Share

Pertarungan Maut Dua Pendekar Hebat

Lagi-lagi terjadi ledakan. Pisau Liman Kuring melesat kembali ke genggaman Kijar. Sedangkan tubuh Westi masih meluncur ke dasar jurang. Dalam keadaan terdesak, Westi tancapkan cundrik ke dinding tebing. Cundrik menancap pada batu, sehingga dapat digunakan Westi untuk bergelantungan.

Westi melihat di samping kanannya ada pohon cukup besar yang akarnya mencengkeram kuat pada batu dinding tebing. Dia lepas selendang yang melingkari di pinggang dengan tangan kiri. Selendang ungu dilemparkan ke batang ponon dengan gunakan tenaga dalam.

Ujung selendang mengikat erat pada batang pohon. Westi segera mencabut cundrik sekaligus menarik selendang dengan tangan kiri. Cepat sekali tubuh Westi melesat ke arah pohon. Dengan ringannya dia telah berdiri di atas batang pohon itu.

Wajah Westi menengadah ke atas. Pada jarak puluhan tombak di atasnya, terlihat Bunga Puspajingga. Sedangkan di puncak gunung sana masih terlihat sosok Kojar yang berdiri dengan congkaknya. Kojar merasa telah berada di atas angin.

”Hehehehe..., Westi Ningtyas yang cantik dan suka selingkuh, apa yang kamu lakukan di bawah sana?” tanya Kojar dengan nada mengejek. ” Bagaimana kalau kau naik ke sini saja dan bercinta denganku, manis, hehehe...! Kujamin kamu akan puas.”

”Kojar! Jangan tertawa-tawa kayak orang gila! Turunlah ke tebing ini untuk memperebutkan Bunga Puspajingga! Jangan hanya mau enaknya saja hendak merampas bunga ini dari orang lain!” Westi ganti mengejek.

”Heheheh..., untuk apa aku turun? Aku di sini saja lebih enak. Menunggumu di sini sampai kau memetik bunga itu. Setelah bunga kau petik, aku bunuh kau dengan pisauku ini. Nah, aku nanti tinggal mengambil bunga yang jatuh di dasar jurang bersama mayatmu.”

”Itu bukan cara ksatria, Kojar. Kalau kau berjiwa ksatria, harus berani menyabung nyawa untuk memperebutkan bunga ini. Kalau kau ksatria, mestinya berani turun untuk memetik bunga ini.”

”Untuk apa repot-repot pakai cara ksatria segala? Yang penting, aku nanti bisa mendapatkan bunga itu,” kata Kojar disertai tawa ajekannya. “Ramuan bunga itu nanti bisa meningkatkan tenaga dalamku.”

“Dasar licik, maunya kamu tidak banyak menggunakan tenaga, tetapi bisa mendapat hasil melimpah,” ejek Westi. “Heh, mana ada orang yang mau memetik bunga itu? Apalagi kalau mereka tahu bahwa kamu akan merampok Bunga Puspajingga.”

“Pasti ada yang memetik bunga itu,” kata Kojar dengan nada tenang. ”Nanti kalau berhasil mendapatkan Bunga Puspajingga, akan kugunakan untuk menajamkan pisauku. Sisanya untuk meningkatkan kejantananku, hehehehehe...!”

”Jantan? Dirimu laki-laki jantan? Heh, siapa yang percaya bahwa dirimu benar-benar laki-laki jantan?” tanya Westi sinis. “Sepanjang waktu yang kuketahui, kamu hanya mampu mengintip orang lain yang sedang bercinta.”

 “Kau merasa puas kalau berhasil mengintip orang bercinta,” lanjut Westi. “Iya kan. Itu baru satu bukti bahwa kamu bukan laki-laki jantan.”

“Bukti yang lain, nyatanya sekarang kamu tak berani turun ke tebing ini untuk memperebutkan bunga yang kamu incar. Kalau kamu laki-laki jantan, kamu pasti berani menghadapi tantangan duel dari seorang wanita!”

Darah Kojar mendidih karena hinaan Westi yang terlalu tandas. Terlalu mendasar. Hal ini sudah sangat menyinggung harga diri sebagai sosok manusia yang berani mengaku sebagai laki-laki!

”Sundal iblis! Rupanya kau sudah ngebet untuk nyusul Banawa, hiaaat!” kata Kojar sambil mencabut dua pisau yang menyilang di dada. Dia segera melompat ke jurang.

Kojar menggunakan pisau di tangan kanan dan kiri untuk menempel di tebing. Kedua pisau ditancapkan di bebatuan dinding tebing. Lalu bergerak cepat ke sisi kanan Westi. Di sana ada batu besar menonjol untuk digunakan berpijak.

