Hari ini.
Gadis yang memakai baju olahraga tangan panjang dan celana training panjang itu baru keluar dari dalam tenda tukang bubur ayam.
Di leher gadis yang cantik itu ada handuk kecil berwarna biru yang senada dengan warna celana.
Kulit putih gadis itu terlihat bercahaya, terutama parasnya yang menjadi penarik pertama sukma mereka para pria hidung belang maupun tidak.
Gadis itu Winda, yang baru saja selesai sarapan pagi semangkuk bubur ayam bersama Dewo yang sedang berdiri di gerobak penjual susu kedelai.
Satu setengah jam sebelumnya, Winda ajak Dewo joging pagi. Joging sih cuma butuh waktu sebentar, sekitar dua puluh menit berlari dari rumah menuju taman kompleks perumahan. Tetapi yang lama itu menunggu Dewo asyik bermain aneka macam permainan di taman, seperti perosotan, ayunan dan lainnya.
Baru setelah merasa bosan, Dewo yang lapar ajak Winda makan bubur ayam.
Walau harus keluar duit buat keponakannya itu, tapi Winda senang daripada dia ditemani pria dewasa berlari pagi.
Dewo ini anak dari Dendi dan Wini yang baru saja masuk sekolah dasar kelas satu.
Winda lebih senang ajak Dewo temani dirinya berolahraga, selain karena keponakan sendiri, juga Dewo anaknya lincah, ramai dan pintar. Ada banyak tawa yang pecah ketika mereka berbicara.
Winda sampai saat ini belum punya kekasih hati. Bukan karena dia tak laku, malah kalau dia sengaja pasang meja pendaftaran untuk jadi kekasih hatinya, bisa jadi akan ada lebih dari seratus pria tua-muda yang ikut mengantri.
Ya, Winda itu bunga hidup di komplek perumahan tempat dia tinggal.
Winda bukan tak mau berbagi cinta dan kasih pada pria yang dia cinta sepenuh hati. Tapi karena dia merasa belum ada yang pas dan cocok saja.
Mendapatkan pria yang sesuai hati bukan seperti beli kacang rebus pinggir jalan. Itu yang diyakini Winda.
Satu-satunya teman pria Winda itu Riga, tetangga depan rumah yang jadi teman baik sejak diijinkan mandi hujan saat kecil dulu.
Riga seusia dengan Winda. Kedekatan mereka berdua sempat menjadi rumor, kalau mereka itu sebenarnya pasangan kekasih.
Tapi itu terbantahkan dengan kehadiran Della, kekasih hati Riga.
Winda yang sudah berdiri di samping Dewo yang baru saja mendapatkan susu kedelai pesannya, pun berikan uang bayaran pada si pedagang susu pria berusia sekitar tiga puluhan dengan kumis acak-acakan.
"Gak usah, Non. Gak usah bayar pakai uang!" senyum si pedagang.
"Terus bayar pakai apa?" tanya Winda yang sudah meraba ke arah mana pembicaraan si pedagang susu kedelai.
"Kalau boleh, minta nomor telepon Non. Ya, siapa tahu kita jodoh. Jelek-jelek gini, saya punya anak buah lima yang jualan susu kedelai. Terus, saya juga masih jomblo, kok!"
"Hihihi, kalau ada yang bilang Abang ganteng, kayaknya perlu diperiksa matanya!" celetuk Dewo.
Tak hanya Winda yang kaget mendengar celotehan Dewo, si pedagang susu kedelai juga sama terkejutnya.
Kalau bisa, si pedagang susu kedelai pengen jewer kuping Dewo. Tapi berhubung itu kekerasan pada anak kecil yang akan bawa dia pada kasus hukum, si pedagang susu kedelai cuma bisa mesem.
Winda tak mau berlama-lama di depan gerobak pedagang susu kedelai. Dia lempar saja uang sebesar lima ribu di tangannya ke atas gerobak, lalu ajak pergi Dewo.
