Di dalam kamar Presidential Suite yang diselimuti keheningan di lantai 30 Hotel Imperial Palace, Clive Zenith masih terlelap dalam tidurnya. Ini bukan tidur yang damai. Ini adalah sebuah pemulihan yang dipaksakan oleh tubuhnya, sebuah hibernasi singkat untuk memperbaiki kerusakan yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Efek samping dari pengambilalihan tubuh oleh Ashura terasa seperti api dingin yang menjalar di setiap serat sarafnya, sebuah gema rasa sakit yang terus berdenyut bahkan dalam tidurnya.
Sekitar pukul 10 pagi, pintu suite yang berat itu terbuka tanpa suara. Aurora Atremides melangkah masuk dengan hati-hati. Ia telah berhasil mendapatkan kunci cadangan dari manajer hotel dengan sedikit paksaan—menggunakan nama Atremides memang memiliki keistimewaannya. Di tangannya, ia membawa sebuah kotak bento yang ia siapkan sendiri pagi itu, sebuah tindakan yang belum pernah ia lakukan untuk siapa pun sebelumnya.Ia mendapati Clive masih terlelap di atas ranjang suPagi harinya, di kantor Direktur utama Zenith Corp, suasana terasa penuh dengan energi dan optimisme yang baru. Clive, bersama Nelson dan Zhuxin Wang, sedang meninjau laporan keuangan dan cetak biru holografik dari proyek revitalisasi sebuah distrik perumahan mewah. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, perusahaan itu tidak lagi hanya bertahan hidup, tetapi mulai merencanakan untuk kembali berjaya.Di tengah diskusi mereka yang serius, ponsel pribadi Clive berdering dengan nada yang lembut. Clive menatap layar ponsel nya.Melihat nama "Aurora Atremides" yang bersinar di layar, Clive memberi isyarat pada Nelson dan Zhuxin untuk berhenti sejenak. Ia berjalan ke arah jendela besar yang menyajikan pemandangan kota Rose Valley, membelakangi mereka untuk mendapatkan sedikit privasi."Halo, Aurora. Ada apa kau meneleponku?" tanya Clive, nadanya terdengar ringan."Clive," suara Aurora terdengar dari seberang, nadanya kini berbeda dari percakapan mereka
Setelah kejadian itu, jantung Zhuxin Wang masih berdegup kencang. Ia, yang dikenal sebagai "Ratu Es" di dunia bisnis Rose Valley, yang telah menolak lamaran dari puluhan tuan muda keluarga besar tanpa mengedipkan mata, kini duduk di sofa di kantornya sendiri, wajahnya memerah seperti kepiting rebus.Clive berlutut di hadapannya, satu tangannya dengan lembut memegang pergelangan kakinya yang terkilir. "Jangan digerakkan, Nona Wang," katanya dengan suara tenang.Aura hijau yang lembut dan hangat mulai menguar dari telapak tangannya, menyelimuti pergelangan kaki Zhuxin. Rasanya luar biasa nyaman. Rasa sakit yang tajam seketika mereda, digantikan oleh kehangatan yang seolah meresap hingga ke tulang.Kehangatan ini... batin Zhuxin, pikirannya berkecamuk. Bukan hanya dari Cure Tension-nya. Sentuhannya... tatapannya yang fokus... kenapa jantungku tidak mau berhenti berdebar? Selama bertahun-tahun, ia membangun dinding es di sekelilingnya, memandang pria sebagai p
