengga. Memang dia tidak mengucapkan, tapi dapat kurasakan.
****Ting …. Nong …. Bel rumah berbunyi, mungkin Sari. Aku tadi menghubungi dia untuk bermain ke rumahku. Segera aku membuka pintu."Eh Sar, Masuk." Benar dugaanku."Besar banget rumah suami lo, Mir," ucapnya sambil melihat isi di sekitarnya."Duduk yuk. Gue buatin minum dulu, lo tunggu di sini ya." ****Sari masih asyik melihat isi rumah, aku meletakkan minuman di meja dan langsung duduk di ruang tamu. Tidak beberapa lama Sari menghampiri dan ikut terduduk sambil terus memuji kebesaran rumah ini.
"Lo mau cerita apa? Pasti mau cerita jadi istri kedua itu enak banget ya?" cercosnya."Huuufttt," dengusku. Boro-boro enak, tertindas begini. "Kok diem di?" Ceritain dong! Kebetulan gue kan lagi Deket sama laki orang." terangnya."Eh buset. Mendingan jangan deh, serem tahu! Atau enggak, lo selidikin gimana dulu bininya, cupu atau semart," jelasku."Maksud, lo?""Iya jangan sampai nasib lo kaya gue." Sedikit malu aku mengakuinya.Kuceritakan semua pada Sari. Sari mendelik kaget tak percaya. Aku meminta saran darinya untuk menghadapi sikap Mba Sinta. Tapi, dia malah sibuk tertawa dan meledekku. "Lo jadi orang kok kurang pinter! Gue si ogah banget dijadiin babu! Dimana-mana, Istri kedua itu ratu, bukan babu bodoh!" Dia menonyol kepalaku."Terus gue harus gimna ya, Sar?" "Mending lo kerja lagi. Jangan mau dijadiin babu, lo lawan lah! Enak aja dia mau semena-mena. Lo juga istri Lengga, lo punya hak yang sama." Diam tidak ada suara."Lo liat deh gimana penampilan lo sekarang, kucel banget, gue kira lo belum mandi, emang jadi babu beneran," lanjutnya. Gimana gak mau dekil and kumel, Sintahe ngelarang ke salon, setahun lagi. Nanti aku coba ngomong ke Mba Sinta."Lo jadi pelakor, jangan terlalu lugu! Menjatuhkan nama pelakor aja! Naksirnya sama laki orang! Giliran dinikahin, maunya dijadiin babu! Memalukan! Lawan lo jangan bodoh. Inget pelakor itu ratu bukan babu! Kalau lo bisa dinikahin, lo bisa dong jadi istri satu-satunya. Singkirkan istri pertama laki lo! Itu namanya cerdas!" Kok rasanya aku malas mendengar ocehan Sari. Pusing kepala barbie."Udah gue balik dulu! Percuma ngomong sama patung! Kaga ada tanggepannya!" triaknya dan berlalu begitu saja. Kumenjerit … membayangkan ….***
Sari pulang dengan perasaan penuh emosi, biarkan saja aku tak peduli. Bagaimana caranya ini? Mba Sinta please, cari pembantu. Agh kenapa aku tidak merengek padanya. Mba Sinta, walaupun angkuh, tapi aku yakin hanya mulutnya yang judes. Mba, aku akan merayumu dengan jurus memelasku. Tenang Mba, aku bukanlah pelakor yang jahat. Eh enak saja, aku bukan pelakor. Salah ngomong Mira, Mba. Mira akan menjadi adik madumu yang penurut. Akan Mira keluarkan jurus seribu melas untuk mendapatkan perhatianmu. Sejak kapan, Mba Sinta lebih penting dari Mas Lengga. Tentu Mira sudah tahu jawabannya, Mba. Sejak, Mira jadi Babu di tempat Mba Sinta. Oh my good.
"Tante … ngapain ngomong sendirian." Suara Revan membuat kaget. "Ih Revan, ngagetin Tante Mira aja. Tante lagi belajar ilmu melas biar Mama kamu cari pembantu. Tante capek Revan, tolongin dong. Hehhehe siapa tahu Revan mau bantu.""Ogah, Tante usaha aja ambil hati, Mama," ucapnya sambil melangkah lunglai ke kamarnya.Dasar ….Ke salon ah, mumpung Sintahe lagi pergi.
Semoga saja tidak ada mata-mata dan mengadukannya pada Sintahe. Maaf Sintahe, batinku tersiksa selama kau di rumah ini, karena sekarang kau sedang pergi, maka waktunya Mirahe memanjakan diri. Kan sayang kulitku kalau gak dirawat. Bisa-bisa Mas Lengga nambah WIL … emang Mba Sinta mau punya tambahan WIL, alias wanita idaman lain. Kalau Mira gak mau Mba.
"Revan! Jangan lupa makan! Sudah Tante siapkan di meja makan! Tante mau pergi!" triaku mengingatkan dengan suara super kencang pastinya, karena kamarnya ada di atas.
"Iya, Tante!" jawabnya tak kalah berteriak.
Oke, aman ....
