"Biarkan kami membantumu, Ki," ucap salah satu teman Ki Sodolanang."Diam kau, Karya! Aku belum selesai bermain dengan kecoa ini!" sahut Ki Sodolanang sebelum mengalihkan pandangannya kepada Jalu yang tertawa pelan melihatnya."Apa yang kau tertawakan, Bedebah?" bentak Ki Sodolanang."Wajahmu itu semakin terlihat mengerikan, Tua Bangka. Coba kau cari cermin dan berkacalah, pasti kau akan takut dengan wajahmu sendiri," ejek Jalu.Ki Sodolanang mengusap wajahnya yang dipenuhi debu dengan punggung tangan. Setelah itu dia memompa tenaga dalamnya dan kemudian kembali melesat memberi serangan. Kecepatan lelaki tua bertubuh tinggi kurus tersebut semakin bertambah dan membuat Jalu sedikit kerepotan."Mati kau!" Ki Sodolanang berteriak sambil melepaskan pukulan setelah melihat celah terbuka di bagian belakang pertahanan lawan.Bugh!Punggung Jalu terpukul cukup keras hingga membuat pemuda tampan itu terdorong jauh ke depan. Tapi Jalu tidak merasakan sakit karena pukulan Ki Sodolanang malah men
Tanpa berpikir panjang pemuda tampan itu meloloskan pedang pusaka berbilah hitam itu dari wadahnya. Energi yang kuat seketika menyebar menekan kedua lelaki tua yang hendak mengeroyoknya.Karya dan Janaka sampai menyipit melihat sinar kebiruan yang menyelimuti pedang Halilintar di tangan Jalu. Meski tidak tahu mengenai pedang pusaka yang akan digunakan pemuda itu untuk melawan mereka berdua, tapi kedua lelaki tua itu sadar jika pedang tersebut bukanlah senjata biasa. Itu terlihat dari aura dan energi yang sedang mereka lihat dan rasakan.Jarang sekali ada atau bahkan tidak ada senjata pusaka yang mengeluarkan aura biru terang dari bilah yang berwarna hitam. Pada umumnya pedang berbilah hitam akan mengeluarkan energi berwarna hitam pula, Itu yang ada di dalam pikiran mereka berdua.Kedua tetua utama perguruan Kelabang Hitam selain Ki Sodolanang itu kemudian mencabut senjatanya masing-masing. Karya menggunakan pedang, sedangkan Janaka memakai tombak pendek bermata tiga seperti trisula."
Serangan mereka berdua terus berlanjut, Jalu yang dibuat kerepotan akhirnya terkena sayatan dari pedang Karya di rusuknya. Darah mengalir keluar cukup deras dan berwarna kehitaman. Menyadari senjata lawannya mengandung racun, Jalu menempelkan telapak tangan kanannya dan menekan luka tersebut.Secara perlahan, luka sayatan tersebut mengering dan keluar asap hitam yang berbau sedikit busuk. Jalu tersenyum kecil melihat hal tersebut. Pelajaran yang diberikan Caraka dalam menangani racun ternyata sangat berguna untuknya.Di sisi lain, Janaka berpikir sesuatu telah terjadi pada Jalu dan menemukan celah untuk menyerang, Dia bergerak cepat dan melepaskan serangan. Lelaki tua bertubuh pendek kekar berjuluk pendekar tombak Sambernyawa itupun kemudian mengeluarkan salah satu jurusnya yang cukup ditakuti di dunia persilatan, jurus Tombak Peregang Nyawa."Mati kau!" Selama tombaknya bisa menyentuh lawan, Janaka yakin bisa menyerap tenaga dalam dan energi kehidupan yang dimiliki lawannya.Nyatany
"Bocah gila, terimalah seranganku!"Dalam satu hentakan kakinya, Janaka yang tidak bisa menahan emosinya tiba-tiba saja langsung melesat memberi serangan.Pertarungan jarak dekat pun terjadi. Serangan kaki dan tangan Janaka menjelajah setiap area bagian tubuh Jalu yang terbuka. Dengan kecepatan yang dimilikinya, Jalu menghindari setiap serangan Janaka tanpa kesulitan yang berarti.Pertarungan antara dua orang pendekar yang memiliki perbedaan jauh dalam hal rentang usia itu terjadi dengan cepat. Hanya dalam hitungan detik sudah belasan kali keduanya bertukar serangan dan terlihat jika Jalu bisa menguasai jalannya pertarungan.Janaka yang awalnya penasaran dengan kemampuan Jalu dan ingin mencoba kemampuannya terlebih dahulu, akhirnya mau tidak mau harus melibatkan Karya dalam pertarungannya kali ini. Dia merasa kalau bertarung sendiri tidak akan bisa mengalahkan pemuda tersebut. Jadi bantuan Karya akan sangat dibutuhkannya agar segera bisa menyelesaikan pertarungan."Karya, bantu aku!"