Pagi harinya, udara di taman belakang kediaman Zenith terasa segar dan penuh dengan energi kehidupan. Proyek renovasi Nelson telah selesai dengan sempurna, mengubah halaman yang tadinya biasa saja menjadi sebuah replika miniatur dari Hutan Makaoka yang menenangkan. Clive duduk bersila di atas sebuah batu datar yang hangat oleh sinar matahari pagi, matanya terpejam dalam meditasi. Ia menyerap energi alam di sekelilingnya, menenangkan riak-riak sisa dari pertempuran internal dan eksternal beberapa hari terakhir. Setelah kepuasan dari melihat rencananya berjalan mulus, ia membutuhkan ketenangan ini untuk kembali menemukan pusat dirinya."Tuan Muda."Suara Nelson yang tenang memecah keheningan. Clive membuka matanya. Tangan kanannya yang setia itu berdiri di dekatnya, membawa nampan berisi secangkir kopi hitam yang mengepulkan uap dan sepiring kentang goreng yang masih panas."Ada apa, Nelson?" tanya Clive, mengambil cangkir kopi itu.Nelson menyerahk
Di dalam ruang keluarga utama Mansion Atremides, keheningan terasa dingin dan berat. Cahaya sore keemasan menerobos masuk melalui jendela-jendela raksasa yang menghadap ke taman mansion keluarga Atremides yang luas, namun sinarnya seolah tak mampu menghangatkan suasana di dalam. Atmosfer ruangan itu kaku, seakan seluruh udara dipenuhi oleh tekanan tak kasat mata.Aurora Atremides duduk di atas sofa beludru putih yang megah, punggungnya tegak, kedua tangan bertaut di pangkuan, dan kepalanya sedikit menunduk. Rambut hitamnya menjuntai lembut di sisi wajahnya yang pucat. Di hadapannya duduk kedua orang tuanya—Berry Atremides, dan Milla Atremides, wanita anggun dengan mata sekeras berlian."Aurora," suara Milla akhirnya memecah keheningan, nadanya halus namun mengandung ketegasan tajam seperti pisau bedah. "Kami membesarkanmu untuk menjadi wanita yang cerdas dan bijaksana. Kami memberimu kebebasan lebih dari yang didapatkan oleh gadis-gadis bangsawan lain. Tapi kau mem
Setelah keajaiban di kamar rumah sakit itu mereda, dan setelah Paul White yang telah diremajakan kembali beristirahat dengan tenang, Clive tahu waktunya di sana telah usai. Ia berpamitan dengan Zahra dan Rossa di lobi rumah sakit yang kini sunyi."Clive, terima kasih," kata Zahra, memeluknya dengan kehangatan seorang ibu. "Kau telah memberikan keluarga kami lebih dari yang bisa kami bayangkan."Rossa hanya mengangguk, matanya yang indah masih sedikit sembab karena air mata bahagia. "Hati-hati, Clive. Hubungi aku jika kau butuh apa pun.""Pasti," jawab Clive sambil tersenyum. "Kalian juga, jaga Paman Paul baik-baik."Ia menolak tawaran mereka untuk diantar dan memilih memanggil taksi maglev sendiri. Saat ia duduk di dalam kendaraan yang meluncur tanpa suara itu, ia menatap gedung Rumah Sakit Healing Wings yang menjulang. Misi pertamanya telah selesai. Ia berhasil mendapatkan obat itu dan menyelamatkan nyawa sekutunya.Ponselnya berdering d
Di dalam kamar VIP Rumah Sakit Healing Wings yang sunyi dan steril, waktu seolah berhenti. Tiga pasang mata tertuju pada satu titik: pada pil hitam pekat seukuran mutiara yang kini berada di telapak tangan Paul White yang gemetar. Di satu sisi, ada janji mustahil dari seorang pemuda putra dari sahabat baiknya yang telah lama meninggal dunia. Di sisi lain, ada realita pahit dari vonis dokter dan mesin-mesin medis yang berbunyi monoton.Paul White, seorang patriark yang seumur hidupnya mengambil keputusan berdasarkan data, logika, dan probabilitas, kini dihadapkan pada sebuah pilihan yang sepenuhnya didasarkan pada iman. Ia menatap wajah istrinya, Zahra, yang berusaha tegar namun matanya tak bisa menyembunyikan keputusasaan. Ia menatap putrinya, Rossa, yang menggenggam tangannya dengan erat, menyalurkan semua harapan mudanya lewat sentuhan itu. Lalu ia menatap Clive.Di mata pemuda itu, Paul tidak melihat kesombongan atau kebohongan. Ia melihat sebuah ketenangan yang