Serangan mereka berdua terus berlanjut, Jalu yang dibuat kerepotan akhirnya terkena sayatan dari pedang Karya di rusuknya. Darah mengalir keluar cukup deras dan berwarna kehitaman. Menyadari senjata lawannya mengandung racun, Jalu menempelkan telapak tangan kanannya dan menekan luka tersebut.Secara perlahan, luka sayatan tersebut mengering dan keluar asap hitam yang berbau sedikit busuk. Jalu tersenyum kecil melihat hal tersebut. Pelajaran yang diberikan Caraka dalam menangani racun ternyata sangat berguna untuknya.Di sisi lain, Janaka berpikir sesuatu telah terjadi pada Jalu dan menemukan celah untuk menyerang, Dia bergerak cepat dan melepaskan serangan. Lelaki tua bertubuh pendek kekar berjuluk pendekar tombak Sambernyawa itupun kemudian mengeluarkan salah satu jurusnya yang cukup ditakuti di dunia persilatan, jurus Tombak Peregang Nyawa."Mati kau!" Selama tombaknya bisa menyentuh lawan, Janaka yakin bisa menyerap tenaga dalam dan energi kehidupan yang dimiliki lawannya.Nyatany
"Bocah gila, terimalah seranganku!"Dalam satu hentakan kakinya, Janaka yang tidak bisa menahan emosinya tiba-tiba saja langsung melesat memberi serangan.Pertarungan jarak dekat pun terjadi. Serangan kaki dan tangan Janaka menjelajah setiap area bagian tubuh Jalu yang terbuka. Dengan kecepatan yang dimilikinya, Jalu menghindari setiap serangan Janaka tanpa kesulitan yang berarti.Pertarungan antara dua orang pendekar yang memiliki perbedaan jauh dalam hal rentang usia itu terjadi dengan cepat. Hanya dalam hitungan detik sudah belasan kali keduanya bertukar serangan dan terlihat jika Jalu bisa menguasai jalannya pertarungan.Janaka yang awalnya penasaran dengan kemampuan Jalu dan ingin mencoba kemampuannya terlebih dahulu, akhirnya mau tidak mau harus melibatkan Karya dalam pertarungannya kali ini. Dia merasa kalau bertarung sendiri tidak akan bisa mengalahkan pemuda tersebut. Jadi bantuan Karya akan sangat dibutuhkannya agar segera bisa menyelesaikan pertarungan."Karya, bantu aku!"
Nafas Janaka sudah mulai tidak teratur, serangan jarak jauhnya ternyata juga tidak efektif dan malah membuat tenaga dalamnya berkurang drastis. Beruntung Karya masih memiliki cadangan tenaga dalam dan segera mengalirkannya ke tubuh temannya itu untuk memulihkannya."Dia sangat sulit untuk dikalahkan, Karya ... Kita berdua sudah mencoba berbagai cara, tapi tetap saja kita yang dalam keadaan terdesak," ujar Janaka seraya menatap pedang Halilintar yang beraura biru terang."Kau benar. Aku rasa pedangnya itu adalah sumber kekuatannya. Jika kita bisa merebut pedang itu, maka kita akan bisa mengalahkannya," balas Karya sambil sedikit menekan bahu Janaka untuk memasukkan tenaga dalamnya.Jalu menatap tajam kedua pendekar aliran hitam tersebut. Dia memutarkan Pedangnya dengan ujung bilah ke arah bawah, "Kalian berdua menyerahlah, akui diriku sebagai pemimpin dan aku akan mengampuni nyawa kalian!"Kedua lelaki tua itu menatap Jalu dengan rasa benci yang tinggi. Ungkapan yang tadi membuat emo
Jalu tersenyum menyeringai sambil menggeleng pelan. Selepas itu dia menoleh kepada anggota perguruan Kelabang Hitam yang ternyata sudah berlutut ketakutan dengan tangan sudah berada di belakang kepala tanda menyerah.Ayunan langkah pemuda tampan itu terhenti ketika merasakan adanya serangan energi yang mendekat ke arahnya dari belakang."Hmmm, ternyata masih ada lagi," gumamnya pelan sebelum bergerak menyamping dua langkah.Serangan energi berbentuk sinar merah itu bergerak nyasar menuju belasan anggota perguruan Kelabang Hitam yang sedang berlutut di tanah. Alhasil sebagian dari mereka mati dengan cara yang mengenaskan. Bahkan yang terkena serangan energi secara langsung tubuhnya sampai hancur menjadi potongan kecil.Jalu membalik badan. Dilihatnya seorang lelaki tinggi besar berumur sekitar lima puluh tahun sudah berdiri di depannya dalam tujuh meter. Di punggungnya tergantung sebuah pedang yang berukuran cukup besar dan sesuai dengan fisiknya yang juga besar.Lelaki yang membawa pe