"Kamu ini, tadi kok main ledek aja!" tegur Winda.
"Ih, kok ngeledek sih Tan? Kan aku ngomong jujur. Kata Kakek, sebagai cowok itu harus berani berkata jujur. Tante juga gak suka kan kalau aku jadi anak tukang bohong?" jawab Dewo pintar.
Winda ucek-ucek rambut Dewo. Bukan kesal, hanya kagum pada ocehan Dewo yang pintar balikin keadaan.
"Tan udah siang, nih! Pulang naik delman yuk!" ajak Dewo.
"Naik delman? Mahal, Wo. Uang Tante gak cukup, nih tinggal sepuluh ribu!" Winda keluarkan uang sisa dikantongnya.
"Yaaah, sudah. Jalan kaki juga baik kok buat kesehatan," ucap Dewo.
Winda tertawa, lalu dia gandeng tangan Dewo. Saat mau menyebrang dari taman ke seberang jalan, sebuah motor berhenti.
"Hei, Neng. Ikut sama Abang yuk, diantar pulang. Kasihan loh sinar matahari bakal ngaku salah, karena udah ngebakar kulit Neng yang mulus dan bening," kekeh si pengendara motor yang lagi-lagi pria asing di mata Winda.
"Abang tukang ojek, ya?" tanya Dewo yang mewakili Winda.
"Oh, bukan. Tapi calon Ayahmu," jawab si pengendara motor lancang.
"Wah, berdoa yang jelek dilarang agama Oom. Ayahku masih hidup dan ini Tanteku. Tapi karena Oom ngomongnya jelek, aku tolak Oom dekat sama Tante. Awas aja kalau berani!" Dewo kepalkan tangan kanannya yanb kecil.
Si pengendara motor mau ketawa bingung, mau marah sama Dewo pun tak pantas. Akhirnya si pengendara motor pergi tanpa bisa menggoda Winda.
"Wah, kamu galak banget sih?" tanya Winda bernada pujian pada Dewo.
"Bukan galak Tante, tapi tegas!" Dewo busungkan dadanya.
Winda cubit pipi Dewo, lalu ajak Dewo seberangi jalan.
Mereka berdua terus berjalan. Sampai mendengar suara mobil ngerem mendadak, disertai teriakan banyak orang.
Terjadi kecelakaan, seorang pejalan kaki tersenggol mobil yang lewat. Pengendara mobil itu seorang pria tampan, tapi sorot matanya sangat aneh berhawa sesat.
Winda dan Dewo sempat berhenti melihat apa yang terjadi di belakang mereka. Sempat sekilas Winda beradu pandang dengan pria si pengendara mobil.
Detak jantung Winda terasa sesak. Dia cepat ajak Dewo pulang.
*
Winda tatap Dendi dan Wini bergantian. Beruntung Dewo sedang diajak jalan oleh Wirahadi kakeknya.
Di ruang tamu, Winda dipaksa duduk oleh Dendi dan Wini.
Awalnya, Winda tak merasa ada yang aneh. Tapi selepas Dendi dibantu Wini berbicara tentang apa yang menjadi rencana mereka buat Winda, maka Winda tak bisa terima.
"Bagaimana Win? Usiamu sudah cukup loh buat menikah. Kamu juga pintar memasak. Luki ini pria baik, meski duda dia kaya. Jadi hidupmu ke depannya tak akan kesulitan," ucap Dendi bersifat lebih menyakinkan Winda.
"Iya, Win. Kak Ni sama Mas Dendi bermaksud baik. Bukan kami tak percaya pria pilihanmu. Tapi sebagai Kakak, kami mau kamu bahagia dan ini cara kami." Wini ikut menambahkan.
"Maaf, berapa Mas Dendi dan Kak Wini dibayar?" tanya Winda setelah dia menahan cukup lama untuk berbicara.
"Loh, kamu sangka kami menjualmu?" tanya Dendi kaget.
