Bayu terpental sejauh tiga tombak setelah menahan pukulan si kakek yang bernama Setan Berambut Putih itu. Dalam beberapa saat dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Setelah itu hilang lagi sakitnya dalam sekejap. Tenaganya kembali pulih.
Ketika bangkit lagi, Setan Berambut Putih sudah tiga langkah di hadapannya dengan satu kaki mengangkat melepaskan tendangan ke arah kepala. Wush! Remaja ini cepat guling-gulingkan badannya hingga menjauh sampai mendapatkan kesempatan untuk berdiri. Setelah berhasil berdiri dia siap kabur. Namun, Setan Berambut Putih terus memburunya. Hawa membunuh kini terpancar dari tubuhnya. Dia tidak segan-segan walau korbannya masih anak remaja. Memiliki kesempatan untuk berlari, Bayu tak menyia-nyiakannya. Sekuat tenaga dia ambil langkah seribu. Setan Berambut Putih sangat geram. Bagaimana bisa anak yang dianggap masih ingusan ini begitu mudah lepas darinya? Tak ingin kehilangan muka, kakek kurus ini melesat menggunakan ilmu meringankan tubuh. Di depan, Bayu merasakan kakek itu mengejarnya. Hawa membunuhnya terasa begitu kuat. Sementara pandangannya tidak menemukan Eyang Ismaya berada. "Di mana Eyang?" batin si anak. Walaupun mendapat tenaga tambahan dari sabuk ajaib yang dipakainya, tetap saja tidak mampu lebih cepat dari pengejarnya. Si kakek yang kurus tentu saja sangat ringan tubuhnya. Namun, dalam sekejap dia mendapat akal. Di depannya ada sebuah pohon besar. Bayu berlari seolah hendak menabrakan diri ke pohon. Setan Berambut Putih tersenyum lebar. "Mau lari kemana kau ... Apa!" Bruk! Satu tombak lagi jaraknya ke pohon itu, Bayu meloncat ke samping agar tidak menabrak pohon, tapi tetap saja masih menyenggolnya sedikit. Akibatnya tubuhnya terpental dan jatuh bergulingan, tapi tidak separah si kakek kurus. Setan Berambut Putih yang sudah siap melepaskan pukulannya, tidak bisa 'mengerem' gerakannya. Akibatnya kakek itu menabrak pohon dengan keras lalu tubuhnya terjatuh. Kepalanya terasa pusing. Dia memandang berkeliling. Bayu sudah tidak kelihatan. Setan Berambut Putih mendengus kesal. Dia menyesal telah menganggap remeh anak itu. Bayu baru menghentikan larinya ketika merasa tak ada yang mengejar lagi. Dia sama sekali tidak kelelahan atau napas yang terputus-putus disebabkan lari yang tanpa henti-henti. Tapi masih ada keringat membasahi badan. "Sabuk ini memang hebat!" ujarnya. Tangannya meraba sabuk itu. Penasaran, dia coba melepas sabuk itu. Seketika setelah lepas, seluruh tubuhnya terasa pegal-pegal dan sakit. Kepala pusing dan tenggorokan kering. Segera dia pakai lagi dan kesegaran langsung merayapi tubuhnya. Bayu menarik napas lega. Dia memandang langit, hari sudah sore. Dia harus mencari Eyang Ismaya. Bayu melangkah lagi ke arah utara. Menyusuri jalan setapak. Sampai matahari hampir tenggelam di ujung barat, Bayu belum menemukan sebuah desa atau kampung. Yang ditemukan hanya sebuah gubuk kecil yang sepertinya sengaja dibuat untuk tempat 'ngasoh'. Bayu masuk ke gubuk itu. Duduk menyandar pada salah satu tiangnya. "Kenapa Eyang malah menghilang meninggalkanku?" gerutu Bayu sambil memandang langit yang sebentar lagi gelap. Tiba-tiba terdengar suara. "Akhirnya kutemukan juga, bocah sial!" Suara itu terdengar dekat sekali. Bayu membuka mata. Hari sudah gelap, tapi sepasang mata menatapnya dengan nafsu membunuh. Si kakek yang bernama Setan Berambut Putih itu ternyata masih mengejarnya. "Kau siapa?" Bayu pura-pura tidak kenal. Setan Berambut Putih pelototkan matanya, tapi tetap saja kelihatan kecil karena cekung. "Kau jangan pura-pura lupa!" "Siapa, ya? Aku tidak pernah mengenalmu!" sungut Bayu ketus. "Orang yang ajalnya sudah dekat memang suka lupa!" Tangan si kakek sudah siap mengemplang kepala Bayu. Namun, anak ini masih terdian tenang. Padahal dalam hatinya gemetar. Tangan yang terangkat itu tampak bergetar memancarkan hawa jahat. "Bersiaplah, akan aku