Início / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 126 - RAIN DIRAWAT DI RUMAH SAKIT. GENDIS DI KEDIAMAN ORANG TUANYA.

Compartilhar

126 - RAIN DIRAWAT DI RUMAH SAKIT. GENDIS DI KEDIAMAN ORANG TUANYA.

last update Última atualização: 2025-09-16 19:07:26

“Mama yang tega! Mama suruh orang buat bawa aku secara paksa, Mama bikin suamiku nggak berdaya! Ini tindakan kriminal, Ma!” isak Gendis dengan nada gemetar, penuh luka.

“Jalan, Pak!” perintah ibunya dengan suara lantang, menahan gejolak batinnya.

“Baik, Bu,” sahut sopir buru-buru.

“Aku mau keluar!” Gendis nekat meraih pembuka pintu mobil, namun tubuhnya segera ditahan erat oleh ibunya.

“Kamu mau mati, hah?!” bentak ibunya dengan suara pecah.

“Kalau kita berdua kecelakaan, apa gunanya semua ini?” tangis sang ibu, menahan putrinya dengan kekuatan penuh.

“Mama begini demi kamu, Nak... Mama nggak mau kamu nikah sama orang seperti itu! Dia itu pembunuh, kamu tahu?!” isak ibunya dengan wajah penuh luka batin.

“Aku sudah tahu, dan aku tetap terima masa lalu suami aku!” jawab Gendis lantang, air matanya jatuh tak terbendung.

“Mama pikir aku bakal lari waktu aku tahu dia dulu seperti apa? Apa Mama tahu kisahnya? Apa Mama tahu alasan semua itu terjadi? Hah?!” teriak Gendis denga
Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • PELAN PELAN SAYANG    150 - GEBRAKAN RAIN DENGAN MEMBAWA ISTRINYA DI PERUSAHAAN KEDUA MILIK AYAHNYA!

    Siang itu, Ibu Rain baru saja tiba di rumah. Wajahnya tertunduk lesu, dan tanpa menyapa suaminya, ia langsung naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar. “Loh, belanjaan mana?” ucap Ayah Rain dengan tatapan heran. “Ma?” Ayah Rain segera bergegas menaiki tangga dan menyusul ke kamar. Ia langsung menghampiri istrinya. “Ma, kenapa? Sakit?” tanyanya panik sambil menyentuh tangan dan kening istrinya. “Nggak apa-apa kok, Pa,” ucap Ibu Rain lemah. “Sudah makan? Kamu katanya belanja, mana belanjanya?” tanya Ayah Rain lagi, nadanya penuh khawatir. “Nggak, Pa,” ucap Ibu Rain sambil menggeleng pelan. “Makan dulu, ayo,” ucap Ayah Rain membujuk. “Mama sudah kenyang, Pa. Mama butuh istirahat aja,” ucap Ibu Rain, lalu langsung memejamkan matanya. “Ya sudah, Papa makan sendiri. Nanti kalau Mama butuh apa pun, panggil ya,” ucap Ayah Rain dengan helaan napas panjang. ••• Di lantai dasar, di ruang makan, Ayah Rain menikmati makan siang seorang diri. Ia menggumam pelan sambil menatap

  • PELAN PELAN SAYANG    149 - IBUNYA MENAHAN MALU. RAIN MENCARI KELUARGA ARDI DI DALAM PERUSAHAAN AYAHNYA!

    “Iya. Dia keponakan saya. Ibunya adalah sepupu saya. Jadi… sudah saya pastikan sampai akhirat, keponakan saya tidak pernah memakai sihir apa pun,” ucap Mira dengan senyum tajam, nadanya penuh kemenangan. “Ke-keponakan?” ucap Ibu Rain, suaranya bergetar, sementara temannya juga ikut terkejut. “Iya, dia keponakan saya. Salah satunya dari keluarga saya. Jadi begini, Jeng… maaf kalau mengejutkan. Tapi dari yang saya tangkap, Jeng hanya cemburu. Jeng Amanda merasa khawatir kalau anak laki-laki Jeng akan mengabaikan, atau meninggalkan. Padahal nggak seperti itu. Apalagi menantu Jeng keponakan saya sendiri. Saya berani jamin, Gendis bukan wanita licik seperti itu. Dia keturunan keluarga baik-baik, terhormat, terpandang,” ucap Mira sambil melirik ruangan mewahnya dengan tatapan luas. Ibu Rain terdiam, meneguk ludah kasar, napasnya tersengal. “Tenang, saya nggak akan kasih tahu sama Gendis dan keluarganya kalau Jeng Amanda kesini. Saya selalu menyimpan data klien untuk pribadi saya,” u

  • PELAN PELAN SAYANG    148 - NIATNYA SIH INGIN MENGHANCURKAN TAPI TERNYATA...

