Setelah sepakat, semua pasukan yang berada di tepi Sungai Jago kemudian bergegas menuju kerajaan. Mereka membawa mayat seorang prajurit yang didandani dengan pakaian hitam seperti Macan Kumbang. Wajahnya sengaja di hancurkan agar tidak dapat dikenali lagi oleh orang Kerajaan Sindang Nagara.
Semua orang yang berada di tempat tersebut pun disumpah untuk tidak membocorkan rahasia. Jika ketahuan, akan dihukum gantung sebagai seorang pengkhianat.
Dan ketika mereka sampai di Istana Sindang Negara, Raja langsung memerintahkan untuk menghukum mayat yang dikatakan sebagai mayat Macan Kumbang. Semua orang akhirnya berkumpul di depan istana untuk meyaksikan mayat tersebut dibakar.
Ketika api menyala dilemparkan pada mayat, semua orang bertepuk tangan. Kini berita kematian Macan Kumbang langsung tersebar ke seluruh pelosok negeri.
***
Ketika hujan sudah mereda, sebuah kelompok dengan lima anggota sedang beristirahat di dekat Sungai Jago. Kelompok tersebut sedang dalam perjalanan dari kaki Gunung Manglayang menuju Kerajaan Paladu yang berada di barat. Kelompok yang terdiri dari seorang lelaki paruh baya, seorang perempuan cantik, dan juga tiga pemuda itu akhirnya memilih berlindung di sekitar Sungai Jago.
"Apa Paman Jati bisa mengantarku ke Sungai Jago?” tanya gadis muda yang duduk di batang kayu besar yang sudah roboh.
"Bukankah Sungai Jago baru saja meluap setelah hujan tadi?" tanya orang bernama Jati Luhur, tampak kaget dengan permintaan junjungannya. Lelaki tua paruh baya itu khawatir terjadi apa-apa jika gadis itu ke pinggir sungai.
"Sepertinya Sungai Jago sudah mulai surut. Aku ingin membersihkan tubuhku yang terkena lumpur tadi," ucap Tuan Putri. Tuan Putri memang sedikit manja kepada ajudannya, terlebih hanya lelaki itu yang bisa dipercaya.
Sebelumnya mereka membangun tenda di tepi sungai. Namun ketika hujan deras tiba, mereka harus berpindah tempat karena air sungai meluap. Kelimanya kemudian berlindung di bawah sebuah pohon rindang dengan membuat saung sederhana beratapkan daun pisang. Sayangnya tanah di sekitar sungai yang becek akhirnya membuat pakaian dan kaki mereka jadi kotor.
“Baik, Tuan Putri.”
Jati Luhur, ajudan sang putri yang sudah lanjut usia itu akhirnya menyetujui keinginan junjungannya, karena tiga orang lainnya tidak berani membersamai Tuan Putri. Mereka takut tergoda dengan kecantikan sang putri.
Selain itu, tiga orang pemuda desa memang sengaja dibayar untuk mengawal Tuan Putri setelah sang prabu dan pasukannya pulang terlebih dahulu.
Hal itu karena situasi di Kerajaan Paladu sangat genting. Banyak pengawal Tuan Putri yang memiliki kedigdayaan, hilang secara misterius. Oleh karenanya, prabu memilih membayar pemuda biasa dalam perjalanan putrinya kali ini.
Ketika sampai di sungai, Tuan Putri langsung membersihkan diri. Sementara itu, Jati Luhur menunggu dan mengawasinya dari kejauhan. Lelaki paruh baya itu berdiri di sebelah pohon besar.
“Aaahhh!”
Jati Luhur terkejut ketika Tuan Putri tiba-tiba berteriak. Dia langsung berlari menemui sang putri yang tampak pucat.
"Ada apa, Tuan Putri?" tanya Jati Luhur.
"Ada mayat yang menggantung di cabang pohon di atas sungai itu? Seperti manusia yang terbawa arus sungai," ucap Sang Putri sambil menunjuk pohon yang menjorok ke sungai.
Melihat hal tersebut, Jati Luhur juga kaget. Spontan dia langsung menelusuri sungai dengan berenang ke tempat sosok tubuh yang ditunjuk putri. Beruntung air sungai sudah sedikit surut, hingga tinggi air hanya sebatas dada Jati Luhur.