Jarak batu besar yang menyatu dengan dinding dari pohon yang digunakan Westi untuk berpijak cukup jauh. Lebih dari sepuluh tombak. Kini antara Kojar dan Westi sudah berhadapan dengan jarak sepuluh tombak.

Kaki Kojar berpijak di batu besar yang menonjol dari dinding tebing, sedangkan kaki Westi menapak di batang pohon yang mencengkeram kuat pada batu dinding tebing juga.

Di atas mereka berkelebat-kelebat sekuntum Bunga Puspajingga karena tiupan semilir angin. Bunga sakti itulah yang sama-sama mereka inginkan. Sedangkan di bawah mereka ada dasar jurang menganga yang siap memangsa siapa pun yang jatuh dari puncak gunung!

Dalam benak Kojar berkembang pemikiran untuk menumbangkan pohon yang digunakan Westi untuk berpijak. Dia akan gunakan pisau-pisaunya untuk menumbangkannya.

Pada saat yang sama, Westi juga berkeinginan menghancurkan batu besar yang digunakan Kojar untuk berpijak. Westi akan gunakan butiran peledak dan cundrik saktinya untuk menghancurkan batu besar itu.

Kojar melemparkan pisau sakti andalannya ke batang pohon tempat Westi berpijak. Pisau Liman Kuring yang pancarkan sinar merah membara melesat menuju sasaran.

Westi juga melemparkan cundrik ke arah batu besar tempat Kojar berpijak. Cundriknya melesat cepat dalam keadaan berputar sesar.

Dhuarrr!

Dua senjata sakti beradu lagi. Keduanya sama-sama kembali ke genggaman pemiliknya. Kojar gusar, dia lemparkan pisau yang dicabut dari deretan pisau yang menyilang di dada.

Dia melemparkan ke arah pohon yang diinjak lawannya. Westi mengeluarkan sebutir peledak dari balik baju dan langsung dilemparkan ke arah batu yang dipijak Kojar.

Kembali terjadi ledakan dahsyat  karena bertabrakannya dua senjata yang dilemparkan. Pisau Kojar patah menjadi beberapa bagian dan meluncur jatuh ke dasar jurang.

Kedua pendekar bertempur jarak jauh dengan saling melempar senjata masing-masing ke arah lawan. Namun mereka sama-sama tangguh, sehingga belum pernah ada satu pun senjata lawan yang mengena sasaran.

Sampai suatu saat Westi maupun Kojar menyadari bahwa senjata mereka semakin berkurang. Westi tinggal memiliki tiga butir peledak, sedangkan pisau di dadanya tinggal dua bilah.

Westi menemukan cara untuk mendekati Kojar. Dia ikat dua selendang panjangnya. Lalu ujung selendang diikatkan pada batang pohon, sedangkan ujung yang lain diikatkan pada pinggangnya. Dengan gerakan tak terduga, dia melompat ke arah Kojar sambil menusukkan cundrik ke dahi lawannya itu.

Tentu saja Kojar sangat kaget dengan kenekadan Westi. Maka dia tangkis dengan Pisau Liman Kuring. Ledakan terjadi mengakibatkan tubuh Westi terlontar ke belakang. Menapak kembali di atas pohon tempatnya berpijak tadi.

Kaki Westi menggenjot batang pohon untuk melesat lagi ke arah lawan sambil lemparkan sebutir peledak ke dada Kojar. Kali ini Kojar tak mau menangkis, karena ledakannya bisa membuatnya terlontar ke belakang. Sehingga tubuhnya bisa jatuh ke jurang. Kojar melentingkan tubuhnya ke atas, dengan tetap tegak di atas batu pijakan.

Sebutir peledak tadi melesat di bawah kaki Kojar. Menghantam dinding batu hingga meledak. Menimbulkan beberapa batu hancur menjadi serpihan. Serpihan-serpihan batu berjatuhan ke dasar jurang.

Westi berhasil menapakkan kakinya di batu besar tempat Kojar tadi berpijak. Sedangkan Kojar yang berada di atas Westi melesat ke bawah sambil menusukkan pisau saktinya ke kepala Westi. Untungnya Westi waspada. Dia ayunkan cendriknya ke atas untuk menangkis pisau Kojar.

Dhuarrr!

Tubuh Kojar terdorong ke belakang beberapa tombak. Punggungnya menghantan dinding tebing. Lalu tubuhnya meluncur ke jurang!

Westi tergeletak di batu besar yang tadi digunakan Kojar untuk berpijak. Tubuhnya masih diikat selendang yang terikat pada batang pohon.

*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status