    “Ini fotonya, tapi dari hape aja, Jeng. Nggak masalah kan?” ucap Ibu Rain sambil menunjukkan foto Gendis dari ponselnya dengan tangan bergetar. Mira terdiam sejenak. Ada senyum tipis di wajahnya kala menatap foto Gendis. Ia memperhatikan dengan seksama, matanya seakan menelusuri setiap detail wajah di layar ponsel itu. “Apa permasalahannya?” tanya Mira pelan, namun sorot matanya tetap tajam ke arah foto. “Saya merasa anak saya tidak memperhatikan saya lagi. Dia sekarang lebih fokus sama istrinya dan keluarga istrinya. Padahal sebelumnya nggak begitu,” ucap Ibu Rain dengan nada getir, matanya berkaca-kaca. “Selain itu?” tanya Mira sambil tersenyum samar, kali ini pandangannya beralih meneliti wajah Ibu Rain dan Siska. “Anak saya jadi pelit. Pokoknya saya tidak menyukai menantu saya yang terlalu mendominasi anak saya. Saya mau seperti dulu lagi…” suara Ibu Rain melemah, lalu ia buru-buru mengusap sisa air matanya. “Gimana, Jeng Mira? Apa bisa bantuin teman saya ini?” tanya S

  • PELAN PELAN SAYANG    147 - NEKAT PERGI KE PARANORMAL DEMI MEMISAHKAN RAIN DAN GENDIS

    “Ma, mau ke mana?” tanya ayah Rain saat melihat istrinya tampak bersiap-siap, berdandan rapi, sambil memasukkan amplop berisi uang tunai ke dalam tas. “Mau belanja, Pa. Kemarin kan nggak jadi belanja,” ucap ibu Rain singkat. “Papa anterin, ya?” ucap ayah Rain menawarkan dengan nada lembut. “Nggak usah, Pa. Mama bareng temen Mama, Jeng Siska. Dia udah di jalan sama sopirnya, mau jemput ke sini,” ucap ibunya, buru-buru. “Oh gitu… Ya sudah. Tapi kok bawa tunai? Biasanya non-tunai aja,” ucap ayah Rain curiga. “Kadang kan sinyal lemot, Pa. Pas mau transaksi suka lambat dan gagal,” ucap ibunya, tersenyum menutupi gelisah. “Bu, ada temennya di depan,” ucap pembantu dari lantai dasar. “Tunggu sebentar!” sahut ibu Rain dengan wajah ceria yang dibuat-buat. “Baik, Bu…” balas pembantunya. “Sudah datang ya?” tanya ayah Rain, lalu ikut menuruni anak tangga bersama istrinya. “Sudah, Pa. Dia kan rumahnya nggak jauh dari sini. Makanya cepat sampai. Mama pergi dulu, ya. Oh iya, Bi… b

  • PELAN PELAN SAYANG    146 - RAIN MARAH PADA IBUNYA. IBUNYA PUN NEKAT BERTEMU PARANORMAL.

    Tak lama, Gendis memesan banyak makanan dan bunga. Ia sengaja menuliskan pesanan itu seolah pemberian dari Rain untuk ibu mertuanya. “Semoga aja Mama nggak marah lagi,” ucap Gendis sambil tersenyum lega melihat beberapa pesanannya sudah diproses dan siap diantarkan. Tak lupa, ia juga memesan makanan yang sama untuk ayah dan ibunya. ••• Sementara itu, ibu Rain tampak masih kesal. Pagi itu, di ruang makan, ia mengeluh dengan wajah muram. “Mama masih nggak percaya Rain jahat ke Mama,” ucapnya dengan suara bergetar menahan sakit hati. “Tapi masa sih, Ma, nggak ada masalah pemicu?” tanya ayah Rain dengan nada hati-hati. “Jadi maksud Papa, Rain bisa marah karena Mama? Iya?” ucap ibunya dengan nada meninggi, matanya berkaca-kaca. “Loh, Papa kan tanya? Apa pemicu kemarahan Rain?” ucap ayah Rain dengan dahi berkerut. “Mama nggak tahu, Pa. Apalagi Gendis cuma diam aja, nggak satu pun dia tegur Mama. Terus Mama Papanya malah ikutan marahin Mama, terutama Mamanya Gendis,” ucap ibu

  • PELAN PELAN SAYANG    145 - FITNAH ANAK SENDIRI

    “Rain usir Mama dari dia, Pa. Mama malu...” ucap ibunya sambil menangis sesenggukan. “Mengusir Mama? Kenapa? Alasannya apa?” tanya ayahnya dengan wajah terkejut. “Mama juga bingung. Mama cuma mau tegur aja, tapi dia nggak suka. Saksinya temen arisan Mama, karena kita tadi belanja di supermarket bareng. Mama malu banget, Pa...” ucap ibu Rain yang tak hentinya menangis, wajahnya memerah menahan perasaan. “Kok bisa, Ma? Ada apa sebelumnya?” tanya ayahnya lagi dengan nada lembut, mencoba memahami. “Mama nggak ngerti, Pa. Itu juga bukan cuma di depan temen Mama, tapi di depan mertuanya. Kebetulan dia lagi sama mertuanya. Mama sakit hati diusir kayak gitu...” ucap ibu Rain sambil terisak, menutupi wajah dengan kedua tangannya. “Papa coba telepon dia,” ucap ayah Rain akhirnya, mencoba mencari jalan tengah. “Jangan, Pa... Nggak perlu. Biar aja kalau dia nanti sudah reda sendiri. Mama nggak mau jadi masalah lain lagi,” ucap ibunya sambil terisak makin dalam. “Ya sudah... Mama tena

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status