Ketika sampai, perlu tenaga ekstra untuk memastikan kondisi sosok tersebut. Jati Luhur hanya bisa memegang tangannya saja dari atas air. Dia langsung memeriksa nadi pada pergelangan tangan tubuh yang terkulai lemah tersebut, dan ternyata masih terasa.
"Apa dia masih hidup, Paman Jati?" tanya Tuan Putri penasaran.
“Pemuda ini masih bernapas, namun sulit sekali membawanya ke tepian,” keluh Jati Luhur.
Sosok pemuda yang tersangkut cabang pohon itu sebagai tubuhnya terkena air. Namun karena air cukup dalam, cukup sulit membawanya ke tepi sungai sendirian.
“Baiklah. Aku akan meminta bantuan kepada tiga pemuda desa.” Tuan Putri langsung berlari menuju ke tempat ketiga pemuda berada.
“Apakah kalian bisa membantu Paman Jati menurunkan tubuh pemuda yang tersangkut di atas pohon dekat sungai?” tanya sang putri pada tiga pemuda yang mengawalnya.
Mereka bertiga seketika mengangguk, lalu mengikuti putri menuju yang langsung mengajak tiga pemuda yang sedang membersihkan tempat peristirahatan sebelumnya itu.
Paman Jati dan tiga pemuda itu akhirnya berhasil menurunkan tubuh Angga dari cabang pohon dan membawanya ke tepian, setelah bertahan dari derasnya air sungai. Mereka hampir gagal karena beberapa kali terpeleset dan tersandung bebatuan yang tidak tampak dalam air.
"Hanya manusia hebat yang masih bertahan dengan luka seperti ini," ucap Jati Luhur melihat luka pemuda yang tak lain adalah Angga Saksana.
Memang ada banyak luka bacokan dan tusukan di beberapa bagian tubuhnya. Darah yang keluar dari dari luka juga banyak, sehingga kulit si pemuda tampak pucat.
"Apa paman bisa membuat pemuda ini siuman?" tanya Tuan Putri. Gadis cantik jelita itu khawatir dengan keselamatan si pemuda.
"Akan saya coba, Tuan Putri!" ucap lelaki paruh baya tersebut.
Setelah itu dilanjutkan dengan adat perkawinan antara Adyaksa dengan Lintang Ayu Wardani. Keduanya dinikahkan oleh sesepuh yaitu tak lain adalah Aki Jati Luhur.Angga harus menjadi wali bersama ayahnya, Prabu Bajra Wastu Kencana.Di tempat itu juga diadakan sebuah adat ketika seorang adik melangkahi kakaknya dalam sebuah pernikahan. Angga harus lari kemudian dikejar oleh Adyaksa sampai dapat. Sebagai bukti bahwa Anggara Wastu Kencana telah rela jika adiknya menikah, sebuah adat yang akan terus dijaga sampai ratusan tahun ke depan."Kenapa aku mau disuruh berlari?" ucap Angga sambil garuk-garuk kepala. Namun dia tampak kaget ketika di antara penonton ada seorang perempuan yang tersenyum kepadanya. Hal itu jelas membuat dirinya kaget bukan main, mungkin takut diajak nikah seperti adiknya."Apa yang terjadi kepadamu?" tanya Ranu Paksi kepada muridnya yang tampak bingung."Ada urusan pribadi yang sedikit mengganggu, paman" ucap Angga."Apa yang bisa aku bantu?" tanya Ranu Paksi mencoba me
"Tentu saja, sekali gerakan kau akan kehilangan kepalamu.""Kenapa kau paham dengannya?""Tentu saja, ketika kau sibuk di Istana. Aku mengangkat seorang murid yaitu dirinya." ucap Semanik yang seakan membuat Pangeran Mandura tidak percaya hal itu terjadi.Pangeran Mandura tetap menganggap Angga seperti dulu, hanya orang lemah yang tidak punya kemampuan apa-apa."Jadi apa yang akan kau lakukan jika aku tetap akan berangkat?" tanya Pangeran Mandura yang malah kecewa dengan ayahnya yang justru memberikan kemampuan kepada orang lain. Padahal Pangeran Mandura sendiri yang tak pernah pulang ketika berada di Istana Sindang Nagara dimana akan dilakukan prosesi Raja baru."Aku yang akan membunuhmu!"Jelas semua orang kaget dengan ucapan dari Semanik. Tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan oleh resi yang paling berpengaruh itu."Partai Ngarai Biru adalah milik Anggara Wastu Kencana, jadi akan setia terhadap yang sah apapun yang terjadi!"Beberapa orang yang mendengarkan ucapan dari Seman
