Share

SELAMAT TINGGAL CICI

Ini hari kedua Cici menjadi istri Jagat. Selepas malam pertama, pandangan Cici terhadap Jagat berubah.

Cici yang tadinya takut pada Jagat, berbalik menjadi sayang dan tak mau lepas dari suaminya itu. Semua berawal dari malam pertama yang penuh kesan lembut dan romantis, membuat bunga cinta Cici tumbuh mekar dengan cepat.

Lalu saat terbangun dari tidurnya, sebuah hadiah kalung bermata merah terang membuat Cici bahagia, selain kalung ada setangkai bunga mawar merah untuknya.

Tetapi Cici tak temukan Jagat di sisinya. Di bagian rumah yang lain pun tak ada. 

Kemana perginya Jagat?

Pagi itu, di kebun belakang rumah Jagat. 

Jagat duduk bersandar pohon dan jika ada yang melihatnya, maka akan beranggapan dirinya sakit karena bicara seorang diri.

Tidak, Jagat tidak gila. Dia hanya sedang berkomunikasi dengan Ra Kala.

Ra Kala unik, kapan saja jika dia mau bicara dengan Jagat dan sebaliknya, maka selalu ada waktu yang diberikan. Kecuali jika Ra Kala merasa tak perlu, maka Jagat tak bisa paksa dirinya untuk bicara.

Cara komunikasi Ra Kala pun beraneka macam rupa. Bisa melalui mimpi dan cermin seperti pertemuan pertama, dengan meminjam mulut manusia atau seperti saat ini, bersuara tanpa wujud yang hanya bisa didengar Jagat.

Ra Kala tak butuh kemenyan untuk dibakar, dia pun tak butuh mantra khusus atau cara-cara mistik lainnya. Ra Kala jin yang tak mau terikat dengan segala macam ritual pemanggilan, kecuali ritual persembahan, dia suka itu.

Ra Kala suka darah, darah perawan yang paling dia sukai. Nafsunya besar dan dia temukan Jagat sebagai hamba yang pas. Ketika ingin tuntaskan nafsu, dia akan gunakan tubuh Jagat.

Secara fisik terlihat Jagat yang berbuat, tapi itu tidak benar karena Jagat hanya merasakan tubuhnya kehilangan banyak tenaga dan lelah, berikut tulang yangbl seakan mau terlepas dari persendian saking lelah dan sakit telah menggunakan tenaga terlalu banyak. Itu terjadi saat tubuhnya terlepas dari masa peminjaman Ra Kala.

Seperti pagi tadi, saat Jagat terbangun dia hanya bisa pandangi wajah kepuasan Cici yang baru saja memberikan bunga sucinya dipetik Ra Kala. Tanpa dia mengusap sedikitpun kulit halus Cici semalam.

Karena sebelum malam pertama datang, saat Jagat memboyong Cici turun dari panggung pelaminan dan dibawa masuk ke dalam rumah yang hanya mereka berdua, di sela-sela Cici menunggu di kamar dan Jagat berada di kamar yang lain, Jagat ditemui Ra Kala melalui cermin.

Dalam pertemuan singkat itu, Ra Kala punya satu pesan yang harus dan bisa dipenuhi Jagat.

"Jangan pernah tangan kotormu itu sentuh Cici sama sekali! Jika pun kamu mau sentuh dia, maka itu bukan dirimu. Aku pemilik Cici. Aku penguasa dirimu. Kamu pun harus ingat, selama waktu pernikahan keduamu belum tiba, aku ijinkan kamu bergaul dengan sembarang wanita. Tapi jika aku temukan ada yang menarik, maka tubuhmu aku pinjam!"

Jagat merasa dirinya adalah wadah bagi nafsu Ra Kala yang besar. 

Tapi Jagat tak bisa mundur, karena Ra Kala telah memberi ancaman akan menghentikan hidupnya di dunia dan menjadi malaikat maut palsu, tapi kematian pasti datangnya.

Pagi ini, setelah Jagat taruh hadiah perhiasan dan bunga buat Cici, dia pun ingin berbincang-bincang dengan Ra Kala.  

"Rajaku, aku mau bicara!" desis Jagat.

Setelah enam kali dan mendekati batas putus asa, suara tawa Ra Kala terdengar kencang di telinga Jagat.

Suara tawa tanpa wujud.

"Hahaha, ada apa kamu panggil aku?"

"Aku...." Jagat ragu-ragu untuk bicara.

Sebelumnya, Jagat berhasrat untuk ubah kesepakatan dengan Ra Kala. Karena dia pria normal dan masih punya kekuatan sebagai suami yang gagah. Apalagi ketika dia melihat Cici yang tidur tanpa selimut dan belum lagi memakai penutup tubuh.

Tetapi ketika suara Ra Kala terdengar, Jagat malah membisu.

"Apa kamu ngiri?"

Jagat tersentak kaget dari lamunannya.