Kepulan asap yang menyelimuti bagian dalam perguruan Kelabang Hitam tersebut kemudian perlahan menghilang. Terlihat Jalu berjalan sambil menyeringai tipis ke arah Ki Pranasuta. Tidak terlihat tanda-tanda pemuda berwajah tampan tersebut terluka ataupun mengalami dampak akibat benturan tadi."Tidak mungkin...!" pekik Ki Pranasuta setelah melihat Jalu masih dalam keadaan baik-baik saja. Dia tidak menyangka jika jurus andalannya tidak berakibat apapun terhadap pemuda tersebut. Padahal setahunya meski bisa ditahan jurus beracunnya itu tetap akan memberi dampak yang buruk."Apakah tidak ada jurus lain yang lebih berbahaya dari pada tadi?" cibir Jalu setalah berhenti beberapa langkah di depan Ki Pranasuta.Ketua perguruan Kelabang Hitam itu diam tak bisa berbicara. Suaranya seperti tercekat di tenggorokan tidak tahu harus bicara apa. Rasa malu dan sakit di pangkal lengannya bercampur menjadi satu."Kenapa kau diam saja, mana mulut besarmu yang kau banggakan tadi?"Jalu kemudian mencabut Peda
Namun yang membuatnya heran, dia tidak merasakan adanya energi yang keluar dari tubuh pemuda tampan tersebut, tapi kenapa Ki Pranasuta sampai membawanya datang untuk membalas dendam?"Aku tidak ada urusan dengan permusuhan kalian berdua, jadi jangan sangkut pautkan masalah kalian itu denganku!"Ki Pranasuta terdiam malu. Tak disangkanya Jalu akan sampai berkata seperti itu kepada dia dan Sanjaya. Padahal dirinya sudah terlanjur senang bahwa dendamnya akan segera terbalaskan. Di sisi lain Sanjaya tersenyum mencibir ke arah Ki Pranasuta setelah mendengar sendiri jika kedatangan pendekar muda itu tidak bertujuan untuk balas dendam. "Perlu kau ketahui, kedatanganku kemari hanya ingin kau mengakui bahwa akulah penguasa dunia persilatan. Jika kau tidak mau tunduk kepadaku, maka kau dan perguruanmu akan kuhancurkan seperti halnya perguruan Kelabang Hitam yang hampir semua anggotanya mati di tanganku!" Jalu menyambung ucapannya.Sanjaya menahan napas sejenak. Benaknya berpikir keras mencern
Sanjaya yang mengetahui jurus terkuatnya tidak mampu melukai tubuh Jalu sedikitpun akhirnya ketakutan juga. Baru kali ini dia menemukan lawan yang kekuatannya tidak bisa diukurnya. Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan dunia persilatan akan benar-benar di bawah kendali pemuda tampan tersebut, pikirnya."Sialan, jurus terkuatku pun tidak mampu melukainya!"Sanjaya menelan ludah ketakutan. Sepasang bola matanya bergerak liar mencari jalan untuk selamat. Pandangan sudah terarah ke sana kemari mencari celah untuk melarikan diri Dia tidak peduli dengan rasa malu yang bakal didapatnya jika kabur dari tempat tersebut. Nyawanya jauh lebih penting dari pada sekedar harga diri yang terkoyak.Dalam satu kedipan mata tiba-tiba saja ketua perguruan Elang Putih itupun sudah berlari kencang dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya.Namun usaha Sanjaya untuk kabur dari tempat itu tampaknya sia-sia saja. Jalu yang sudah mengetahui niat lelaki itu untuk kabur ternyata sudah mempersiapka
Jalu menoleh sedikit ke arah Ki Pranasuta. Raut wajahnya menunjukkan rasa tidak senang kepada lelaki yang berdiri di sampingnya itu. Sedetik berikutnya senyum terkulum sedikit mencibir tercetak di bibirnya."Jangan banyak bicara. Cepat habisi mereka!"Ki Pranasuta mengangguk. Ketua perguruan Kelabang Hitam itu berjalan maju selangkah demi selangkah sebelum secara tiba-tiba melepaskan serangan dadakan.Beberapa anggota perguruan Pedang Tunggal yang sudah bersiap mencoba sebisa mungkin bertahan dari serangan Ki Pranasuta. Mereka mencoba mengulur waktu sampai anggota lainnya keluar.Namun harapan itu hanya percuma saja. Ki Pranasuta tanpa belas kasihan menghabisi mereka dalam waktu yang begitu singkat.Setelah memastikan tidak ada satupun penjaga yang berhasil selamat, ketua perguruan Kelabang Hitam itu lantas beralih menatap pintu gerbang yang tertutup rapat. Namun sebelum dia menghancurkannya, pintu gerbang itu tiba-tiba terbuka dan muncul sesosok lelaki tua berpakaian serba putih dan