kirim kau ke neraka!" Tangan si kakek benar-benar bergerak. Seandainya tidak berisi tenaga dalam mungkin Bayu masih berani menahannya, dia memiliki sedikit kepandaian yang diajarkan oleh ayahnya. Wajah anak ini terlihat pucat di dalam gelap malam. Beruntung, ide selalu datang di saat kepepet. Sebelum tangan kurus itu sampai ke kepalanya, Bayu cepat merebahkan tubuh. Dia mencoba peruntungannya. Dia pejamkan mata. Bukk! "Aw!" "Aahh...!" Bayu menarik napas lega. Perhitungannya berhasil. Tangan Setan Berambut Putih mengenai sabuknya tepat. Tadinya Bayu masih takut kalau gerakannya kurang tepat. Bisa saja meleset, mengenai perut atau malah bagian bawahnya. Sementara Setan Berambut Putih memegangi tangannya yang kesakitan. Dia seperti memukul batu yang sangat keras. Si kakek ini mengumpat tiada henti. Bayu sudah duduk lagi. Dia ingin kabur lagi, tapi keadaan tidak memungkinkan. Kakek kurus ini mengancam jiwanya. Sementara Eyang Ismaya entah ke mana. Beberapa saat kemudian Setan Berambut Putih sudah pulih lagi. Dia menatap tajam ke arah Bayu. Hanya cahaya bintang yang menerobos ke tempat itu. Itu juga tidak cukup untuk penglihatan orang biasa yang belum memiliki tenaga dalam. Bayu belum memikirkan cara apalagi untuk mengatasi manusia kurus ini. Seandainya sabuk itu bisa menutupi seluruh tubuhnya. Yang dia sesali dirinya belum mempunyai atau membangkitkan tenaga dalamnya. Tiba-tiba anak ini teringat sesuatu. "Oh, kenapa aku lupa?" Segera saja Bayu mengusap bahu kanannya. Seketika si kakek kurus terperanjat karena melihat tiba-tiba saja sosok Bayu menghilang dari pandangannya. "Hah! Jangan-jangan dia jurig, Sialan betul!" maki si kakek sambil tengak tengok siapa tahu Bayu ada di tempat lain. Si kakek kembali terkejut karena di tempat lain dia melihat satu sosok, tapi bukan Bayu, melainkan seorang kakek-kakek juga. "Kau mencariku?" tanya kakek-kakek yang tidak lain Eyang Ismaya. Setan Berambut Putih jadi semakin ternganga. Dia menyangka anak muda tadi berubah menjadi kakek-kakek. "Ternyata kau seorang tua bangka. Pantas saja berani menghinaku!" "Kalau malam aku berganti wujud menjadi begini," ujar Eyang Ismaya malah sengaja mempermainkan si kakek kurus. "Siapa kau berani bermain-main denganku!" Setan Berambut Putih menunjuk keras ke arah hidung Eyang Ismaya. Sebagai jawaban, Eyang Ismaya menyentakkan satu tangan ke depan. Seketika angin panas berhembus keras ke muka si kakek berambut putih. Setan Berambut Putih menarik diri menghindar, tetapi dia terkejut ketika punggungnya merasakan satu pukulan kuat yang membuatnya terdorong lagi ke depan. Wushh! Dukk! Kontan saja pukulan tenaga dalam yang berupa angin panas tadi melabrak tubuhnya yang kurus. Setan Berambut Putih terpental bagaikan ranting kering terhempas angin. Brukk! Si kakek kurus berambut putih terjatuh punggung. Sebelum jatuh tadi dia mencoba melihat siapa yang memukulnya dari belakang, ternyata tidak ada siapa-siapa. Padahal itu perbuatan Bayu dalam keadaan menghilang. "Sial dangkal!" maki Setan Berambut Putih menahan sakit pada seluruh tubuhnya. Lalu dia bangkit perlahan dan segera ambil langkah seribu. Setelah kakek kurus itu lenyap barulah Bayu muncul dengan mengusap bahu kirinya. Anak ini sudah berdiri di depan Eyang Ismaya. ***Bayu keluarkan semua ilmu yang dimiliki satu persatu dilepaskan menghajar Buta Koneng. Terutama dari kesaktian Dewa Petir dan Dewa Angin. Sett! Derr! Dimulai dari Ilmu Tinju Bayu. Pukulan yang terbentuk dari angin yang dipadatkan. Tinju ini bisa merobohkan bukit. Namun, sosok Buta Koneng tak sedikit pun goyah. Yang terjadi malah tercipta serangan balik serupa mengancam si pemiliknya. Bayu bukannya tidak tahu hal tersebut. Dia memang sengaja dan tentunya sudah punya antisipasi agar serangan balik itu tidak mengenai dirinya seperti yang dialami empat pemimpin kelompok. Di saat yang tepat, Rompi Halimunan langsung aktif. Sosok Bayu tiba-tiba lenyap sehingga serangan balik tersebut hanya menemui sasaran kosong. "Hah!" Buta Koneng terkejut bukan main. Padahal dia memperkirakan lawannya akan hancur oleh ilmunya sendiri, tapi mengapa bisa begitu? Bayu sudah muncul lagi. Dia melepasliark