Nafas Janaka sudah mulai tidak teratur, serangan jarak jauhnya ternyata juga tidak efektif dan malah membuat tenaga dalamnya berkurang drastis. Beruntung Karya masih memiliki cadangan tenaga dalam dan segera mengalirkannya ke tubuh temannya itu untuk memulihkannya."Dia sangat sulit untuk dikalahkan, Karya ... Kita berdua sudah mencoba berbagai cara, tapi tetap saja kita yang dalam keadaan terdesak," ujar Janaka seraya menatap pedang Halilintar yang beraura biru terang."Kau benar. Aku rasa pedangnya itu adalah sumber kekuatannya. Jika kita bisa merebut pedang itu, maka kita akan bisa mengalahkannya," balas Karya sambil sedikit menekan bahu Janaka untuk memasukkan tenaga dalamnya.Jalu menatap tajam kedua pendekar aliran hitam tersebut. Dia memutarkan Pedangnya dengan ujung bilah ke arah bawah, "Kalian berdua menyerahlah, akui diriku sebagai pemimpin dan aku akan mengampuni nyawa kalian!"Kedua lelaki tua itu menatap Jalu dengan rasa benci yang tinggi. Ungkapan yang tadi membuat emo
Jalu tersenyum menyeringai sambil menggeleng pelan. Selepas itu dia menoleh kepada anggota perguruan Kelabang Hitam yang ternyata sudah berlutut ketakutan dengan tangan sudah berada di belakang kepala tanda menyerah.Ayunan langkah pemuda tampan itu terhenti ketika merasakan adanya serangan energi yang mendekat ke arahnya dari belakang."Hmmm, ternyata masih ada lagi," gumamnya pelan sebelum bergerak menyamping dua langkah.Serangan energi berbentuk sinar merah itu bergerak nyasar menuju belasan anggota perguruan Kelabang Hitam yang sedang berlutut di tanah. Alhasil sebagian dari mereka mati dengan cara yang mengenaskan. Bahkan yang terkena serangan energi secara langsung tubuhnya sampai hancur menjadi potongan kecil.Jalu membalik badan. Dilihatnya seorang lelaki tinggi besar berumur sekitar lima puluh tahun sudah berdiri di depannya dalam tujuh meter. Di punggungnya tergantung sebuah pedang yang berukuran cukup besar dan sesuai dengan fisiknya yang juga besar.Lelaki yang membawa pe
Kepulan asap yang menyelimuti bagian dalam perguruan Kelabang Hitam tersebut kemudian perlahan menghilang. Terlihat Jalu berjalan sambil menyeringai tipis ke arah Ki Pranasuta. Tidak terlihat tanda-tanda pemuda berwajah tampan tersebut terluka ataupun mengalami dampak akibat benturan tadi."Tidak mungkin...!" pekik Ki Pranasuta setelah melihat Jalu masih dalam keadaan baik-baik saja. Dia tidak menyangka jika jurus andalannya tidak berakibat apapun terhadap pemuda tersebut. Padahal setahunya meski bisa ditahan jurus beracunnya itu tetap akan memberi dampak yang buruk."Apakah tidak ada jurus lain yang lebih berbahaya dari pada tadi?" cibir Jalu setalah berhenti beberapa langkah di depan Ki Pranasuta.Ketua perguruan Kelabang Hitam itu diam tak bisa berbicara. Suaranya seperti tercekat di tenggorokan tidak tahu harus bicara apa. Rasa malu dan sakit di pangkal lengannya bercampur menjadi satu."Kenapa kau diam saja, mana mulut besarmu yang kau banggakan tadi?"Jalu kemudian mencabut Peda
Namun yang membuatnya heran, dia tidak merasakan adanya energi yang keluar dari tubuh pemuda tampan tersebut, tapi kenapa Ki Pranasuta sampai membawanya datang untuk membalas dendam?"Aku tidak ada urusan dengan permusuhan kalian berdua, jadi jangan sangkut pautkan masalah kalian itu denganku!"Ki Pranasuta terdiam malu. Tak disangkanya Jalu akan sampai berkata seperti itu kepada dia dan Sanjaya. Padahal dirinya sudah terlanjur senang bahwa dendamnya akan segera terbalaskan. Di sisi lain Sanjaya tersenyum mencibir ke arah Ki Pranasuta setelah mendengar sendiri jika kedatangan pendekar muda itu tidak bertujuan untuk balas dendam. "Perlu kau ketahui, kedatanganku kemari hanya ingin kau mengakui bahwa akulah penguasa dunia persilatan. Jika kau tidak mau tunduk kepadaku, maka kau dan perguruanmu akan kuhancurkan seperti halnya perguruan Kelabang Hitam yang hampir semua anggotanya mati di tanganku!" Jalu menyambung ucapannya.Sanjaya menahan napas sejenak. Benaknya berpikir keras mencern