Setelah pulang dari salon, rasanya badan lumayan lebih enak, wajah sedikit terasa lebih kencang. Ya ampun, nikmat sekali rasanya. Baru terasa setelah pernikahan, ternyata tidak seindah waktu menjadi selingkuhan. Kukira Mba Sinta akan ninggalin Mas Lengga, tapi masih bertahan. Hem …. Entahlah, sampai kapan aku terus seperti ini, rasanya batin juga sudah tidak kuat. Bagaimana kalau Ayah dan Ibu tahu nasib anak perempuannya? 'Bu, hidup Mira di sini tidaklah seindah dalam angan.' Ini sebenarnya gara-gara Mas Lengga yang lembek ngadepin Mba Sinta. Pergerakanku tidak sebebas dulu, semua di bawah kendali Mba Sinta. Mira capek di sini, Bu. Tapi Mira takut ngelawan Mba Sinta. Mira juga malu cerita sama Ibu, Ibu pernah menentang pernikahan ini, tapi Mira tetap bersikeras. *****"Cantik-cantik kok jadi pelakor!" Aku teringat ucapan Bu Inem. Pelakor, perebut laki orang. Perasaan aku bukan pelakor, aku kan gak ngerebut Mas Lengga dari Mba Sinta. Pusing ih, mikirin kata-kata pelakor. Pesan masu
"Jurus jitu melawan pelakor supaya tidak kurang ajar ya memang kitanya harus tegas." Aku membahas seputaran tentang pelakor bersama Maya temanku. Dia baru saja mengalami apa yang aku alami, hanya saja Maya tidak sekuat aku, bodohnya dia malah langsung menyerahkan suaminya. "Sekarang Pelakor memang sedang merajarela, seperti sudah tidak ada pria single saja," ucap Ratna."Sebenarnya, ini semua tergantung mereka, mampu menahan hawa nafsu atau tidak. Tapi biarkan saja, aku tidak sebodoh itu menerima Mira. Setelah puas menjadikan babu, cepat atau lambat, semua surat-surat penting akan kuganti menjadi namaku. Kemudian, aku akan meminta cerai dari Lengga. Biar …. Jika sudah seperti ini, aku akan membuat mereka hancur, sehancurnya. Bermain cantik, butuh taktik," ungkapku pada kedua sahabatku."Gila! Sadis lu, Sint!" Ratna berucap sambil menengok ke arah Maya. "Laki-laki, jika sudah berani berselingkuh di belakang kita, tidak menutup kemungkinan dia akan mengulangi lagi. Selingkuh itu penya
Huaaaaaa … capek! Hik hik hik …. Tubuhku terkulai lemah akibat kelelahan, Mba Sinta kurang ajar! Aku terus berteriak memaki namanya. Capek, Mak! Lelah, capek, huuuaaaaaaaa! Awas lo, Mba! Aku siapkan racun besok! Dasar Sintahe! Gila! Gila! Gila! Sumpah aku gak kuat. ***Kebetulan Revan lewat mau kemana dia. "Revan! Kamu mau kemana?!" triaku beraharap anak tiriku mau menghampiri dan merasa iba."Ke rumah Nenek, Tan …." "Tolongin dong, bantuin Tante jemur korden yuk," pintaku dengan wajah penuh harap."Enggak ah, Tant, males. Tante kerjain sendiri aja, bye," jawabnya sambil berlalu mengabaikanku. Astagfirullah, Ya Robb. Mira … sabar … Mir. ****Akhirnya, setelah berjam-jam aku bergelut dengan korden selesai juga. Gila, capek banget. Untuk menghilangkan penat, aku duduk santai di ruang tamu sambil menonton televisi. Salah satu tema di sebuah chanel menarik perhatianku. Ya, tema itu mengusung tentang sebuah karma untuk pelakor. Sedikit takut melihatnya, tapi rasa penasaran mampu mengala
Huaaa … masih ngantuk. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10. 00 pagi. Huwwwaa … kesiangan. Bisa di gorok aku sama Mba Sinta. Mudah-mudahan dia belum kembali, bisa repot aku. Dengan berat hati bahkan sampai tidak mencuci muka, aku bergagas lari ke tempat Mang Udin si tukang sayur. Ya Allah, mudah-mudahan masih ada sayuran. ***"Enak banget ya si Mira, jam segini baru bangun tidur," cetus Bu Nuning sesampainya aku di tempat Mang Udin. Astaga … aku kira kang gosip udah pada di kandang jam segini, ternyata masih ada yang berkeliaran. "Jangan sirik Napa, sama hidup saya, Bu Nuning," sungutku sambil memilih beberapa sayur. Untung masih ada ikan bandeng sama kacang panjang. "Ih amit-amit saya sirik sama kamu, Mira. Nauzubillah Minzalik." Wah, sembarangan Bu Nuning. Emang saya sehina itu pake ucap kata nauzubillah Minzalik. "Bu Nuning, jangan terlalu pedas kalau ngomong, dijaga sedikit perasaan orang, Bu," cetusku sedikit tersinggung. "Mang buruan bungkus, mumet saya sama ucapan