Hawa sakti sangat kuat menebar di seantero tempat. Ki Sela Waru bersama pengikutnya beringsut mundur hingga cukup jauh.Begitu pula empat pemimpin kelompok walaupun dalam keadaan terluka berat, mereka berusaha menjauh dari arena pertarungan.Termasuk Panji Saksana, tapi tidak jauh seperti yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, para pendekar golongan putih menantikan pertarungan yang pasti akan sengit.Hawa sakti tersebut berasal dari Bayu yang mengerahkan seluruh kesaktian yang dimiliki. Tenaga Angin, Petir, Bintang, kesaktian Kitab Aksara Sakti dan Kitab Buana Sampurna."Keluarkan semua kekuatan yang kau punya, Bocah!" teriak Buta Koneng masih percaya diri dengan Ilmu Raga Waja yang belum terkalahkan.Namun, setelah memamerkan kekuatannya, Bayu masih tampak berdiri tenang, sepertinya tidak akan melakukan serangan."Apa maksud anak ini?" batin Panji Saksana.Sebelum ke pertarungan antara Bayu dengan Buta Koneng. Tampak
Pertarungan empat pemimpin kelompok melawan Buta Koneng terus berlangsung. Tokoh masa lalu yang bangkit lagi ini tampak sangat percaya diri dengan ilmunya.Buta Koneng membiarkan dirinya diserang sedemikian rupa. Ilmu Raga Waja membuat badannya kebal seperti baja.Ilmu ini memang mirip dengan ilmu yang dimiliki Soca Srenggi dulu setelah memakan telur badak siluman. Ilmu ini juga membuat pemiliknya hidup abadi sampai dunia kiamat.Yang pertama Ki Mandu Reksa melepaskan pukulan dengan tenaga dalam besar, menggunakan ilmu yang baru saja di dapat dari janin milik Nindya Saroya.Wutt!Segelombang angin kuat melesat menghantam dada Buta Koneng laksana tinju raksasa yang hendak mendobrak gunung.Dess! Wutt!Ki Mandu Reksa kaget bukan main, serangannya tidak mempan terhadap tubuh lawan. Malah seperti berbalik menghantam diri sendiri sampai tubuhnya terpental lalu jatuh.Brukk!"Uakh! Sialan keparat!"K
Kaki gunung Salak sebelah barat.Malam hari terasa mencekam. Hawa membunuh berkeliaran. Satu persatu kelompok yang berambisi ingin menjadi yang terkuat di dunia persilatan telah sampai di sana.Mereka tidak meneruskan naik ke lereng. Terlalu dekat dengan sarang musuh akan sangat berbahaya. Empat kelompok tersebut akan memancing Buta Koneng turun.Kalau memang merasa paling kuat pasti akan turun. Jika ingin menjaga harga diri, maka harus menyongsong musuh ke depan. Bukan menunggu.Hal ini disadari oleh Buta Koneng sendiri. Walau dianjurkan untuk tetap menunggu di markas oleh anak buahnya, sosok tinggi besar ini tidak ingin kehilangan muka."Kita akan hadapi mereka di bawah. Semua bersiap, saat menggenggam dunia persilatan!"Maka Buta Koneng segera memimpin pengikutnya untuk turun gunung.Sebelum sampai ke kaki gunung, masih di lereng yang agak tinggi, kelompok Buta Koneng mengawasi ke bawah.Meski malam gelap, ta
Buta Koneng menoleh kepada orang yang berbicara tadi. Lelaki setengah baya. Setelah dipindai, tenaga dalam orang ini masih di bawah Ki Sela Waru.Bahkan Ki Sela Waru sendiri tampak heran mendengarnya. Jelas raut wajahnya menunjukkan tidak suka."Kau jangan lancang bicara!" sentak Ki Sela Waru, tapi dengan suara pelan dan ditekan hampir berbisik."Siapa yang kau maksud orang yang akan merintangi langkahku?" tanya Buta Koneng. Suara hempasan napasnya bagai tiupan angin keras."Saya mendapatkan keterangan bahwa ada beberapa kelompok yang berhasil mendapatkan kekuatan sakti dari janin anak-anaknya Bayu Bentar," jawab lelaki setengah baya salah satu anak buah Ki Sela Waru tadi."Maksudmu kesaktian alami yang dimiliki calon anak-anaknya Bayu Bentar?" tanya Ki Sela Waru karena dia juga sempat mendengar kabar tersebut.Bahkan dia juga telah merencanakan akan menculik tiga istri Bayu setelah berhasil membangkitkan Buta Koneng, tapi ternya