"Bukan, aku bukan putra Mahkota. Sudah ada Raja baru yang akan memimpin Nagarawangi ke depannya." ucap Angga yang kini bicara sendiri namun menggunakan suara yang berbeda dengan aslinya.Mendengar hal itu jelas membuat Pangeran Mandura terkejut bukan main, tak mengerti siapa yang akan meneruskan tahta Sindang Nagara."Siapa yang kau maksud?" tanya Pangeran Mandura tampak penasaran."Satu yang pasti bukan dirimu!"Angga malah bicara seenaknya yang membuat Pangeran Mandura jelas tersinggung, lawannya tahu niatnya. Meskipun masih penasaran, namun rasa kesal lebih menumpuk di dirinya.Angga sama sekali tidak menjelaskan bahwa yang akan menjadi Raja adalah Adyaksa yang menikahi Gusti Putri Lintang Ayu Warda
“Maafkan Ayah, Aku sedang urusan penting di Hutan Mati. Sepertinya tempat kita dulu sangat cocok untuk dijadikan tempat perjuangan mendapatkan tahta Sindang Nagara.” ucap sang anak yang tidak merasa sedih akan kematian adiknya sendiri itu.“Mau kau jadikan apa anakku? Bukankah bencana dahsyat itu sudah memperingatkan kita untuk tidak gegabah di sana?” Sang Ayah mencoba untuk memberi masukan kepada anaknya yang semakin hari semakin tidak jelas pikirannya.“Tenang saja ayah, tidak akan terjadi apa-apa. Sindang Nagara sedang kosong, ini kesempatan kita untuk mendapatkan tahta itu.”Anak tersebut adalah Pangeran Mandura semakin bersemangat untuk melancarkan hasrat terpendam nya. Hasrat yang selama ini tertutup oleh sang ayah, yang ternyata adalah seseorang yang mengabdi lama di Sindan
Angga berteriak ketika ada sebuah senjata menyerang, jelas membuat Prana Shinta kaget. Namun dapat ditahan menggunakan tangan, sehingga serangan tidak datang lagi.JLEP!Sebuah anak panah terbang dengan sangat cepat, langsung mengenai pohon. Beruntung tidak kena ke tubuh tiga orang yang sedang berjuang."Hei bayangan hitam, siapa kau? Cepat tunjukan siapa kau?" tanya Prana Shinta sambil mengeluarkan pedang miliknya."Apa yang akan kita lakukan?" tanya Prana Shinta sambil waspada terhadap serangan."Kita harus berpencar, supaya ketahuan dimana sebenarnya serangan datang!"Keduanya berpencar seraya mencari dari mana asal serangan yang datang. Namun aneh
"Raja, aku di sini," ucap perempuan yang menjadi pasangannya. Tampak jika perempuan itu tertimpa reruntuhan, namun dia bisa selamat dari kematian."Syukurlah kau tidak apa-apa, ayo kita pergi dari sini. Kita tunggu apakah ada orang yang datang atau tidak," ucap Raja yang ternyata masih hidup. "Menurut dugaan pasti ada serangan lain yang akan merebut Nagarawangi!"Keduanya kemudian pergi dari reruntuhan yang membuat mereka terluka. Ada yang lecet, ada juga yang terluka dalam hingga perlu pertolongan temannya.Dua puluh persen dari semua kekuatan memang masih bisa bertahan, mereka memutuskan untuk kembali ke kediaman Raja. Mengikuti apa yang diperintahkan oleh Raja bahwa akan mengawasi jika serangan datang.***