Wini tundukan kepala. Dia tak sanggup tatap mata Winda yang entah kenapa pada siang ini sangat tajam.
"Dari cerita Mas Dendi dan Kak Wini barusan, Luki ini orang kaya dan duda. Bisa saja ada tawaran yang diberikan Luki pada Mas?" tanya Winda ketus.
"Kami tak akan jual dirimu, Win. Kami cuma mau kamu bahagia," jawab Dendi yang bertahan untuk tak bicara jujur.
"Jika Mas mau aku bahagia, biar aku pilih pria yang cocok dengan hatiku sebagai suamiku nanti!" tegas Winda.
"Tapi kamu mau kan luangkan waktu bertemu Luki?" tanya Dendi masih tetap berusaha pengaruhi Winda.
"Aku menolak!" tegas Winda.
"Loh, memangnya kenapa sama Della? Kok, lo terlihat cemas gitu?" tanya Nusi, lalu anggukkan kepala pada Winda yang berdiri di belakang Riga."Della belum pulang Bang," jawab Riga cepat."Kok, bisa?" Nusi kaget.Winda ambil alih, sebisanya dia jelaskan kronologi awal pada Nusi. Mengenai pertengkaran Riga dan Della. Diakhiri dengan cerita sampai sekarang Della belum pulang."Oh, aneh kalau gitu!" seru Nusi."Jelasin, Bang!" pinta Riga cemas."Tadi gue lihat Della keluar dari taman dengan wajah merah. Kayaknya lagi kesal dia, sampai gak lihat ada mobil lewat. Kena keserempet, terus pemilik mobil keluar. Della diajak pergi ke klinik. Eh, klinik apa gak, gue gak tahu pasti sih. Cuma yang gue lihat Della ya masuk itu mobil," jelas Nusi."Bang, lo kan keamanan taman. Masa iya, lo gak tahan dulu itu orang, tanya-tanya gitu dimana rumah orang itu, jaga-jaga kalau ada apa-apa sama Della," ucap Riga nyaris tanpa jeda."Lo ny
"Eh, tunggu. Tadi lo bilang Della keserempet mobil?" tanya Winda."Perasaan gue gak bilang Della, deh. Tapi ada cewek yang keserempet mobil.""Tapi kok gue curiga Della yang keserempet itu mobil," ucap Winda yakin."Serius lo?" Riga tampak berubah roman wajahnya."Kalau serius apa gak, bisa kita coba cari tahu!""Caranya?""Ya, bertanya Riga. Kan di dekat kejadian itu ada banyak orang. Salah satunya bisa aja kenal sama sosok Della," jelas Winda."Oh, iya. Cukup banyak yang kenal sama gue dan Della. Terutama petugas keamanan taman. Kan gue ke sana gak cuma hari minggu pas olahraga aja.""Kita balik ke taman, cari tahu!" ajak Winda.Riga tumbuh semangatnya. Walau belum tentu akan tahu keberadaan Della, tapi dengan petunjuk kecil yang didapat, dimana Della berada bisa saja diketahui."Ayo, berangkat!" ajak Riga.Baru saja keduanya beranjak berdiri, Wirahadi keluar dari dalam rumah."Loh, pada mau kemana
Eman berhenti berlari.Tempat yang dipilih Eman itu jauh dari keramaian, di sebuah lahan yang banyak ditumbuhi pohon bambu.Eman yakin di sini lokasi yang tepat untuk mengubur Jagat yang dikenalnya sebagai Jarot, pria yang diyakini pula penyebab kematian tak wajar Ayuni.Bagi Eman, persetan dengan perkiraan banyak orang yang percaya Ayuni hembuskan nafas terakhir karena sakit. Karena tak ada tanda-tanda bekas luka di tubuh Ayuni secara kasat mata. Namun Eman melihat dengan mata lain, mata batinnya yang terasah sekian lama.Eman bukan pria baik di masa mudanya, bahkan di hari tua pun tidak, sampai hidayah datang padanya dan menjadikan dirinya melangkah di jalan tobat. Salah satunya berkat Ayuni yang semasa hidup mau dekat dan peduli padanya.Kini Ayuni telah pergi lebih dulu dengan cara yang tragis. Kematian Ayuni karena tangan jahat suaminya Jarot alias Jagat."Katakan apa maumu?" tanya Jagat yang sudah ikut berhenti."Aku mau n
