Share

TERBAWA SUNGAI JAGO

Tombak yang dipakai Angga terus menghantam lawan. Akan tetapi, tidak sampai melukai terlalu parah, karena lawannya adalah golongan putih. Dia tidak bisa membunuh orang tak berdosa.

Namun dia sangat ingin mengakhiri hidup Seta Jelang, juga perempuan yang menjadi saksi. 

Sayangnya seberapa kuat dia bertempur, dia hanya sendirian. Tak mungkin dia bisa bertahan tanpa membunuh. Itu membuatnya dalam situasi yang sulit. 

KRASS!

Sebuah sayatan pedang mengenai betisnya, sehingga darah mengucur. Luka itu adalah sabetan keempat yang harus dia terima selama pertempuran. 

"Oh, Dewata ... aku akan tewas dalam keadaan seperti ini," keluh Angga Saksana, merasa putus asa dengan nasib yang dialaminya. 

Tewas dalam keadaan sebagai tersangka pembunuhan, itu sangat memilukan. Angga tak ingin mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh ayahnya dulu, yaitu mati di tiang gantungan. 

Ketika Angga nyaris kehabisan tenaga, tiba-tiba hujan turun. Kejadian itu membuat situasi pertarungan menjadi berbeda, karena hujan deras menghalangi pandangan. 

AUM! AUM!

Tiba-tiba ada suara harimau terdengar di tempat tersebut. Jelas hal itu membuat banyak tokoh golongan putih ketakutan. 

Suara itu adalah auman khas macan kumbang, hewan paling ditakuti di daerah tersebut. 

"Apa betul pemuda itu memiliki kekuatan hewan legenda itu?" tanya Ketua Partai Telaga Emas penasaran.

"Bedebah! Pemuda itu meloloskan diri!" teriak Seta Jelang saat mendapati Angga sudah tak ada lagi di tempat tersebut. 

"Ke mana dia pergi?" tanya Ketua Partai Telaga Emas yang menyesal tidak fokus pada pertarungan. 

"Dia pergi ke arah timur, di mana Sungai Jago berada!" ucap salah satu orang yang melihat Angga melarikan diri. 

"Ayo, kejar! Pembunuh itu tak akan selamat dari dahsyatnya Sungai Jago!" perintah Seta Jelang. 

Seta Jelang yakin bahwa Sungai Jago hanya memiliki satu jalan, tidak ada jalan lain. Jika melarikan diri ke sungai tersebut, maka sama saja mengantarkan nyawa.

***

Angga tampak bingung ketika menatap sungai besar di depannya. Sedangkan orang yang menginginkan nyawanya sudah semakin dekat. 

"Kau harus selamat. Buktikan jika kau tidak bersalah." Ucapan itu terngiang di telinga Angga. 

Itu adalah ucapan terakhir yang dia dengar sebelum meninggalkan kediaman gurunya. Dia kemudian menatap sebuah cincin permata berwarna hijau yang melingkari di jari kelingkingnya. 

"Kau adalah putra seorang kesatria hebat pada zamannya. Kesaktian dari Macan Kumbang yang melindungimu, tidak terbatas," ucap sang guru ketika menceritakan tentang bagaimana ayahnya dulu. 

Angga Saksana sebenarnya datang ke Sindang Nagara untuk mencari jati diri. Akan tetapi karena kini nasibnya di ujung tanduk, dia tidak punya pilihan lain selain melompat ke sungai. Dia terpaksa pergi sementara untuk menyelamatkan diri. 

BYARRR!

Angga Saksana terjun ke Sungai Jago yang airnya sangat deras, hingga dia hanyut terbawa arus sungai. Dia berusaha bertahan, namun tenaganya sudah habis. Dia tak tahu lagi apa yang akan terjadi selanjutnya. Hanya keajaiban yang menyelamatkannya. 

Sementara itu, dari kejauhan puluhan orang sampai di tepi Sungai Jago. Mereka melihat dengan jelas bagaimana tubuh Angga Saksana terombang-ambing terbawa air bah yang dahsyat. 

"Tidak ada yang pernah selamat dari Sungai Jago. Di sungai ini ada ratusan buaya, dan arusnya berujung ke Laut Selatan,” ucap Seta Jelang yang yakin bahwa Angga Saksana akan tewas terbawa arus Sungai Jago. 

"Apa yang harus kita lakukan? Baginda Raja tidak akan percaya jika tidak ada bukti bahwa Macan Kumbang sudah tewas," tanya perempuan muda yang tadi menjadi saksi pembunuhan Ranu Paksi.

Pertanyaan itu ternyata membuat semua orang tertunduk, karena mereka merasa gagal menjalankan tugas.

"Tidak ada jalan lain, selain kita berbohong kepada Baginda Raja," ucap Seta Jelang sambil mengepalkan tinju. 

Ketua Partai Telaga Emas yang mendengar hal tersebut cukup terkejut. Karena bagi golongan putih, kebohongan adalah perbuatan jahat. 

"Apa yang kau rencanakan, tuan Seta Jelang?" tanya perempuan yang menjadi saksi pembunuhan Ranu Paksi. 

Setelah lama berpikir, akhirnya Seta Jelang menjawab, “Kita harus membuat bukti palsu. Kita bisa mengambil salah satu mayat prajurit yang tewas, karena tidak ada golongan putih yang terbunuh oleh Macan Kumbang.”

 “Aku tidak setuju!” Ketua Partai Telaga Emas menolak usulan tersebut. Begitu juga dengan tokoh golongan putih lainnya. Sebab, hal itu tidak sesuai dengan hati nurani mereka. 

“Tuan sekalian yakin bisa menerima amarah Raja jika dia tahu kita kehilangan Macam Kumbang di Sungai Jago? Semua orang yang ada di sini akan mati sebagai hukumannya. Tuan mau begitu?” 

“Ta-tapi ….” 

“Nyawa semua orang yang ada di sini sedang terancam.” 

Seta Jelang mencoba meyakinkan Ketua Partai Telaga Emas dan seluruh tokoh golongan putih, hingga akhirnya mereka tidak punya pilihan lain selain setuju. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status