"Ingat, kita sudah ada kesepakatan. Perawan yang kamu nikahi itu jadi hak bagiku. Tugasmu hanya mencari perawan, jadi pengantin dan algojo di hari terakhir perawan itu menikmati indahnya dunia. Masalah apa yang terjadi di dalam kamar, itu bagianku. Hahaha!"

"Tapi...." Jagat tak jadi sambung ucapannya.

"Tapi kamu akan aku berikan apa yang kamu mau, harta, awet muda dan keabadian. Setelah perawan dan pernikahan ke tiga belas terlaksana, aku tak akan lagi bebani dirimu, kamu bebas mau lakukan apapun."

Jagat tak yakin apa dia mampu melewati pernikahannya yang ke tiga belas. Karena dari syarat yang dia dapat, tak mudah mencari perawan terakhir yang akan jadikan dia abadi.

"Kamu tak perlu kuatir. Selama masa penantian perawan pertama ke yang kedua,  kamu boleh bermain di taman bunga yang kamu suka. Tetapi aku akan ikut disisimu, ketika aku melihat ada bunga yang pantas buat aku petik."

Jagat hanya bisa anggukan kepala.

"Aku pergi, kita ketemu lagi di hari ketujuh, hari terakhir aku menjadi suami Cici dan juga saat pertama kamu menjadi algojo Cici. Kamu penjagal bagi Cici, jagal Jagat. Hahaha!"

Jagat angkat kepalanya dan menatap matahari yang sedikit tertutup awan gelap. Seperti dirinya yang saat ini sedang berdiri di batas antara gelap dan terang.

Hati nurani Jagat mengajak dirinya untuk melarikan diri dari Ra Kala. Setidaknya  tak menjadi jagal Jagat seperti yang Ra Kala bilang. Walau untuk itu dia harus dapat hukuman dari Ra Kala kapan pun itu waktunya.

*

Malam ketujuh.

Masih ada waktu bagi Jagat untuk lari dan tak biarkan dirinya masuk ke dalam kamar. Kalau dia sempat injakan kaki ke dalam kamar, saat itu juga dirinya bukanlah dia, tapi Ra Kala.

Tetapi Jagat takut mati. Karena sore tadi, saat dia berada di kamar mandi, muncul bayangan air dan suara Ra Kala terdengar mengancam.

"Aku tahu isi hatimu. Kamu boleh saja pergi dan batalkan perjanjian ini. Aku tak akan rugi, harta yang kuberikan bisa kutarik kembali. Aku pun telah menikmati keindahan Cici sepuas-puasnya. Tapi kamu, harta dariku berhenti dan keabadian bisa kamu dapati di alam kubur."

Karena itu, malam ini Jagat sedang galau. Dia takut mati, tapi dia pun takut darah Cici menempel di tangannya.

Detak detik jam terus berjalan, tak beri kesempatan Jagat untuk berpikir lebih lama dan panjang. 

Sampai suara mendesah Cici yang berdiri di depan pintu membuat nafas Jagat terasa berhenti.

Cici berdiri dengan memakai baju yang tak bisa menutupi seluruh tubuhnya, matanya menatap sayu dan rambut panjangnya tergerai. Senyum menggoda dan lirikan mautnya berhasil menarik Jagat untuk berdiri.

Selanjutnya Jagat tak tahu apa-apa lagi.

*

Di atas ranjang yang beberapa waktu lalu berderit ramai dan bersatu teriakan serta keringat Cici, kini tampak sunyi.

Cici sama sekali tak bergerak. Sementara Jagat berdiri di tepi ranjang dengan wajah yang tak bisa diungkap, ada kesedihan yang kadang berganti dengan rasa puas.

Di sudut bibir Jagat ada noda darah. Darah Cici yang baru saja dia minum dari luka leher Cici. Luka yang disebabkan pisau tajam yang saat ini berada di tangan kiri Jagat.

Tapi di ranjang, luka leher Cici sudah menutup rapat dan tak ada tanda-tanda bekas robek. Padahal saat Jagat merobek leher Cici, leher itu terbuka lebar dan Jagat menikmati air mancur darah Cici bak binatang buas kehausan. Darah Cici tak hanya menerobos mulut, tenggorokan dan berakhir di perut Jagat, tapi wajah Jagat dicuci darah Cici.

Luka leher Cici cukup dengan Jagat usapkan tangannya ke bekas luka setelah dia puas meminum darah Cici.

Kini yang tertinggal hanya noda darah Cici di sudut bibir Jagat. Darah Cici yang menjadi cucian wajah Jagat telah meresap masuk ke dalam pori-pori wajah Jagat.

Jagat tersenyum, lalu dia bergerak untuk pakaikan baju ke tubuh polos Cici. Tak lama dia berjalan keluar dari dalam kamar untuk beri kabar meninggalnya Cici pada Kadi.

Mulai detik ini, Jagat akan memulai petualangan baru dengan identitas yang baru dengan tujuan mencari pengantin ke tiga belas demi keabadian yang dia cari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status