Hari ini aku akan memasak makanan kesukaan Mas Lengga.Karena, hari ini dia akan pulang. Aku bangun lebih pagi takut kalau sampai Mas Lengga pulang belum ada makanan yang tersedia. Mataku seketika terbelalak melihat makanan yang aku masak kemarin tidak sama sekali tersentuh. Aku hanya bisa menggeleng kepala, mengelus dada dengan kelakuan mereka. Dengan terpaksa aku membuang semua masakanku, terkecuali nasi karena masih bagus, dan Baru tersentuh sedikit olehku.***Pagi ini Revan berangkat ke sekolah menyiapkan sarapannya sendiri, dia mulai memanggang roti tanpa menyapaku. Sedikit sapaan Tante, tidak terdengar seperti biasanya. Mungkin dia marah dengan perlakuanku kemarin. Setelah sarapan, dia melewatiku begitu saja."Ayok jalan," ucap Mba Sinta pada Revan. Tidak seperti biasa, Mba Sinta menyuruhku mengerjakan sederetan pekerjaan rumah, dia sama seperti Revan mengabaikanku begitu saja. Baguslah, memang itu yang aku inginkan. Sebentar lagi, aku akan mendepak kalian keluar dari rumah
"Mas, kita pergi kemana?" tanyaku pada Mas Lengga. "Kita numpang di tempat Kakakmu dulu sampai aku dapat pekerjaan. Kamu juga cari kerja habis itu, kita cari kontrakan kecil sementara," jawabnya."Kenapa gak numpang di tempat orang tuamu saja, Mas?" Tidak mungkin aku meumpang di tempat Mba Desi. "Tidak enak, Mira. Mas gak mau ngerepotin mereka. Ini juga mereka belum tahu kalau Mas bercerai dengan Sinta.""Mas kita pulang ke tempat orang tuaku. Kalau Ibuku pasti akan mengerti." "Ya udah, sementara kita tinggal di rumah mereka." Keputusan pun telah diambil, untuk sementara waktu kami akan tinggal di rumah orang tuaku. Aku dan Mas Lengga akan mulai mencari pekerjaan untuk membangun mimpi supaya bisa membungkam mulut Sinta. "Naik ojek aja, Mas. Di depan ada tukang ojek." Mas Lengga mengangguk, berjalan di belakangku sambil menyeret dua koper besar. Mudah-mudahan di tempat Mang Udin aman, karena untuk menuju tempat kang ojek, harus melewati tempat berjualan Mang Udin."Mau kemana Mira
POV Sinta ….Berakhir sudah kisah cintaku dengan suamiku. Pernikahan yang dilandasi cinta dapat ternoda oleh hadirnya orang ketiga. Rapuh sudah pertahananku. Di rumah ini begitu banyak kenangan indah bersamanya. Mustahil kalau aku tidak terluka, nyatanya aku sendiri juga mencintai Lengga. Mengapa suamiku tidak bersyukur, bahkan istri cantik sepertiku masih tega ia duakan. Apa salahku, selama ini aku yang berdiri menemaninya dari nol. Merintis usaha hingga jadilah dia seperti sekarang. Meski aku mampu merebut semua kesuksesannya, tapi aku kehilangan cinta. Aku tidak bisa menerima atau memaafkan kesalahannya. Kenapa dia bisa tergoda oleh wanita seperti Mira. Apa karena mereka bersahabat sedari kecil? Lantas aku ini apa? Akan kubuat kau menyesal, Mas. Aku yakin kamu akan menghubungiku dengan dalih anak, aku yakin kau menyesal telah berpisah denganku. Merintis suatu usaha dari nol itu tidak mudah, kalau dulu aku menemanimu penuh cinta dan kesabaran, kita lihat saja nanti, apa Mira akan be
Pov Mira"Mas, kita tutup semua yang sudah berlalu, kita buka lembar baru ya?" ucapku seraya memegang tangan suamiku satu-satunya. Dari siang tadi hingga malam tiba, Mas Lengga seperti tidak ada semangat. Aku jadi merasa aneh dengan sikapnya yang seperti itu. "Mas, kamu kenapa si? Kok diem terus?" Tidak ada jawaban yang terlontar dari mulutnya. Aku jadi serba salah dan ikut tidak bergairah melihat dirinya seperti ini.Malas juga aku berbicara kalau tidak ada tanggapan."Capek aku kaya ngomong sama patung," ketusku sambil berbelok membelakanginya. Sebisa mungkin aku mencoba memejamkan mata. Namun, bayangan akan esok menari-nari di dalam pikiranku. Kepalaku menjadi sedikit pusing, leher juga terasa berat. Memang sialan Mba Sinta. Aku sungguh sangat membencinya, benci yang terlalu dalam. Aku berharap bisa sukses bersama Mas Lengga, dan membuktikan padanya kalau hidupku baik-baik saja. Besok aku akan mulai mencari pekerjaan, yah berbekal ijasah SMK, entah pekerjaan apa yang akan kudapat