Orang tua berpakaian serba hitam ini memiliki rambut keriting diikat kepala warna merah. Wajahnya kelimis tirus dan keriput. Kedua matanya tampak cekung, tapi sorotnya sangat tajam."Usia kandungannya masih muda. Nanti kalau sudah lebih dari empat purnama, baru aku bisa menyedot kesaktian alami yang ada dalam janinnya. Masukkan dia ke kamarku!"Dua orang yang tadi membawa Nindya Saroya segera memindahkan wanita yang sudah tak sadarkan diri itu ke dalam kamar lelaki serba hitam ini.Kamar yang dimaksud ternyata berada di balik ruangan ini. Di belakang lelaki tua tersebut, tepat pada sudut ruangan ternyata ada sebuah pintu batu yang dibuka dengan cara dorong lalu digeser ke kiri.Setelah terbuka, barulah kamar lelaki tua itu terlihat dari luar. Nindya Saroya dimasukkan ke sana. Di baringkan di atas tempat tidur terbuat dari kayu. Dua orang tadi sudah keluar lagi.Sementara Santana palsu memperhatikan setiap sudut ruangan sembari menyesuaika
Yang keluar adalah Nindya Saroya dari pintu belakang rumah. Dia hendak memetik sayuran di kebun. Istri kedua Bayu ini tampak tenang saja melangkah memasuki kebun.Sementara beberapa sosok yang mengepung rumah Panji langsung bergerak cepat. Terutama yang paling dekat dengan sasaran.Ilmu meringankan tubuh mereka cukup sempurna sehingga tidak bisa dirasakan oleh sasaran yang terus masuk ke kebun seolah tidak ada yang mengintainya.Kemudian dua sosok berkelebat paling cepat menyambar tubuh Nindya Saroya bagaikan elang mencengkram ayam. Secepat kilat pula kedua sosok tersebut langsung menghilang membawa Nindya Saroya.Begitu terlihat sasaran berhasil ditangkap, yang lainnya segera kembali ke tempat masing-masing. Menunggu buruan berikutnya keluar.Dua sosok yang berhasil membawa Nindya Saroya berhenti berkelebat ketika bertemu seseorang. Tubuh si Mawar Jingga dipanggul salah seorang. Rupanya mereka telah menotok wanita tersebut sehingga tidak
Sempat terpikir pula, dia bisa saja bolak balik pindah jaman agar bisa bersama semua wanita yang dia miliki. Namun, semua itu juga harus diawali dengan kejujuran.Bisa jadi Arumi malah ingin ikut ke masa depan. Dengan demikian istrinya menjadi empat. Apakah Bayu mampu berbuat adil terhadap mereka.Namun, akhirnya Bayu harus memantapkan hati. Memilih satu jaman untuk menjalani kehidupannya sampai akhir hayat nanti.Kalau menurutkan kata hati, maka tidak akan ada habisnya menuruti hawa nafsu. Ya, bisa jadi rasa ketertarikan kepada Arumi sekarang hanyalah nafsu belaka.Bayu sudah punya tiga istri di jamannya. Jangan sampai jadi manusia serakah. Dia bukan raja yang bisa memiliki banyak selir.Setelah berpikir matang akhirnya Bayu menunjukkan cara berpindah ke jaman yang berbeda menggunakan Batu Pemutar Waktu.Bayu menatap Arumi saat dua jarinya sudah siap menekan ujung batu tersebut."Jaga diri baik-baik. Kau wanita hebat. K
Yang paling mencolok adalah di belakang rumah kayu tersebut ada sebuah kolam kecil. Di dalam kolam itu terlihat satu sosok mengambang seperti bangkai.Sosok ini menghadap ke atas sehingga jelas rupanya, yaitu seorang wanita cantik. Sepertinya masih gadis. Tubuhnya mungil terbalut kain sinjang basah sehingga membentuk lekuk tubuhnya yang indah.Bayu tidak mempedulikan dulu wanita cantik dalam kolam kecil itu, dia menembus atap masuk ke rumah. Di dalam sana bau kemenyan sangat tebal.Bahkan sepertinya seluruh ruangan rumah terpenuhi asal kemenyan yang entah berada di mana asalnya karena Bayu tidak menemukan tempat pembakaran kemenyan di dalam sana.Ganggasara juga masuk ke sana. Dia bergerak ke sudut sebelah kiri. Di situlah terlihat satu benda panjang dibungkus kain hitam tebal tersampir di dinding.Bayu merasakan aura sakti kuat dari benda panjang tersebut. Auranya sesuai dengan petunjuk ahli senjata di istana Kawali. Tombak Kawijayan.