"Eh, tunggu. Tadi lo bilang Della keserempet mobil?" tanya Winda. "Perasaan gue gak bilang Della, deh. Tapi ada cewek yang keserempet mobil." "Tapi kok gue curiga Della yang keserempet itu mobil," ucap Winda yakin. "Serius lo?" Riga tampak berubah roman wajahnya. "Kalau serius apa gak, bisa kita coba cari tahu!" "Caranya?" "Ya, bertanya Riga. Kan di dekat kejadian itu ada banyak orang. Salah satunya bisa aja kenal sama sosok Della," jelas Winda. "Oh, iya. Cukup banyak yang kenal sama gue dan Della. Terutama petugas keamanan taman. Kan gue ke sana gak cuma hari minggu pas olahraga aja." "Kita balik ke taman, cari tahu!" ajak Winda. Riga tumbuh semangatnya. Walau belum tentu akan tahu keberadaan Della, tapi dengan petunjuk kecil yang didapat, dimana Della berada bisa saja diketahui. "Ayo, berangkat!" ajak Riga. Baru saja keduanya beranjak berdiri, Wirahadi keluar dari dalam rumah. "Loh, pad
Eman berhenti berlari. Tempat yang dipilih Eman itu jauh dari keramaian, di sebuah lahan yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Eman yakin di sini lokasi yang tepat untuk mengubur Jagat yang dikenalnya sebagai Jarot, pria yang diyakini pula penyebab kematian tak wajar Ayuni. Bagi Eman, persetan dengan perkiraan banyak orang yang percaya Ayuni hembuskan nafas terakhir karena sakit. Karena tak ada tanda-tanda bekas luka di tubuh Ayuni secara kasat mata. Namun Eman melihat dengan mata lain, mata batinnya yang terasah sekian lama. Eman bukan pria baik di masa mudanya, bahkan di hari tua pun tidak, sampai hidayah datang padanya dan menjadikan dirinya melangkah di jalan tobat. Salah satunya berkat Ayuni yang semasa hidup mau dekat dan peduli padanya. Kini Ayuni telah pergi lebih dulu dengan cara yang tragis. Kematian Ayuni karena tangan jahat suaminya Jarot alias Jagat. "Katakan apa maumu?" tanya Jagat yang sudah ikut berhenti. "Ak
"Rajaku Ra Kala." Jagat melihat ke sekeliling.Tepat di cermin kecil yang tergantung di pintu dalam, Jagat melihat bayangan hitam.Dengan langkah ringan, Jagat datangi cermin."Siapa tadi yang baru datang?""Eman, Paman dari Ayuni.""Mau apa dia ke sini?""Ampun rajaku, dia ingin ingatkan aku agar tak menyakiti Ayuni.""Hahaha, peringatan kosong!""Tapi....""Apa kamu ragu padaku? Aku akan buat dia menyusul Ayuni. Itu tergantung pada apa dirimu punya nyali atau tidak!""Apa artinya rajaku?""Sama seperti Ayuni, kamu harus bunuh dia! Habisi Eman, ambil jiwanya, makan hatinya. Jika kamu bisa lakukan itu, kamu akan dapatkan kekuatan lebih dan aku akan lebih kuat pula. Cukup itu yang kamu ketahui. Nah, sekarang aku pinjam tubuhmu untuk aku bertemu bidadari Ayuni, bersamanya aku ingin mendaki ke atas puncak berkali-kali. Hahaha.""Rajaku, apa tak bisa nanti saja?" tanya Jagat menawar.